Jumat, 26 Oktober 2012

FanFict (Kyuhyun Super Junior)- WAITING FOR YOUR LOVE- PART 6


“Kau boleh menggoda gadis-gadis lain, tapi jangan coba-coba kau mengganggu Go Eunjoo!”
“Hei, kenapa kau yang marah?” tanya Changmin sambil tertawa kecil. Saat itu pula aku baru sadar apa yang telah kulakukan. Astaga, apa yang kulakukan? Benar kata Changmin. Kenapa aku marah melihat Changmin menggoda Go Eunjoo? Ada apa lagi denganku??
“eh, biyan. Aku..aku sendiri tidak tahu kenapa aku seperti ini,” jawabku penuh kebingungan.
“Kau tidak perlu bingung. Sudah jelas, kau menyukai gadis itu. Kau cemburu kan, melihatku menggodanya?”
Aku cemburu? Tidak mungkin. Mana mungkin aku cemburu? Tapi, mengingat yang barusan aku lakukan...
“Kyu, mungkin ini adalah pertama kalinya bagimu, makanya kau sulit menerimanya. Sebaiknya kau cari tahu sendiri akan perasaanmu itu. Sebelum kau berbuat sesuatu yang lebih membahayakan lagi..hehe,” nasehat Changmin, tentu saja sambil mengejek.
         

          Aku terus memikirkan apa yang terjadi padaku. Kenapa aku bisa marah melihat Changmin menggoda Go Eunjoo? Padahal biasanya aku tidak pernah peduli. Apa aku cemburu? Apakah aku benar-benar menyukai gadis itu? Tapi apa alasannya? Dia jauh dari kriteria gadis yang kuinginkan. Dia tidak secantik Girls Generation, dia juga sangat dingin, tidak ada ramah-ramahnya. Jangankan bersikap ramah, senyum saja dia tidak pernah. Lantas, apa alasanku bisa menyukainya? Makanya, tidak mungkin aku menyukainya. Mustahil!
         Di sekolah, di rumah maupun di rumah Changmin aku sering melamun. Memikirkan kenapa aku bisa menyukai Go Eunjoo? Aku butuh alasan yang logis dan masuk akal, baru aku bisa mengakui perasannku. Tapi apa?
“Kenapa sekarang dia jadi pendiam?” tanya Minho pada Changmin. Aku mendengarnya, tapi aku malas menyahut. Masalah itu sekarang membuatku malas berbicara, apalagi mengganggu Sungmin dan kawan-kawan.
“Biarkan saja. Dia sedang mencari tahu tentang perasaannya,” jawab Changmin enteng.
          Saat ini kami sedang berada di rumah Changmin. Kami sedang mengerjakan  tugas sekolah. Tugasnya benar-benar aneh dan membuat pusing. Apa lagi sekarag aku lagi malas berpikir.
“Pertanyaan macam apa ini? Masak setiap jawaban mesti ada alasannya?” protes Changmin.
“Kalau seperti ini, sekalian saja soalnya “kenapa 1+1 sama dengan 2?” timpal Minho yang juga kesal.
“Kyu, kenapa kau diam saja? Kau punya ide tidak?” tanya Minho padaku yang dari tadi diam.
“Ahh, tanya saja Changmin.Biasanya dia kan punya 1001 alasan buat ngeles-in pacar-pacarnya,” jawabku malas-malasan.
“Ya, tapi ini pelajaran fisika. Bukan pelajaran menggombali pacar,” bela Changmin.
“Aku benar-benar frustasi. Dari dulu aku benci pelajarannya guru Kang. Apa-apa di suruh ngasih alasan. Kalau fisika kan sudah teorinya seperti itu. Mana ada alasan?” gerutu Minho.
“Kau benar. Kalau pertanyaanya seperti itu tentu saja jawabannya sudah pasti. Tidak ada alasannya,” kata Changmin membenarkan teori Minho.
Tidak ada alasan. Tidak ada alasan? Benar. Tidak ada alasan. Saat itu pikiranku rasanya terang benderang. pertanyaan yang terus terlintas di kepalaku dan membuat pikiranku kusut sekarang terjawab sudah.
“Kyu, sepertinya kau sudah mendapatkan ide,” kata Minho.
“Ya, benar. Tidak ada alasan. Kalian benar. Gomawo! Sekarang aku sudah tahu jawabannya,” kataku kegirangan.
“Mwo?” tanya Changmin dan Minho kebingungan. Tapi aku tidak menghiraukan mereka. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ayahku meneleponku.
“Kyuhyun-ah, kau di mana?” tanya ayahku.
“Di rumah Changmin. Kenapa?” tanyaku.
“Kenapa? Kau janji akan pulang sebelum jam 6 sore kan? Kita harus pergi ke rumah teman Appa,” kata ayahku. Astaga aku lupa!
“Ah, iya. Aku lupa. Ya, aku akan pulang sekarang,” jawabku sambil menutup telepon.
“Kau mau ke mana?” tanya Changmin.
“Aku harus pulang sekarang. Annyong!” kataku sambil berlari pergi. Sepertinya Changmin dan Minho bingung dengan sikapku.

         Ternyata sabtu malam ini kami harus pergi ke rumah paman Go. Di sana sedang ada pesta ulang tahun perusahaan paman Go. Makanya kami sekeluarga di undang. Hal itu berarti malam ini aku akan bertemu dengan Go Eunjoo? Di acara pesta? Hmm, dia pasti pakai gaun. Apa lagi dia kan tuan putrinya. Seperti apa ya penampilannya nanti? Membayangkannya saja aku sudah kegirangan.
         Sesampainya di sana, ternyata pestanya sangat megah. Maklum, perusahaan besar. Kenapa tidak diadakan di hotel saja ya? Ahh, halaman rumahnya saja sudah lebih besar dari hotel bintang 5. Dari tadi aku celingukan mencari Go Eunjoo. Tapi tidak kutemukan tanda-tanda keberadaannya. Ke mana dia? Kulihat dari tadi paman Go sendirian. Seharusnya  Eunjoo kan menemaninya, mengingat paman Go sudah duda. Tapi, paman go hanya sendirian.
          Tiba-tiba aku ingin ke toilet. Kuputuskan untuk mencari gadis itu di dalam rumah sekalian ke toilet. Setelah keluar dari toilet, aku berpapasan dengan bibi yang sering membukakan pintu untukku setiap aku datang ke sini. Sepertinya dia kepala pelayan di rumah ini. Aku menyapanya. Dia membawa nampan yang berisi beberapa piring kosong. Sepertinya bekas makanan.
“Halo, Bibi,” sapaku ramah.
“Hai kyuhyun-ah. Wah,kau tampan sekali malam ini,” puji bibi yang melihatku menggunakan setelean jas berwarna hitam dengan kemeja berwarna pink muda. Tentu saja aku sangat tampan. Tanpa setelan ini pun aku sudah tampan. Hehe.
“Terima kasih, bi. Tapi, bukannya aku memang tampan ya?” candaku.
“Kau ini bisa saja. Kenapa kau di dalam? Pestanya kan di luar?”
“Tadi habis dari toilet. Bibi sendiri sedang apa?”
“oh, aku habis mengmbil piring kotor bekas makan malam Eunjoo.”
“Makan malam Eunjoo? Dia tidak makan di luar dengan tamu-tamu yang lain?” tanyaku heran.
“Eunjoo tidak suka pesta dan keramaian. Makanya dia tidak keluar dari kamar sedari tadi. Kau mau menemuinya? Naik saja ke atas,” jelas bibi.
“Oh, iya. Kamsahamnida,” kataku sambil tersenyum ramah.
Makan malam di kamar? Dlaam suasana pesta seramai ini? Dia benar-benar gadis aneh.
          Aku naik ke lantai atas dan menuju kamar Go eunjoo. Kulihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Aku memasuki kamarnya. Kosong. Ke mana dia? Aku melihat di sekeliling kamarnya. Ini adalah pertama kalinya aku masuk ke kamarnya. Kupikir kamar seorang gadis berumur 18 tahun dan putri dari seorang pengusaha kaya raya pasti penuh mainan masa kecil, boneka, make up, dan berbagai pernak-pernik lainnya. Tapi aku salah besar. Di kamar ini tidak kutemukan satu batang hidung boneka. Apa lagi make up ataupun pernak-pernik. Memang, kamar ini sangat luas, bahkan 2 kali lipat dari kamar tidurku di rumah. Di dekat jendela, terdapat sebuah piano besar berwarna putih. Mungkin, gadis itu suka main piano. Tapi, tetap saja kamar ini tampak kosong. Di sini cuma ada satu tempat tidur besar, satu set meja belajar, meja rias dan rak besar penuh buku. Oke,  warna dinding kamarnya putih mulus tanpa ada tempelan apapun. Poster artis, boyband atau poster Einstein pun tidak ada. Itu masih bisa kuterima. Tapi, boneka, ataupun pernak-pernik mainan atau apalah benar-benar tidak ada. Seolah-olah itu adalah benda terlarang. Bahkan meja riasnya pun kosong. Cuma ada satu sisir yang tergeletak di sana. Ini kamar yeoja atau kamar rumah sakit? Benar-benar polos.
          Aku mendekati piano yang didekat jendela. Di atas piano itu terdapat beberapa bingkai foto. Foto Go Eunjoo saat masih kecil bersama ayah dan ibunya, dan beberapa foto masa kecil yang lain. Manis juga saat dia kecil. Di foto itu dia tampak tersenyum. Tapi, ke mana senyumnya sekarang?
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” tiba-tiba terdengar suara Go Eunjo. Dia sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“oh, kau sudah kembali. Tadi aku mencarimu. Kukira kau ada di pesta. Tapi kata bibi, kau ada di kamar,” kataku. Saat melihat Go Eunjoo, penampilannya jauh dari bayanganku. Jangankan pakai gaun pesta atau apa. Dia hanya memakai rok terusan berwaran hijau muda sampai bawah lutut dan sweater berwarna putih. Rambut panjanya dibiarkan terurai di punggungnya.
“Hei, apa yang kau lakukan di sini? Semua orang sedang berpesta kau malah mengurung diri di kamar. Apa kau tidak ingin berdandan dan menemani ayahmu di bawah?” celetukku.
“Aku tidak suka pesta,” jawabnya datar.
“Kenapa?” tanyaku.
“Tidak suka saja. Aku juga tidak suka ada namja yang masuk kamarku tanpa ijin,” katanya tajam.
“Bukannya tanpa ijin. Tadi kamarmu terbuka. Kukira kau di dalam, makanya aku masuk,” jelasku.
“Cepat keluar,” perintahnya.
“Kau mengusirku?”
“Perlu kupanggilkan penjaga di bawah?” katanya sambil mendekati telepon di kamarnya. Benar-benar nada bicara seorang nona besar.
“Ara..Ara.. Aku akan pergi. Cepat sekali kau marah,” kataku sambil keluar kamar. Kemudian dia menutup pintu kamar keras-keras. BRAAK!
“Aigoo! Gadis ini benar-benar!” kataku kesal.
Aku berjalan keluar dari rumah itu. Tapi, aku malas kembali ke pesta. Tidak ada yang kukenal di sana. Semua makanan sudah aku coba.
“Guk..Guk...Gukk.” Aku terkejut mendengar suara anjing. Ternyata Maru. Anjing kesayangan di rumah ini. Sepertinya dia mengajakku bermain. Aku menghampirinya. Dia duduk di depan rumahnya.
“Hei, Maru-yah. Kau kesepian ya?” tanyaku sambil mengelus kepalanya. Sepertinya dia menyukainya.
“Kasihan kau. Punya majikan galak,” kataku sambil mengasihani diri sendiri. Akhirnya aku pun bermain dengan Maru. Aku melempar bola, dia menangkapnya. Bayangkan saja, aku ke sini dengan penampilan rapi, tapi berakhir dengan bermain bersama anjing. Menyedihkan. Tapi, aku senang dengan anjing ini. Dia penurut dan menyenangkan. Tidak seperti majikannya. Kami terus bermain dan aku pun tertawa. Tiba-tiba aku mendengar suara piano dari arah atas. Kulihat, ternyata tepat di atas kami, adalah kamar GO Eunjoo. Kulihat gadis itu sedang memainkan piano sambil melihat ke arah aku dan Maru.
          Tunggu dulu. Gadis itu tersenyum. Benarkah? Atau hanya bayanganku saja? Tidak. Gadis itu benar-benar tersenyum lebar, bahkan sepertinya tertawa. Manis sekali. Dia sangat manis dengan senyum di bibirnya. jantungku pun kembali berdetak kencang. Tapi perasaanku bahagia. Saat itu aku benar-benar menyadari bahwa aku menyukai gadis itu. Ya, aku menyukai Go Eunjoo. Kenapa? Karena dia Go Eunjoo. Tidak ada alasan.

       Hari-hari pun berlalu. Tanpa kusadari aku tidak perlu belajar bersama lagi dengan Goo Eunjoo. Sesuatu yang sangat kunanti-nantikan selama ini. Tapi sekarang yang terjadi justru sebaliknya. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat kusesali. Jika tidak belajar bersama lagi, berarti aku akan jarang bertemu dia. Meskipun kami sekelas, tapi tetap saja kurang. Di kelas juga tidak pernah ada kesempatan buat ngobrol dengan gadis itu. Tahu kan sifatnya seperti apa??
          Aku mencari-cari akal supaya kami tetap belajar bersama. Di depan paman Go, aku bilang bahwa ada beberapa materi yang belum Go Eunjoo pahami. Jadi, paman masih menyuruhku untuk mengajari gadis itu lagi. Sementara itu, Go Eunjoo sangat kesal karena perbuatanku. Soal-soal yang kuberikan sudah dia kerjakan dengan cepat. Aku juga sudah tidak perlu mengajarinya lagi. Jadinya, aku tidak ada kegiatan. Tepatnya, kegiatanku sekarang berganti menjadi memandangi wajah Go Eunjoo yang entah kenapa aku tidak pernah merasa bosan dengan wajah datar dan dingin itu.
“Sebenarnya apa maksudmu?” tanya Go Eunjoo yang kehilangan kesabaran.
“Apa?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.
“Apa maksudmu berkata pada ayahku bahwa masih ada hal yang belum aku pahami. Padahal sudah jelas di sini kau tidak melakukan apa-apa?!”
“Ah, sudah jam berapa sekarang? Cepat sekali waktu berlalu,” kataku mengalihkan pembicaraan.
“ Cho Kyuhyun! Aku bertanya padamu!”
“Kau tanya apa?”
“Kenapa kau melakukan ini? Kenapa?”
“Karena hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa terus bertemu denganmu,” kataku dengan suara rendah dan wajah serius. Ya, aku rasa sudah saatnya gadis ini tahu perasaanku.
“Mwo?”tanyanya bingung.
“Aku menyukaimu.”
“Leluconmu tidak lucu,” kata gadis itu sama seriusnya denganku.
“Apa aku terlihat sedang bercanda? Aku juga tidak tahu sejak kapan aku menyukaimu. Yang jelas sekarang, aku menyukaimu,” kataku dengan menatap matanya. Tapi gadis itu tidak menunjukkan respon apa-apa.
“Apa seperti ini caramu mengatakan suka pada seorang gadis?”
“Kenapa? Ada yang salah?”
“Bahkan Tuhan pun tidak akan percaya padamu!”



“HAHAHAHAHAHAHAHAHA.....” tawa Changmin dan Minho yang meledak setelah aku ceritakan apa yang terjadi kemarin di rumah Go Eunjoo.
“Ya! Cho Kyuhyun, apa kau sudah gila? Menyatakan cinta pada gadis dengan cara seperti itu? Hahahaha... Aigooo....” kata Changmin sambil memegang perutnya karena tawanya tidak bisa berhenti.
“Memangnya kenapa? Ada yang salah?” tanyaku polos.
“Tidak. Tidak ada yang salah kawan. Tapi tidak salah juga jika Go Eunjoo bilang Tuhan pun tidak akan percaya,” kata Minho sambil masih tertawa.
“Memangnya aku harus bagaiamana?” tanyaku bingung.
“Tanya saja pada don juan satu ini,” nasehat Minho.
“Kalau mau menyatakan cinta pada yeoja, harusnya dengan cara romantis. Pendekatan dulu,” jelas Changmin.
“Kan kami sudah dekat,” kataku.
“Yang benar saja. Bukannya kau lebih dekat dengan anjingnya Go Eunjoo?hahaha,” Ejek Changmin.
“Kau ini niat membantu tidak?” kataku kesal.
“Yeoja itu suka dengan sesuatu yang romantis,” kata Changmin.
“Romantis?” tanyaku.
“Iya. Coba mulai besok kau taruh bunga di meja Go Eunjoo. Pasti dia akan tersentuh,” kata Changmin dengan wajah 200% yakin.
“Tapi bunga apa? Bunga kan banyak jenisnya,” tanyaku lagi. Aku benar-benar tidak berpengalaman dalam hal seperti ini.
“Karena kau baru menyatakan cinta, jadi beri dia bunga mawar pink.” Aku mengangguk-angguk mengerti.
          Keesokan harinya, aku sengaja datang pagi-pagi dan meletakkan setangkai mawar pink di meja Go Eunjoo. Saat Changmin melihatnya, dia sangat senang dan yakin bahwa cara ini akan berhasil. Kami bertiga pun menunggu gadis itu datang. Akhirnya gadis itu masuk ke kelas. Aku tersenyum manis padanya, tapi dia sama sekali tidak melirikku. Sabar Kyu. Ini termasuk perjuangan.
          Saat sampai di mejanya, gadis itu melihat bunga mawar dariku. Aku tersenyum penuh keyakinan akan berhasil. Tapi, tiba-tiba gadis itu membawa bunga itu keluar kelas. Aku penasaran dan mengikutinya. Dan apa yang dia lakukan? Dia membuang bunga itu ke tempat sampah. Tentu saja aku kaget dan menegurnya.
“Hei, kenapa kau membuang bunga itu?” tegurku kesal.
“Aku alergi serbuk bunga. Makanya aku tidak bisa membiarkan bunga di dekatku,” jawabnya kemudian kembali ke kelas.
Apa?? Dia alergi bunga? Sial sekali aku. Shim Changmin! Strategimu gagal total.

TO BE CONTINUED

Jumat, 12 Oktober 2012

7 years of love


Tidakkah pernah kau melihatku? Selama ini aku hanya melihatmu dari jauh. Kupikir setidaknya kau tahu aku, seperti yang lain. Karena memang aku sedikit berbeda dari mereka. Namun, bahkan namaku pun kau tidak tahu. Tapi, tidak apa. Setidaknya sekarang Tuhan telah memberiku kesempatan untuk dekat denganmu. Sayangnya, kesempatan itu terlalu singkat. Dan akupun kembali ke posisi semula. Melihatmu dari jauh. Melihatmu tersenyum bersama mereka. Andai saja mereka itu adalah aku. Sayang, aku hanya penonton yang lewat begitu saja. Bahkan kau melirikku saja tidak. Canda yang dulu sering kulontarkan untuk bisa dekat denganmu, sepertinya hanya kau anggap sebagai angin lalu. Sapaku setiap bertemu denganmu pun hanya kau balas dengan senyum tipis. Sekarang aku sadar, bahwa kau tidak pernah menganggapku lebih dari itu. Ya, aku juga sadar siapa diriku. Kau tidak mungkin melihatku seperti aku melihatmu. 

Kau menarik. Kau berbeda dengan yang lain. Belum pernah kulihat orang sepertimu secara langsung. Kau menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatmu. Namun, waktu berlalu bersama dengan kesibukanku dan akhirnya akupun melupakanmu. Tetapi, Tuhan berkata lain. Dia membawamu kembali ke hadapanku. Sikapmu ramah dan bersahabat. Celakanya, aku juga manusia normal yang punya insting.  Tapi aku menutup mata, telinga dan hatiku. Aku tahu ini tidak akan mungkin. AKu tahu siapa aku dan siapa dirimu.  Ini tidak akan berakhir baik. Aku bersyukur, waktu itu hanya singkat. Sehingga aku bisa kembali ke posisi semula. Menarik diri dan melupakanmu. Meskipun kau masih sering menyapaku, tapi aku menahan diri. Hanya itu yang bisa kulakukan. 

***
Waktupun berlalu merenggutmu dari kehidupanku. Kau pun pergi ke dunia baru. Sedangkan aku masih di sini. Diliputi kesibukan untuk bisa masuk dalam dunia baru juga. Dunia yang sebenarnya. Aku pun mulai tidak memikirkanmu. Baguslah. Tanpa terasa, dua tahun telah berlalu sejak terakhir aku melihatmu. Sekarang aku telah memasuki dunia baru. Mencari-cari dunia mana yang cocok untukku. Dunia di mana apa yang aku inginkan tersedia di sana. Ya, aku menemukannya. Tidak. Aku menemukanmu kembali. Awalnya aku kira hanya halusinasi. Tapi tidak. Itu sungguh dirimu. Kau tidak banyak berubah. Tentu saja, sekarang kau sudah berubah lebih dewasa dan menarik. Aku tidak percaya Tuhan mempertemukan kita kembali. Apakah kau masih mengingatku? Masihkah kau mengenaliku?

Saat mereka memperkenalkanmu padaku, aku sungguh tidak percaya. Benarkah ini kau? Dua tahun aku telah melupakanmu. Tiba-tiba takdir membawamu kembali lagi ke hadapanku. Dan kali ini benar-benar di hadapanku. Tidak, ke mana saja aku pergi, takdir membawamu ada di tempat itu. Tidak hanya di tempat kerja, bahkan tempat tinggalmu pun bersebelahan denganku. Tidak hanya itu, di jalan, di pertokoan, kau selalu tiba-tiba muncul. Aku benar-benar tidak bisa menghindari takdir ini. Apa yang harus kulakukan?

Keberuntungan memang sedang berpihak padaku. Tuhan sedang melambungkanku setinggi langit. Sekarang aku benar-benar dekat denganmu. Tak ada waktu yang tidak kulewatkan bersamamu. Di tempat kerja, di tempat makan, bahkan di pertokoan pun kita selalu bersama. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan lagi selain itu. Perasaan yang kupikir telah hilang, ternyata masih tersimpan utuh dan sekarang mulai mekar kembali. Aku benar-benar menikmati masa ini. Tidak peduli seberapa berat pekerjaan yang kulakukan, tidak masalah asalkan aku bisa melihatmu di dekatku setiap hari. Tersenyum padaku, bercanda dan menangis.

Perjodohan? Itulah yang dilakukan keluargaku mengingat umurku sudah cukup untuk menikah, tetapi kekasih pun aku tidak punya. Aku terbuai akan kebahagiaan semu denganmu. Kebahagiaan semu? Ya, tentu saja. Karena aku tahu semua ini tidak akan ada kelanjutannya. Aku harus sadar dan menginjak kehidupan sesungguhnya. Kehidupan yang seharusnya aku jalani. Bukan bersamamu. Tapi, bersama orang lain. Orang yang sama denganku.

Setelah Tuhan melambungkanku, tiba-tiba dia menghempaskanku ke dasar bumi. Sungguh menyakitkan. Dijodohkan? Kau akan dijodohkan. Dan kau terlihat antusias dan gembira. Apakah selama ini kau tidak pernah sekalipun melihatku? Melihatku sebagai laki-laki, bukan sebagai teman maupun junior? Hei, sadarlah. Siapa aku ini? Bukankah aku sudah tahu hal ini sejak awal bahwa ini tidak akan mungkin. Ingat, siapa diriku dan siapa dirinya. Kupandangi diriku di cermin. Percuma saja mempunyai wajah tampan, otak cerdas. Tetapi mencintaimu saja aku tidak pantas. Seharusnya aku sadar dari awal bahwa kau memang tidak akan pernah melihatku seperti itu. Untuk apa aku marah? Aku tidak berhak marah. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku. Apakah aku masih punya harapan?
Pilihan keluargaku tidak salah. Pria itu sungguh baik dan menyenangkan. Ditambah, dia dulu adalah cinta pertamaku yang belum kesampaian. Meskipun perasaan itu sudah lama hilang, karena tergantikan olehmu. Tapi tidak masalah. Siapa tahu dia bisa membersihkan hati ini yang sudah dipenuhi olehmu. Sedikit demi sedikit aku mulai menarik diri darimu dan dekat dengannya. Bahkan di ulang tahunmu aku tidak datang karena sedang pergi dengannya. Tak kusangka, ketidakhadiranku di kejutan ulang tahunmu ternyata berakibat fatal. Kau marah padaku. Kau selalu menghindariku bahkan tidak mau bicara denganku. Aku tidak mau hubungan kita kacau seperti ini. Ok, aku mengalah.

Kau membuat kejutan ulang tahun sendiri untukku sebagai ucapan minta maaf. Melihatmu melakukan ini, sungguh hatiku luluh. Perasaan itu pun semakin mekar tak terkendali. Aku mencintaimu. Sungguh. Aku mencintaimu. Mungkin Tuhan dan seluruh jagad raya tahu hal ini, meskipun kau tidak tahu karena aku tidak pernah mengucapkannya. Aku takut kau akan menjauh dariku. Karena aku tahu, sekarang ada dia di sisimu. Kadang aku berpikir, mungkinkah kau juga mencintaiku. Walaupun aku tahu pikiran itu hanya sia-sia. Tapi sayang, apa yang kuucapakn ternyata tidak di dalam hati. Kau telah mendengarnya. Ya Tuhan. Kau mendengarnya. Tanpa sadar bibir ini mengatakannya.

Celaka. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaan ini. Perasaan ini terus tumbuh meskipun aku berusaha menghilangkannya. Dan apa yang kau katakan? Kau mencintaiku? Apa yang harus kulakukan? Rasanya aku ingin memelukmu dan mengatakan bahwa aku juga mempunyai perasaan yang sama. Tapi akal sehatku bertindak lebih cepat. Ini tidak boleh. Kau tahu? Ini tidak boleh. Sejak awal aku sudah tahu apa yang ada di hatimu. Aku tahu apa yang kau inginkan. Tapi aku menutup mata, telinga dan hati untuk menyelamatkan perasaan kita. Tapi tak kusangka, kau mengatakannya juga. Aku harus menghentikannya. Semua harus berakhir sampai di sini.

Sekeping hatiku yang masih terselamatkan tiba-tiba hancur tak tersisa. Kau tiba-tiba menyodorkan undangan pertunanganmu dengannya di depan mataku. Memang, sejak kejadian itu, hubungan kita jadi aneh. Kita jarang bicara, karena aku juga bingung bagaimana harus bersikap padamu. Tapi tak kusangka kau akan melakukan ini. Skak match. Aku kalah telak. Tidak ada harapan lagi. Meskipun aku berusaha menabahkan hatiku, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Harapanku sudah benar-benar musnah. Kupikir cerita tentang patah hati yang ada di novel maupun drama itu berlebihan. Ternyata benar. Rasanya duniaku bagaikan runtuh. Runtuh dan aku terjebak di dalamnya. Tidak ada kesempatan untuk menyelamatkan hatiku. Aku tidak bisa. Jalan terbaik yang bisa kulakukan adalah pergi. Pergi sejauh mungkin darimu. karena aku tidak akan mampu melihat dia melingkarkan cincin di jari manismu, di mana itu adalah impianku sejak dulu.






Rabu, 10 Oktober 2012

coming soon-2

Sisi satu:

Tidakkah pernah kau melihatku? Selama ini aku hanya melihatmu dari jauh. Kupikir setidaknya kau tahu aku, seperti yang lain. Karena memang aku sedikit berbeda dari mereka. Namun, bahkan namaku pun kau tidak tahu. Tapi, tidak apa. Setidaknya sekarang Tuhan telah memberiku kesempatan untuk dekat denganmu. Sayangnya, kesempatan itu terlalu singkat. Dan akupun kembali ke posisi semula. Melihatmu dari jauh. Melihatmu tersenyum bersama mereka. Andai saja mereka itu adalah aku. Sayang, aku hanya penonton yang lewat begitu saja. Bahkan kau melirikku saja tidak. Canda yang dulu sering kulontarkan untuk bisa dekat denganmu, sepertinya hanya kau anggap sebagai angin lalu. Sapaku setiap bertemu denganmu pun hanya kau balas dengan senyum tipis. Sekarang aku sadar, bahwa kau tidak pernah menganggapku lebih dari itu. Ya, aku juga sadar siapa diriku. Kau tidak mungkin melihatku seperti aku melihatmu. 


Sisi lain:

Kau menarik. Kau berbeda dengan yang lain. Belum pernah kulihat orang sepertimu secara langsung. Kau menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatmu. Namun, waktu berlalu bersama dengan kesibukanku dan akhirnya akupun melupakanmu. Tetapi, Tuhan berkata lain. Dia membawamu kembali ke hadapanku. Sikapmu ramah dan bersahabat. Celakanya, aku juga manusia normal yang punya insting.  Tapi aku menutup mata, telinga dan hatiku. Aku tahu ini tidak akan mungkin. AKu tahu siapa aku dan siapa dirimu.  Ini tidak akan berakhir baik. Aku bersyukur, waktu itu hanya singkat. Sehingga aku bisa kembali ke posisi semula. Menarik diri dan melupakanmu. Meskipun kau masih sering menyapaku, tapi aku menahan diri. Hanya itu yang bisa kulakukan. 

Kamis, 27 September 2012

FanFict (Kyuhyun Super Junior)- WAITING FOR YOUR LOVE- PART 5


“Jadi, selama ini kau benar-benar menghafalnya?” tanyaku lagi. Dan kali ini sepertinya dia sudah kehilagan kesabaran. Go Eunjoo tiba-tiba membanting pensil yang dipegangnya lalu berdiri.
“Kau ini mau mengajariku tidak? Kalau tidak mau sebaiknya kau pergi dari sini. Aku tidak butuh guru sepertimu!” katanya dengan nada tinggi. Sepertinya dia sangat marah.
“Hei, hei. Calm down! Calm down! Kau ini cepat sekali marah. Kau sangat beda dengan ayahmu. Dia baik sekali,” kataku mencoba menenangkannya. Tapi ternyata aku salah.
“Ya sudah, ajari saja ayahku. Kau salah orang datang ke sini,” jawabnya ketus lalu keluar ruangan.
“Ya! Ya! Kau marah ya? Hei, tunggu!” teriakku memanggilnya sambil mengikutinya. Di luar ruangan kami berpapasan dengan paman Go. Dia bertanya pada Eunjoo,”Ada apa?” tapi gadis itu tidak menghiraukannya dan naik ke lantai atas. Paman Go yang melihatku bertanya padaku, “Khyun-ah, ada apa?”
“Maaf, paman. Tadi kami ada sedikit perdebatan. Sepertinya dia marah padaku,” jelasku ketakutan. Kalau Eunjoo marah dan tidak mau belajar denganku matilah aku. Bisa-bisa aku kehilangan 50% terakhir uang sakuku.
“Jangan diambil hati, Kyuhun-ah. Eunjoo memang pemarah. Maafkan anak paman, ya,” kata paman Go.
“eh, iya paman. Tidak apa-apa,” jawabku keheranan. Wah, baik sekali paman Go ini. Tadinya aku sudah ketakutan akan dimarahi karena membuat anaknya marah. Tapi ternyata sebaliknya. Baik sekali paman Go ini. Benar-benar berbeda dengan anaknya yang aneh dan pemarah itu.

Sesampainya di rumah, aku dimarahi ayahku.
“Kau harus minta maaf padanya!” perintah ayahku. Apa? Minta maaf? Tidak mau!
“Kan bukan aku yang salah. Dianya yang memang pemarah. Paman Go saja bilang begitu. Kenapa aku yang harus minta maaf?” protesku.
“Kyuhyun-ah, appa tahu sifatmu. Dia pasti marah karena kau banyak mulut. Go Eunjoo adalah gadis pendiam. Dia pasti terganggu karena mulutmu yang berisik,” marah ayahku.
“Appa, anakmu ini sebenarnya siapa? Kenapa appa malah membelanya?”
“Bukannya membela, tapi appa memang tahu sifatmu. Appa Cuma mau mengingatkanmu supaya lain kali kau berhati-hati kalau bicara. Pokoknya kau harus minta maaf padanya.”
“Kalau aku tidak mau?”
“Jangan harap kau mendapat uang saku!”
Mati kutu aku. Gara-gara gadis itu hidupku jadi tidak tenang. Aku benar-benar membencinya. Sangat membencinya!

Keesokan harinya di sekolah, aku menceritakan apa yang kualami hari minggu kemarin pada Changmin dan Minho.
“Apa? Anak itu adalah Go Eunjoo?” tanya Minho tidak percaya.
“Demi apa, Kyu? Kau jangan bercanda,” tanya Changmin tidak percaya juga.
“Mana mungkin aku bercanda pada hal seperti ini,” jawabku.
“Hahahaa. Sepertinya kalian memang berjodoh,” ejek Changmin.
“YA! Hati-hati kalau bicara!” bentakku pada Changmin sambil memukul kepalanya.
“Aduh! Biyan. Biyan. Kau sensitif sekali,” ejek Changmin lagi.
“Ya, aku memang sensitif kalau berurusan dengan yeoja. Selama ini aku malas berurusan dengan mereka. Merepotkan,” gerutuku.
“Hebat sekali Go Eunjoo ya. Dia berhasil membuat seorang Cho Kyuhyun berurusan dengan gadis,” gantian Minho yang mengejekku. Changmin juga tertawa sambil mengangguk-ngangguk membenarkan.
“Hei, Choi Minho! Jangan ikut-ikutan Changmin. Kalian menyebalkan,” bentakku.Aku sudah kesal, mereka malah mengejekku.
“Bagaimana sikapnya di rumah? Apakah lebih baik atau sama saja?” tanya Changmin penasaran.
“Sama saja. Aneh,” jawabku singkat.
“Dia sepertinya berbeda dengan gadis-gadis biasanya. Menarik,” komen Minho.
“Hei Minho, kau tertarik pada gadis itu?” tanyaku terkejut.
“Oh, tidak kawan. Aku tidak mau jadi saingan sahabatku sendiri. Hahaha,” ejek Minho lagi sambil tertawa. Changmin juga ikutan tertawa mengejek.
“Apa maksud kalian? Kalian benar-benar menyebalkan!” umpatku.
          Saat Changmn dan Minho masih tertawa-tawa, Go Eunjoo masuk ke kelas. Otomatis tawa Changmin dan Minho langsung berhenti. Gadis itu melewati kami tanpa menyapa atau basa-basi lainnya, seolah-olah tidak mengenal kami. Dasar gadis aneh. Saat itu juga aku teringat akan tugasku. Meminta maaf pada Go Eunjoo. Untuk hal ini, aku sengaja tidak menceritakannya pada Changmin dan Minho. Mereka pasti akan semakin menertawakanku kalau tahu hal ini. Kupikir, sebaiknya pas jam istirahat saja aku bicara dengannya.
          Jam istirahat pun tiba. Changmin dan Minho mengajakku ke kantin.
“Kyu, ayo kita ke kantin,” ajak Minho.
“Kalian duluan saja. Aku mau ke toilet dulu,” alasanku.
“Oh, ok. Kita tunggu di kantin,” kata Changmin. Mereka pun meninggalkan kelas. Aman.
          Aku melirik Go Eunjoo. Dia masih membereskan buku-bukunya di meja. Tidak lama kemudian dia keluar. Aku mengikutinya. Gadis itu masuk ke perpustakaan. Jam istirahat, bukannya makan di kantin, malah ke perpustakaan. Memangnya dia makan buku? Tapi dia kan bukan rayap. Ah, lupakan. Pikiranku makin ngelantur saja.
 Aku pun ikut masuk ke perpustakaan. Tapi, tidak kutemukan Go Eunjoo. Ke mana dia? Cepat sekali menghilang. Aku mengelilingi rak-rak buku yang ada di sana. Tidak kutemukan gadis itu. Kuputuskan untuk mencari di meja baca. Ternyata dia sudah duduk di meja yang paling dekat dengan kaca sambil membaca buku, entah buku apa. Yang jelas buku itu dapat membuat seekor anjing kehilangan akal sehatnya jika dilemparkan ke kepalanya. Tebal sekali.
          Aku mengamatinya dari kejauhan. Wajahnya tampak serius membaca buku itu. Sinar matahari yang menimpanya dari kaca menyebabkan bayangan gelap. Hal itu membuat gadis itu tampak misterius dan menarik. Ah, pikiran apa yang melintas di kepalaku? Tapi, bukannya namja suka yang misterius dan membuat penasaran? Sudahlah. Kedatanganku ke sini bukannya untuk tahu Go Eunjoo menarik atau tidak, tapi untuk minta maaf padanya dan membujuknya supaya bersedia belajar denganku lagi.
          Aku mendekati mejanya dan berdiri di hadapannya. Sepertinya gadis itu tidak menyadari kehadiranku. Dia tetap menunduk membaca bukunya. Kemudian aku duduk di depannya. Dia masih tetap bergeming. Aku mengamatinya yang sedang membaca buku. Mmm, gadis ini memiliki wajah yang putih bersih. Hidungnya mancung, bibirnya tipis. Standar, tidak cantik.
“Sepertinya ayahku tidak pernah menyuruhmu untuk mengikutiku di sekolah,” katanya tiba-tiba yang membuatku terkejut.
“Apa kau bilang?”
“Dari tadi kau mengikutiku kan?” katanya. Jadi, dia tahu sedari tadi aku mengikutinya? Kalau begitu kenapa dia diam saja? Sial. Aku malu setengah mati.
“Tidak usah malu. Cepat katakan, kau mau apa?” katanya datar tanpa mengalihkan matanya dari bukunya.
Hah?? Dari mana dia tahu pikiranku?
“Aku tidak bisa membaca pikiran orang, kalau kau tanya dari mana aku tahu apa yang kau pikirkan,” katanya lagi. Aku semakin frustasi.
“Kau ini cenayang ya?” tanyaku keheranan.
“Sudah cepat katakan kau mau apa,” kata go Eunjoo lagi. Tentu saja masih dengan mata yang tertuju pada buku.
“Kau masih marah dengan kejadian kemarin?” tanyaku dengan susah payah. Terus terang, ini adalah pertama kalinya seorang Cho Kyuhyun minta maaf. Bisa kebayang kan, betapa beratnya mengucapkan kata ‘maaf’. Kalau tidak demi uang saku, aku tidak akan merendah di depan gadis ini.
“Marah?” tanyanya sambil menatapku dan menutup bukunya. Akhirnya aku dapat mengalihkan perhatiannya dari buku itu. Rasakan kau buku! Sekarang aku yang memenangkan perhatiannya. Lho,apa yang kupikirkan?
“Bukannya kau marah padaku kemarin, makanya kau tidak mau belajar denganku. Soal kemarin...mmm...mmm... miyanhae, ” kataku dengan pelan dan susah payah. Akhirnya terucap juga kata maaf itu.
“Aku tidak marah padamu,” kata gadis itu tiba-tiba. Apa? Tidak marah?
“Kalau begitu, kenapa kemarin kau pergi begitu saja?” tanyaku heran.
“Aku sedang malas belajar. Makanya aku pergi,” katanya santai.
“Apa kau bilang? Malas belajar? Kau ingin mempermainkanku?” tanyaku mulai marah.
“Tergantung penilaianmu,” kata Go Eunjoo sambil berdiri dan meninggalkanku.
“Ya! Aku belum selesai bicara!” Teriakku spontan dan aku lupa aku masih di dalam perpustakaan. Semua orang di sana kemudian memelototiku karena suaraku yang keras. Sial! Gadis itu sudah mempermainkanku dan membuatku malu di perpustakaan.
         
          Hari Minggu berikutnya aku datang kembali ke rumah Go Eunjoo. Seperti minggu kemarin, aku masuk dalam ruang baca itu. Bedanya, gadis itu sudah duduk di kursi pada saat aku datang.
“Kau sudah di sini?” tanyaku basa-basi.
“Kau telat 10 menit,” katanya singkat. Memang, aku agak terlambat karena tadi bangun kesiangan. Gara-gara semalam aku main starcraft di rumah Changmin dan ketiduran di sana.
“Cuma 10 menit. Tidak sampai satu jam kan?” Kataku membela diri. Cuma 10 menit saja kenapa dipermasalahkan? Sekolah saja toleransinya 15 menit.
“Sudah, ayo kita mulai. Jangan membuang-buang waktuku,” katanya sambil mulai membuka buku.
Justru kau yang membuang waktu bermainku di hari minggu. Tentu saja aku berkata hanya di dalam hati. Aku tidak mau mencari gara-gara dengan gadis ini lagi.
Kami pun mulai belajar. Aku mengajari setiap materi yang dia tidak mengerti. Ternyata Go eunjoo adalah gadis yang cerdas. Dia cepat sekali belajar dan memahami apa yang aku ajarkan. Kurasa selama ini dia salah metode dalam belajar matematika. Ditambah dia rajin membaca buku, jadi pengetahuannya cukup banyak. Tidak terasa sudah 2 jam lamanya kami belajar. Sekarang Go Eunjoo sedang mengerjakan beberapa soal latihan di buku. Tentu saja, aku sudah mengerjakannya lebih dulu sebelum datang ke sini. Jadi, nanti aku tinggal mencocokkan jawabannya.
          Tanpa dia sadari, aku terus mengamatinya selama dia mengerjakan soal. Wajahnya tampak serius. Sesekali dahinya berkerut. Mungkin dia sedang kesulitan. Rambut panjangnya seperti biasa diikat ke belakang. Ternyata jika diamat-amati, GoEunjoo adalah gadis yang manis. Ada ya, makhluk unik seperti ini. Sifatnya aneh, tidak seperti gadis biasanya. Kesan pertama memang menyebalkan, tapi setelah dikenal lebih dekat, sifat uniknya ini yang justru menarik. Eh, apa yang kupikirkan? Sadar Kyu!
“Kenapa kau tersenyum sendiri?” tiba-tiba suara Go Eunjoo membuyarkan lamunanku. Eh, aku tersenyum? Kenapa aku tersenyum?
“Ah..Eh.. Kau sudah selesai?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Gadis itu hanya mengangguk dan menyerahkan pekerjaannya padaku. Aku segera mengambilnya. Tapi anehnya, tanganku gemetaran. Entah karena apa. Sepertinya Go Eunjoo menyadari hal itu.
“Kenapa tanganmu gemetaran?” tanyanya sambil memegang tanganku. Tiba-tiba tubuhku rasanya seperti tersengat listrik saat gadis itu memegang tanganku. Dan berakibat pada detak jantungku yang menjadi tidak karuan. Ada apa denganku?
“Hei, kau kenapa?” tanya gadis itu lagi. Matanya menatap lurus mataku. Celakanya, hal itu membuat jantungku semakin tak terkendali, seolah-olah mau melompat keluar. Aku tidak tahan. Kuputuskan untuk kabur saja.
“Eh, sepertinya aku perlu ke toilet,” jawabku kemudian lari keluar dari ruangan itu. Sampai di toilet, aku menarik nafas dalam-dalam. Wajahku terasa panas. Ada apa ini? Apa aku sakit? Tidak. Aku jarang sakit. Kepalaku tidak pusing. Tapi, kenapa aku seperti ini?

          Semenjak kejadian hari itu, tanpa kusadari, aku sering memikirkan gadis itu. Wajah Go Eunjoo yang serius saat mengerjakan soal, tatapan matanya saat menatapku, semuanya terus terbayang-bayang. Aku mungkin sudah gila. Kenapa aku terus memikirkannya? Apa tidak ada yang lain yang bisa dipikirkan? Sebaiknya aku tanya Changmin saja.
          Di sekolah, aku menceritakan hal ini pada Changmin dan Minho.
“Sepertinya kau mulai jatuh cinta pada Go Eunjoo, kawan,” kata Changmin. Apa? Aku jatuh cinta pada Go Eunjoo? Yang benar saja? Tidak mungkin.
“Aku rasa Changmin benar. Kau terus memikirkannya. Bukankah itu tanda-tanda jatuh cinta?” timpal Minho.
“Tidak mungkin. Mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis seperti itu?” sangkalku.
“Kalau begitu, kenapa kau jadi seperti itu?” tanya Minho lagi.
“Mungkin aku sedang tidak sehat.”
“Justru kau malah tidak pernah sesehat ini,” kata Changmin mengejek.
“Aku ini butuh solusi. Bukannya ejekan,” kataku kesal.
“Ini kita juga sedang mencarikan jawaban. Tapi kamu malah menyangkal terus,” kata Minho.
“Kyuhyun-ah, kau adalah orang yang beruntung bisa merasakan hal seperti itu pada seorang gadis. Selama ini aku tidak pernah mengalami hal seperti itu pada pacar-pacarku,” jelas Changmin.
“Sungguh?” tanyaku dan Minho bersamaan.
“Mungkin ini hukuman untukku karena terlalu banyak pacar,” jawab Changmin dengan muka sedih.
Apa benar aku jatuh cinta pada Go Eunjoo? Selama ini aku tidak pernah jatuh cinta pada yeoja, jadi aku tidak tahu tanda-tanda jatuh cinta. Selama jam pelajaran, perhatianku sama sekali tidak tertuju pada pelajaran. Aku terlalu sibuk mengamati Go Eunjoo. Apa yang dia lakukan selama jam pelajaran, bagaimana ekspresi wajahnya, perhatianku benar-benar teralihkan oleh gadis itu.
“Go Eunjoo itu manis ya?”
“Iya, sangat manis,” jawabku tanpa sadar. Eh, siapa yang tanya? Saat kusadari, ternyata Changmin dan Minho sudah cekikikan. Ternyata Sim Changmin yang menjebakku dengan pertanyaan itu.
“Hei, sialan kau!” umpatku.
“Asyik ya, mengamati wajah Go Eunjoo. Sampai-samapi kau melupakan pelajaran matematika,” ejek Changmin lagi. Aku kesal, sekaligus malu. Apa yang aku lakukan? Apa aku sudah gila?
“Sudahlah teman, akui saja kalau kau menyukainya. Apa susahnya?” tanya Minho.
“Tidak. Aku tidak menyukai Go Eunjoo,” sangkalku lagi. Aku memang tidak menyukainya kan? Bagaiman bisa aku menyukai gadis yang mengacak-ngacak hidupku?
          Minggu-minggu berikutnya, aku lebih banyak diam pada saat belajar bersama Go Eunjoo. Aku menghindari kejadian-kejadian aneh yang kualami itu. Sepertinya Go Eunjoo tidak menyadari perubahan itu. Sikapnya masih sama saja seperti sebelumnya. Malah, sepertinya dia lebih nyaman dengan aku yang diam. Dia memang gadis yang berdarah dingin dan tidak ada ramah-ramahnya. Mana mungkin aku menyukai gadis seperti itu? Mustahil. Pasti tebakan Changmin itu salah. 
          Sayangnya, makin hari sikapku makin aneh. Bahkan aku sendiri tidak mengenali diriku. Suatu hari, saat jam istirahat, entah kenapa aku ingin ke perpustakaan. Hal yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Apa karena Go Eunjoo sering ke sana? Apa hubungannya?
 Setelah memasuki perpustakaan, aku melihat gadis itu duduk di tempat biasanya, dekat jendela kaca. Tapi, tunggu dulu. Kali ini dia tidak sendirian. Ada seorang namja yang duduk di depannya. Namja itu sedang memamerkan senyum mautnya pada Go Eunjoo. Siapa lagi kalau bukan playboy sialan sekolah ini. Shim Changmin! Apa yang dia lakukan di sana? Apa dia juga mencoba untuk menggoda Go Eunjoo? Sialan kau Changmin. Saat itu aku tidak bisa mengendalikan diri. Rasanya ada api yang membakar amarahku. aku sangat marah dan benci pada Shim Changmin.
          Tiba-tiba aku sudah menyambar lengan Changmin dan menyeretnya keluar dari perpustakaan.
“Hei, kau kenapa Kyu?” tanya Changmin. Dia tanya kenapa? Apa dia tidak sadar apa yang barusan dia lakukan? Masih tanya pula.
“Justru apa yang kau lakukan? Apa kau mencoba menggoda Go Eunjoo?” tanyaku penuh amarah.
“Calm down. Aku Cuma ingin bermain dengannya,” jawab Changmin dengan wajah tanpa dosa. Aku semakin kesal padanya.
“Apa kau bilang? Bermain? Belum cukupkah pacar-pacarmu itu, sampai kau menggoda Go Eunjoo?”
“Kyu, kau ini kenapa? Bukankah itu hal biasa aku menggoda seorang gadis?”
“Kau boleh menggoda gadis-gadis lain, tapi jangan coba-coba kau mengganggu Go Eunjoo!”

TO BE CONTINUED

Kamis, 13 September 2012

FanFict (Kyuhyun Super Junior)- WAITING FOR YOUR LOVE- PART 4


Awal musim gugur. Daun-daun mulai berguguran mengotori halaman sekolah. Membuatku harus menyapunya supaya bersih. Ya, gara-gara peristiwa tadi pagi, aku harus membersihkan halaman sekolah seusai jam pelajaran sebagai hukumannya. Sial! Gara-gara gadis yang tidak jelas asal usulnya itu. Siapa sih dia? Bahkan tidak ada yang menyadari keberadaannya. Semenjak sekolah dimulai di awal musim semi, sampai sekarang, aku baru sadar kalau dia ada di kelasku. Aku harus membuat perhitungan dengannya. Belum tahu dia siapa Cho Kyuhyun. Berani mencari masalah denganku? Tunggu saja akibatnya.
          “Teman, perlu bantuanku?” tiba-tiba Changmin sudah ada di dekatku. Entah dari kapan dia ada di sini? Aku terlalu sibuk memikirkan gadis itu.
          “Apa yang kau pikirkan sampai kau tidak sadar aku ada di sini? Pasti kau memikirkan gadis itu, kan?” tebak Changmin.
          “Aku benar-benar tidak habis pikir. Berani sekali dia berbuat seperti itu? Bahkan dia bukan orang penting di sekolah ini. Bahkan aku sampai tidak sadar kalau di kelas kita ada dia,” jelasku.
          “Kau benar, kawan. Aku bahkan tidak tahu namanya. Sepertinya dia jarang berbicara. Besok aku akan cari tahu tentang dia. Kau tenang saja.”
          “Mana Minho?” tanyaku pada Changmin.
          “Dia sedang latihan basket. Sebentar lagi kan ada pertandingan,” jawab Changmin. Minho memang kapten basket di sekolah kami. Meskipun anak mami, tapi dia jago olahraga. Mau basket, sepak bola ataupun atletik dia jagonya. Banyak sekali gadis yang mengaguminya.

          Keesokan harinya, gadis itu masuk ke kelas dengan wajah tanpa dosa. Bahkan dia sama sekali tidak berniat minta maaf padaku apalagi mohon ampun. Dia bahkan sama sekali tidak melihatku saat melewati mejaku, padahal aku sengaja terus menatapnya sejak dia memasuki kelas sampai dia duduk. Gadis ini benar-benar! Awas kau!
          Sepulang sekolah aku sengaja mengikutinya. Aku harus membuat perhitungan dengannya. Setelah keluar dari gerbang sekolah aku menarik tangannya dan membawanya ke tempat yang agak sepi.
“Lepaskan!” bentaknya sambil menghempaskan tangannya.
“hei, kau! Kau belum lupa dengan perbuatanmu kemarin kan? Kau sudah gila ya? Berani sekali kau berbuat seperti itu? Kau pikir kau siapa?” bentakku padanya. Bukannya takut, tapi gadis itu malah diam saja dan mengalihkan pandangannya.
“YA! Jawab pertanyaanku? Kau punya mulut kan?”
“Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Apa ada yang salah?” jawabnya dengan suara datar dan ekspresi wajah yang datar pula seolah-olah pertanyaannya adalah ‘ jam berapa sekarang?’. Benar-benar bertolak belakang denganku yang bicara nada tinggi dan ekspresi wajah emosi.
“Apa kau tahu siapa aku, hah?” tanyaku. Tapi gadis itu hanya diam dan melangkah pergi. Aku menahannya.
“Hei kau! Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?” tanyaku gusar.
Gadis itu tersenyum tipis mengejek sambil berkata, “Pentingkah itu?”
“Sebenarnya apa yang kau inginkan? Kau sengaja untuk menarik perhatianku, kan?”
“Kenapa aku harus melakukannya? Menurutmu apa kau pantas? Sebaiknya pikirkan dulu sebelum kau bicara,” kata gadis itu lalu melangkah pergi lagi.
“ YA! Aku belum selesai bicara!” teriakku sambil mengejar gadis itu. Tapi tiba-tiba ada yang menahanku. Changmin dan Minho.
“Sudah Kyu. Tidak ada gunanya bicara dengan gadis itu,” kata Changmin.
“Gadis ini benar-benar membuatku kesal. Kalau saja dia laki-laki, sudah kuhajar dia,” umpatku.
“Tapi dia perempuan. Kau tidak boleh memukulnya,” balas Minho.
“Ya, kau benar. Tapi dia benar-benar orang aneh,” kataku.
“Aku sudah mencari tahu tentang dia. Namanya Go Eunjoo. Dulu dia berasal dari kelas 2F, makanya kita jarang melihatnya. Kata anak-anak, dia sangat pendiam dan aneh. Dia bahkan tidak pernah berbicara dengan teman sekelasnya. Dan dia selalu menyendiri, ” jelas Changmin.
“Pantas saja kita tidak pernah sadar keberadaannya,” timpalku.
“Tapi dia cukup berani,” kata Minho sambil tersenyum.
“Sudah, lupakan saja dia. Ayo kita pulang. Perutku sudah lapar,” ajak Changmin. Aku hanya menganguk dan pulang mengikuti mereka. Tapi yang jelas aku tidak bisa melupakannya. Gadis itu benar-benar aneh.


Dua minggu semenjak kejadian itu pun berlalu. Aku sudah mulai melupakan gadis itu karena sibuk dengan ujian tengah semester. Tapi aku tidak pernah melupakan peristiwa itu. Tentu saja, gara-gara hal itu, pihak sekolah melaporkannya kepada oang tuaku. Mereka mengenal orang tuaku karena ayahku termasuk orang penting di bidang pendidikan. Tentu saja ayahku marah besar atas perbuatanku. Sebagai hukumannya, uang jajanku dipotong 50% selama dua bulan. Benar-benar gila. Aku tidak bisa apa-apa dengan separuh uang jajanku itu. Aku protes pada ayah. Dan dia akan memberi tambahan uang jajan kalau aku bersedia menjadi guru privat matematika dari anak temannya setelah ujian berakhir. Aku tidak punya pilihan lain.
Guru Kim memasuki kelas. Dia membawa setumpuk kertas. Pasti itu hasil ujian matematika kami.
“Baik anak-anak, hari ini saya akan membagikan hasil ujian matematika kalian. Sebelumnya saya akan umumkan siapa yang mendapat nilai tertinggi. Saya kagum sekali, karena selama bertahun-tahun mengajar, baru kali ini ada murid yang berhasil mendapatkan nilai sempurna,” jelas guru Kim panjang lebar.
Anak-anak mulai ribut. Mereka menduga-duga siapa orang itu. Dan semua anak menoleh ke arahku, yakin pasti aku yang mendapatkannya. Aku juga yakin, pasti aku yang mendapat nilai tertinggi. Tapi, sepertinya kemarin ada soal yang tidak sempurna kukerjakan. Ah, tapi entahlah. Mungkin itu sudah benar. Aku tersenyum penuh keyakinan. Tapi tiba-tiba...
“Go Eunjoo. Dialah yang berhasil mendapatkan nilai sempurna. Selamat Go eunjoo. Saya bangga sekali,” kata guru Kim dengan tersenyum lebar.
APA???? Go Eunjoo? Gadis menyebalkan itu mengalahkanku dalam ujian matematika? Yang benar saja. Saat itu harga diriku bagaikan jatuh dan masuk ke dalam perut bumi. Seorang Cho Kyuhyun, si jenius matematika dikalahkan oleh gadis yang tidak jelas asal usulnya dalam ujian matematika???
Setelah kuterima hasil ujianku, ternyata nilaiku 99. Hanya terpaut 1 poin dengan gadis itu. Benar-benar menyebalkan. Kalau yang mendapat nilai sempurna itu Changmin atau Minho, Aku masih bisa terima. Tapi ini??? Benar-benar sulit dipercaya.
“Hei Kyu. Ternyata selain aneh, gadis itu pintar juga ya,” kata Changmin yang duduk di depanku. Aku makin kesal. Tapi benar juga katanya. Orang yang bisa mendapat niali 100 pada ujian guru Kim adalah orang yang benar-benar hebat. Daebak!
Pelajaran matematika pun berlangsung. Seperti biasa guru Kim memberi soal latihan di papan tulis. Bagiku, soal itu sangat mudah. Dalam sekejap, aku sudah menyelesaikannya.
“Ok anak-anak. Saya akan menunjuk seseorang untuk mengerjakan soal di papan tulis ini. Go Eunjoo? Kerjakan soal di depan ini,” perintah guru Kim pada Go Eunjoo. Tapi, tidak ada respon. Aku menengok ke belakang untuk melihatnya. Gadis itu hanya diam saja dan menatap ke depan. Tentu saja, ekspresi wajahnya datar.
“Go Enjoo, ayo kerjakan soal ini,” ulang guru Kim.
“Aku tidak mau,” jawab gadis itu tiba-tiba. Aku kaget sekali.
“Apa kau bilang?” tanya guru Kim yang terkejut juga.
“Aku tidak mau,” jawab gadis itu lagi. Ekspresi wajahnya masih tetap datar.
“Kenapa kau tidak mau?”tanya guru Kim mulai marah.
“Karena aku tidak bisa,” jawab Eunjoo.
“Kau tidak bisa?”
“Ya, aku tidak bisa mengerjakan soal itu.”
“Berani sekali kau mengatakan hal seperti itu pada gurumu?” kata guru Kim marah.
Gadis itu malah menarik nafas lalu berkata,”aku benar-benar tidak bisa mengerjakannya dan aku tidak mau mengerjakannya!” Lalu gadis itu pun berdiri dan meninggalkan kelas.
Apa? Seseorang yang mendapat nilai 100 dalam ujian guru Kim tidak bisa mengerjakan soal semudah itu? Yang benar saja. Gadis itu benar-benar gila. Untuk meredakan amarah guru Kim aku menawarkan diri untuk mengerjakan soal itu.
“Guru, biar aku saja yang mengerjakannya,” tawarku.
“Ya, kau saja Cho Kyuhyun, yang mengerjakannya,” jawab guru Kim.
Aku pun maju ke depan sambil masih terus berpikir tingkah aneh gadis bernama Go Eunjoo itu. Ini benar-benar sulit dipecahkan. Bahkan lebih sulit dari soal matematika sesulit apapun.

“Kyu, besok main starcraft di rumahku. Minho sudah ijin dengan ibunya. Pasti menyenangkan,” ajak Changmin sepulang sekolah.
“Aaah, sayang sekali. Aku tidak bisa. Besok aku mulai mengajar les,” jawabku penuh penyesalan.
“Yah, jadi setiap hari minggu kau tidak bisa main dengan kami?” tanya Minho.
“Begitulah. Samapi hukuman ini berakhir,” kataku lemas.
“Siapa yang akan kau ajar?” tanya Changmin.
“Dia anak teman ayahku. Aku juga belum pernah bertemu dengannya. Katanya dia juga kelas 3 SMA seperti kita.”
“Yeoja atau namja?” tanya Changmin.
“Entahlah. Aku tidak peduli.”

Hari minggu aku datang ke rumah teman ayahku. Rumahnya sangat besar dan megah. Bernuansa klasik tapi bergaya modern. Mungkin kalian bingung membayangkannya. Aku sendiri juga bingung menggambarkannya. Sudahlah, lupakan. Anggap saja rumahnya seperti di drama-drama korea yang tokohnya kaya raya. Setelah masuk, seorang wanita setengah baya mempersilahkanku masuk ke suatu ruangan. Sepertinya perpustakaan, karena di dalamnya terdapat rak-rak yang penuh dengan buku. Bukunya bermacam-macam, mulai dari buku ilmiah, biografi, bisnis, sampai fiksi bahkan sastra klasik juga ada. Wah, mungkin paman Go-teman ayahku ini adalah seorang kutu buku. Atau ini hanya pelengkap rumah mewahnya saja? Setahuku dia adalah pengusaha minuman khas korea dan perusahaannya adalah yang terbesar di korea. Pantas saja dia kaya raya. Mungkin di sini aku akan mendapat banyak uang. Paman Go adalah orang yang baik. Pasti dia akan royal padaku.hehe
Aku duduk di salah satu kursi yang mengelilingi sebuah meja panjang di tengah ruangan. Mungkin ini adalah tempat untuk membaca buku-buku itu. Mmm, seperti apa anaknya ya? Yeoja atau namja kah? Kalau yeoja, dia pasti tuan putri yang manja dan banyak tingkah. Kalo namja, pasti dia sangat sombong dan sok. Benar-benar menyebalkan. Ayahku tega sekali. Memberi hukuman seperti ini.
Saat aku sedang sibuk berpikir tentang anak yang akan kuajar, tiba-tiba pintu terbuka dan seorang gadis berambut panjang masuk. Tunggu dulu. Sepertinya aku kenal gadis itu. Gadis yang berekspresi datar dengan tatapan mata yang tajam. Siapa lagi kalau bukan Go Eunjoo?? Tidak mungkin. Pasti aku salah lihat. Gara-gara aku kesal padanya sampai-sampai aku berhalusinasi tentangnya. Tidak mungkin. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Tapi, sepertinya aku tidak berhalusinasi. Memang Go Eunjoo yang berdiri di sana. Jadi, anak paman Go adalah Go Eunjoo? Gadis itu juga sama terkejutnya denganku. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung berbalik meninggalkan ruangan itu.
“Tttuunggu!” kataku tergagap-gagap karena otakku masih belum bisa berpikir dengan benar. Kemudian aku mengikuti gadis itu. Dia masuk ke suatu ruangan tidak jauh dari sana dan menutup pintunya sehingga aku tidak bisa ikut masuk. Tapi aku bisa mendengar suara gadis itu dari luar.
“Apa maksud ayah?” tanya gadis itu. Sepertinya pada paman Go.
“Memangnya ada apa?” tanya balik paman Go.
“Yang kuminta adalah guru matematika yang handal dan profesional. Bukan namja amatiran seperti dia?” protesnya.
APA??? Namja amatiran? Aku? Gadis ini benar-benar kurang ajar. Awas kau ya!
“Menurut ayah tidak ada guru yang lebih baik dari Cho Kyuhyun. Dia kan juara olimpiade matematika. Dia sangat pandai. Dan dia seumuran denganmu. Jadi, kau akan lebih nyaman belajar dengannya,” jelas paman Go. Paman Go memang yang terbaik. Perdebatan pun masih berlangsung dan paman Go terus membelaku. Sebaiknya aku segera kembali ke ruangan tadi sebelum gadis itu membuka pintu dan memergokiku sedang menguping.
          Aku duduk kembali di ruangan yang mirip perpustakaan tadi. Bagaimana bisa seorang Go Eunjoo yang mendapat nilai 100 pada ujian guru Kim masih butuh les matematika? Ini benar-benar aneh. Tiba-tiba go Eunjoo masuk dan duduk di hadapanku dengan wajah ditekuk.
“Seseorang yang mendapat nilai sempurna pada ujian guru Kim meminta diajari matematika? Apa tidak salah?” tanyaku keheranan. Tapi gadis itu hanya diam saja dan mulai membuka bukunya.
“Hei, Go Eunjoo, aku bertanya padamu?” tanyaku lagi.
“Ayo, mulai belajar,” katanya tanpa menatapku.
“Nilaimu kan lebih besar dari nilaiku. Bagaimana mungkin aku mengajarimu matematika? Ini tidak masuk akal,” tanyaku frustasi.
Gadis itu menghela nafas lalu berkata,”Nilaiku memang 100, tetapi aku tidak mengerti apa yang kutulis.”
“Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti,” tanyaku bingung.
“Aku menghafalnya,” jawabnya datar.
“APAAA??? Kau menghafal matematika?” tanyaku terkejut. Apa tadi dia bilang? Menghafal matematika? Ini benar-benar gila. Gadis itu menghafal matematika?? Kalau misalnya menghafal biologi, sejarah, aku masih bisa terima. Tapi ini matematika? Yang benar saja!
“Memangnya kenapa?” tanyanya seolah-olah apa yang dikatakannya adalah hal yang wajar.
“Kenapa?? Hei, kau sudah gila ya? Bagaimana bisa kau menghafal matematika? Lagi pula, dari mana kau tahu jawaban ujiannya guru Kim? Dari mana kau mendapatkannya?” tanyaku bertubi-tubi.
Gadis itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah salah satu rak buku. Dia mengambil sebuah buku yang sangat besar dan tebal. Buku itu sepertinya cukup tua. Dia membuka salah satu halaman buku itu dan menyerahkannya padaku. Kejutan apa lagi ini? Hari ini dia sudah membuatku terkejut dua kali. Kalau ini yang ketiga kalinya, mungkin aku akan gila.
“Semua soal dan jawaban ujian guru Kim ada di sana,” katanya.
Aku membaca buku itu dan benar juga. Semua soal guru Kim ada di sana beserta jawabannya. Buku itu dalam bahasa inggris.
“Benar juga. Pantas saja soalnya sulit dipecahkan. Ini memang bukan level anak SMA. Tapi, dari mana kau mendapatkan buku ini?” tanyaku padanya.
“Entahlah. Setahuku buku itu sudah ada di sana sejak dulu. Awalnya aku tidak sengaja membacanya. Kemudian aku menemukan materi yang mirip dengan bahan ujian. Makanya kuhafal,” jelasnya. Otak warasku masih belum bisa menerima semua ini. Ini benar-benar tidak masuk akal.
Kami pun mulai belajar. Tapi aku masih belum percaya. Selama ini Go Eunjoo menghafal matematika? Mustahil.
“Selama ini kau menghafal matematika? Kau benar-benar menghafalnya?” tanyaku tiba-tiba di tengah pelajaran kami.
Gadis itu menghela nafas kesal. Kemudian dia bertanya,”Jelaskan apa itu faktor?”
“Apa? Kau tidak tahu faktor? Kau ini bertanya karena tidak tahu atau hanya mengetesku?” tanyaku heran.
“kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya,” jawabnya.
“Jadi, selama ini kau benar-benar menghafalnya?” tanyaku lagi. Dan kali ini sepertinya dia sudah kehilangan kesabaran. Go Eunjoo tiba-tiba membanting pensil yang dipegangnya lalu berdiri.
“Kau ini mau mengajariku tidak? Kalau tidak mau sebaiknya kau pergi dari sini. Aku tidak butuh guru sepertimu!” katanya dengan nada tinggi. Sepertinya dia sangat marah.

Sabtu, 01 September 2012

FanFict (Kyuhyun Super Junior)- WAITING FOR YOUR LOVE- PART 3

Minho sepertinya sudah selesai menelepon. Dia datang menghampiri aku dan Changmin. Mukanya kesal sekali.
"Kapan aku bisa  hidup bebas?" desah Minho.
"Itu tandanya ibumu sangat menyayangimu. Hahaaha," ejek Changmin.
"Sial kau!" umpat Minho. Aku hanya tertawa melihatnya. Kasihan Minho. Tiba-tiba ponsel Changmin bergetar. Ada telepon masuk.
"Halo!" jawabnya.
"(jawaban dari sana)"
"Hai jessica sayang."
" (jawaban dari sana)"
"oh, maksudku Yuna. AKu cuma bercanda. masak aku tidak mengenalimu, sayang."
"(jawaban dari sana)"
"Apa? Kau Tiffany? Biyan..Biyan. Habis suaramu mirip Yuna." Hahaha. pasti Changmin kebingungan mengingat nama pacarnya saking banyaknya. Dasar!
" Kebetulan sekali, tadi aku sedang memikirkanmu," jawab Changmin mulai mengeluarkan aksinya. Sumpah, rasanya aku ingin mengeluarkan makanan yang kumakan tadi pagi. Kulirik Minho dan dia menjulurkan lidahnya seolah-olah mau muntah. Changmin terus menggombali pacarnnya itu sampai bel masuk berbunyi.
"Sayang, bel masuk udah bunyi.Benar-benar menyebalkan aku harus memutuskan telepon ini. Aku pasti akan terus merindukanmu sepanjang jam pelajaran," kata Changmin di teleponnya.
 Aku benar-benar tidak tahan. Kupukul kepala si playboy itu dengan buku. Changmin mengaduh tanpa suara sambil memberi isyarat padaku untuk diam.

Jam pertama matematika. Setelah guru masuk, kami semua mengumpulkan PR. Aku melirik Sungmin dengan tatapan mengancam. Sungmin menunduk sepertinya ketakutan. Aku tersenyum mengejek. Mudah sekali menakut-nakuti orang bodoh itu. Guru Kim sedang menerangkan materi baru. Hmm, mudah sekali. Perlu diketahui bahwa aku orangnya malas belajar apa lagi membaca. Tapi aku mudah memahami materi. Aku sering mengotak-ngatik soal matematika sendiri dengan logikaku tanpa membaca buku. Hal itu sudah cukup membuatku memahami semua materi yang ada. Kulirik Sungmin. Sungmin, bersiaplah menerima pembalasanku. kukerjai kau! Kulihat guru Kim sedang menulis soal latihan.
"Ok, siapa yang mau mengerjakan soal nomor 1?" tanya guru Kim pada kami. Dengan percaya diri kuangkat tanganku.
"Ya, Cho Kyuhyun. Coba kerjakan." Aku pun maju ke depan lalu dengan mudahnya kukerjakan soal itu. Masih ada 1 soal lagi.
"Bagus Cho Kyuhyun. Jawabanmu sempurna," puji guru Kim.
"Guru, bolehkah saya menunjuk seseorang untuk mengerjakan soal yang terakhir?" tanyaku.
"Tentu saja. Siapa yang ingin kau tunjuk?"
" Lee Sungmin," kataku sambil menatapnya tajam. Aku yakin, si bodoh itu pasti kesulitan mengerjakan soal itu.
"Sungmin, cepat kerjakan soal ini," kata guru Kim. Sungmin maju ke depan dengan wajah ketakutan. Seperti dugaanku, dia tidak bisa mengerjakan soal itu. Tentu saja guru Kim marah.
"Ini kan tidak sulit. Kenapa kau tidak bisa mengerjakannya? kau tidak boleh duduk sebelum kau bisa mengerjakan soal ini dengan benar!" perintah guru Kim.
Sungmin terkejut kemudian melihatku. Aku tersenyum penuh kemenangan. Aku menatapnya seolah-olah berkata "Itulah akibatnya jika berani macam-macam denganku."
"Kau kejam sekali Kyu," kata Minho.
"Aku hanya ingin menunjukkan padanya dengan siapa lawannya," jawabku enteng. "Kau sedang apa?" tanyaku pada Minho yang dari tadi sibuk dengan ponselnya.
"Ibuku benar-benar gila. Tidak tahu apa aku sedang sekolah. Masih menelepon terus. Menyebalkan!" umpat Minho.
"Ibumu memang tiada duanya," ejekku.
"Kalian ngomongin apa sih?" tanya Changmin penasaran yang duduk di depanku. Tapi naas bagi Changmin. Baru nengok sebentar sudah ditegur sama guru Kim.
"Shim Changmin! Apa yang kau lakukan?" teriak guru Kim pada Changmin.
hihihihi.. aku dan Minho tertawa.
Pelajaran pun berakhir. Aku menghampiri Sungmin lalu berkata,"Kau tahu kan akibatnya jika melawanku? Besok jangan lupa kerjakan PR ku kalau tidak ingin kupermalukan lagi!"


BRAAAK!!! Aku membanting buku PR matematikaku di meja Sungmin.
"YA! Lee Sungmin! Kau ingin menghancurkan nilaiku ya?!" bentakku pada Sungmin.
"Memangnya ada apa? Aku sudah mengerjakan semua PR mu," jawabnya.
" Kau tahu, semua yang kau kerjakan ini tidak ada yang benar. Kau ini tidak punya otak apa kau sengaja ingin melawanku, ha?"
"Maaf, aku tidak mengerti dengan soalnya. Kalau tidak percaya, kau bisa lihat PR ku."
"Tidak perlu. Cepat kerjakan lagi yang benar!" perintahku.
"JANGAN KERJAKAN!" tiba-tiba si gendut Shindong melarang Sungmin. "Hey, Cho Kyuhyun! Kalau kau merasa pintar, kerjakan saja sendiri PR mu! Jangan cuma bisa menyuruh Sungmin!"
"Kau berani melawanku?" tantangku pada Shindong. Semua murid yang ada di dalam kelas melihat peristiwa ini, termasuk Minho dan Changmin yang berdiri di belakangku.
"Shindong-ah, ini bukan urusanmu. Sebaiknya kau menyingkir," nasehat Minho pada Shindong.
"Bukan urusanku? Sungmin adalah temanku dan aku sudah muak dengan kelakuan si brengsek ini!!" bentak Shindong.
"Shindong, sudahlah!" rengek Sungmin.
"Apa kau bilang? kau bilang aku apa, ha?" bentakku pada Shindong sambil mencengkeram kerah bajunya.
" Kau brengsek, sialan!!"
Telingaku panas. Aku sudah siap untuk mengangkat tanganku dan memukul Shindong ketika ada suara guru Kim berteriak.
"Ada apa ini ramai-ramai?" teriak guru Kim. Aku melepaskan cengkeramanku pada Shindong. Guru Kim yang melihat kami berhadap-hadapan dengan wajah memerah karena marah bertanya.
"Kenapa kalian? Kenapa kalian bertengkar?" tanyanya. Semua orang diam tidak ada yang menjawab. Inilah kekuasaanku.
"Shindong-ah, bukannya aku tidak mau meminjamimu PR matematika. Aku hanya ingin kau belajar dengan baik. Maaf, guru Kim. Kami tidak bermaksud bertengkar. Ini hanya sedikit salah paham," jelasku dengan suara yang lemah lembut.
"Apa? meminjam PR?" tanya guru Kim.
"Tidak guru. Ceritanya tidak seperti itu. Kyuhyun lah yang memulai masalah. Dia..." Shindong menjelaskan, namu kupotong. "Shindong-ah. Aku tahu kau marah padaku. Tapi, aku mohon jangan seperti itu."
"Kau ini sudah salah masih berbohong. Shindong, kau dihukum! Ikut aku ke kantor sekarang. Yang lain kembali ke tempat masing-masing dan belajar.
Aku tersenyum tipis dan menatap Shindong dengan tatapan mengejek. Aku melirik kedua sahabatku. Minho tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Changmin mengacungkan jempolnya dan mulutnya berkata "bravo" tanpa suara. Tetapi tiba-tiba...
"Dia tidak berbohong." Aku kaget dan mencari asal suara gadis itu.
"Cho kyuhyun yang berbohong," kata gadis itu lagi. Suara tersebut berasal dari gadis yang duduk di bangku belakang. Tunggu dulu! Sepertinya gadis itu tidak asing. Bukan karena dia sekelas denganku. Aku bahkan baru sadar kalau ada dia di kelas ini.
"Dia memaksa Sungmin untuk mengerjakan PR nya dan Shindong hanya ingin membela Sungmin," jelas gadis itu. Ya, aku ingat. Dia gadis yang ada di taman kemarin. Yang lewat saat aku melempar kotak makan Shindong. Berani sekali dia. mau cari gara-gara, apa?
"Benarkah seperti itu kejadiannya?" tanya guru Kim.
"Benar. Semua orang di kelas ini melihatnya. Mereka tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena takut pada Cho Kyuhyun. Benar kan?"
Aiish. Gadis ini benar-benar. Aku melotot ke arahnya, tapi dia malah menatapku dengan penuh kemenangan. Kulihat anak-anak yang ada di kelas itu dan semuanya mengangguk membenarkan kata-katanya. Aku sangat terkejut sampai tidak bisa berkata apa-apa bahkan untuk membela diriku. Sungguh, ini di luar dugaanku. Aku menatap kedua sahabatku dengan tatapan memohon pertolongan. Tapi mereka hanya bisa menggelengkan kepala, prihatin. Matilah aku!