Minggu, 31 Maret 2013

BANJIR BANDANG-BOGOR-25 MARET 2013 - Part 2

Kemarin baru menceritakan kisah penguni kost HR yang berjuang untuk menyelamatkan diri. Sekarang kita akan melanjutkan kisah mereka. Kali ini bukan untuk menyelamatkan diri, namun untuk menyelamatkan kamar dan barang-barang mereka yang masih bisa diselamatkan. Ini jauh lebih susah dan rumit dari menyelamatkan diri.

Setelah semalaman menginap di rumah ibu kost, tiba saatnya bagi anak-anak kost HR untuk kembali ke kost tercinta yang entah sekarang sudah jadi apa. Selama dalam perjalanan mereka berusaha menguatkan diri untuk melihat akibat yang ditimbulkan oleh tamu tak diundang (read: banjir) semalam. Sesampainya di kosan, ternyata kondisinya tidak seperti yang mereka bayangkan. Ternyata kosan mereka...... Jauuuuuuuhhhh lebih paraaaahh dari yang mereka bayangkan. Sampah dan lumpur pun telah mengubur halaman kosan. Saat memasuki kosan, lantai keramik yang berwarna putih pun hilang, digantikan oleh lumpur dan sisa-sisa air banjir. COKELAT GELAP. Bahkan beberapa ubin pun terlepas terseret banjir. Sepanjang jalan lorong kos menuju kamar masing-masing, beberapa dari mereka masih menemukan barang mereka yang hanyut dan hijrah ke tempat lain dengan kondisi yang mengenaskan------> berlumuran lumpur.

Beberapa orang sudah memulai membersihkan kamar masing-masing. Sungguh tragis, karena air tidak hanya menggenangi kamar, namun ketinggiannya telah merendam lemari berserta isinya, rak-rak buku, tempat tidur, bahkan kasur pun tidak luput dari sentuhan air banjir. Makanan, gula, teh maupun beras tidak ada yang selamat. Bahkan kulkas dua pintu yang segitu gedenya dan isinya overload pun roboh diterjang banjir. Galon-galon aqua pun tersebar di mana-mana terseret banjir. Yang paling parah adalah buku-buku yang diterjang banjir berhamburan, terdampar, tersesat dan tersarang di mana-mana. Bahkan di salah satu depan kamar, ada kira-kira 10 pasang sepatu yang teronggok tak berdaya, menanti tuannya menyelamatkannya. Namun, sayang tuannya tak kunjung datang dan nasib mereka pun berakhir di tong sampah. 

Semua barang yang masih bisa diselamatkan pun di kumpulkan terlebih dahulu. Semua yang ada di kamar dikeluarkan untuk mempermudah proses pengusiran lumpur. Semuanya bekerja ekstra keras untuk bisa membersihkan tempat tinggal mereka. Yang paling menyedihkan adalah beberapa dari mereka ada yang tidak memiliki baju termasuk u* karena terendam banjir bersama lemari. Bahkan buku-buku penting yang disimpan di rak bukupun tak selamat. Novel-novel fiksi yang sangat tebal, buku kuliah semuanya diselimuti oleh lumpur dan basah. Seharian penuh sampai petang mereka masih bekerja. Karena sudah malam, mereka menyudahi dulu pekerjaan mereka. Tapi itu pun baru sekitar 50%. Kamar pun belum siap ditempati lagi karena air masih terus merembes dari tanah dan membasahi lantai merkipun sudah dipel berkali-kali. kasur pun ada yang belum sempat dijemur. Yang paling menyedihkan adalah sumber air menjadi keruh. Ada yang mengungsi mandi, ada pula yang pasrah mandi dengan air keruh tersebut. Malam harinya, mereka memutuskan untuk tidur bersama-sama di ruang tamu menggunakan kasur yang sudah kering seadanya. Akhirnya mereka tidur berdempet-dempet kayak ikan pindang di dalam panci. 

Hari kedua jadwal bersih-bersih mereka adalah mengepel lantai (tentu saja masih beberapa kali lagi sampai benar-benar bersih), dan mencuci dan menjemur barang-barang yang masih bisa terselamatkan. Itupun dilakukan seharian penuh tanpa istirahat. Hal tersebut masih berlangsung sampai hari rabu. Baru hari kamis, semuanya kembali normal, sekitar 90%., karena ubin-ubin yang pecah dan terlepas belum diperbaiki. Namun, mereka sudah bisa menempati kamar masing-masing dengan kondisi seperti semula. 

Saat ini, hari Minggu, tepat satu minggu pasca banjir, kondisi kosan telah normal kembali. Memang, trauma itu masih ada. Setiap hujan, semuanya cemas dan bolak balik menengok sungai takut banjir datang lagi. Asal muasal banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya itu adalah di kawasan Cibadoneng, ada yang membangun jembatan dengan menyempitkan badan sungai selebar 6 meter untuk membuat fondasi. Akibatnya, air yang mengalir deras karena hujan lebat, terhambat dan tersumbat karena penyempitan badan sungai tersebut, sehingga air meluap ke mana-mana. Semua pemilik kost di wilayah perwira pun mengadakan protes dan meminta jembatan tersebut di bongkar dan sungai dikembalikan seperti semula.

Begitulah kisah banjir bandang yang melanda kawasan Perwira-Dramaga Bogor. Anggaplah itu sebagai pengalaman pahit sekaligus berharga, karena selama ini mereka hanya melihat banjir di tv, namun sekarang mereka bisa merasakannya langsung tanpa harus melihat di tv.  Mungkin ini juga lagi rejekinya tukang laundry. Karena semua barang yang terkena banjir langsung dimasukin ke tukang laundry karena mereka sudah tidak sanggup lagi mencucinya. Alhasil tukang laundry menjadi kelarisan karena setiap orang hampir melaundry sebanyak 20 kilo-an. Siapa tahu juga itu bisa menjadi kisah menarik buat anak cucu mereka nanti. O iya, ada yang ketinggalan. TV pun tidak dapat menyala karena terendam banjir. Alhasil mereka sekarang tidak dapat menonton tv.

Rabu, 27 Maret 2013

BANJIR BANDANG-BOGOR-25 MARET 2013

Banjir yang tak disangka-sangka, tak di nyana-nyana ini tiba-tiba datang begitu saja bak tamu tak di undang di daerah Perwira, Dramaga, Bogor pada Senin 25 Maret pukul 00.30 dini hari. Siapa yang mengira kalau sungai kecil di kawasan tersebut yang biasanya tak pernah terisi lebih dari setengahnya tiba-tiba meluap sampai menenggelamkan semua rumah di kawasan Lingkar Perwira dan sekitarnya. 

Peristiwa tersebut berawal dari hujan deras yang mengguyur Bogor pada sore hari. Namun menjelang malam, hujan tersebut berhenti, hanya menjadi rintik-rintik gerimis. Kemudian pukul 23.00 hujan deras kembali mengguyur selama kurang lebih 1 jam. Tidak ada yang membayangkan maupun menyangka bahwa hujan tersebut akan mengakibatkan banjir karena selama ini tidak pernah terjadi peristiwa banjir di daerah tersebut meskipun hujan terus mengguyur selama seminggu. Sedangkan hujan hari itu hanya berlangsung beberapa jam. Tiba-tiba saja air sudah meluap sampai ke jalan dan mulai memasuki rumah-rumah maupun kost di saat semua orang sedang terlelap. Berikut adalah kisah memilukan penghuni salah satu kost-kostan di daerah tersebut.

Jam 00.00, dua orang penghuni kosan HR (AR & AH) yang terletak paling dekat dengan sungai, baru saja pulang dari menghadiri suatu acara di kampus. Pada saat itu memang masih hujan, namun belum ada tanda apa-apa akan datangnya banjir. Mereka pun dengan santainya bersiap-siap untuk tidur. Bahkan AR pun masih sempat berfoto-foto di kamarnya yang terletak paling depan. KK, yang sedang berselancar di salah satu media sosial online, membaca bahwa di kawasan tersebut sedang terjadi banjir. Kemudian dia menengok ke luar dan ternyata air sudah menggenangi halaman mereka dan mulai memasuki teras. Dia pun panik kemudian berteriak "BANJIR!! BANJIR!!" Sebagian yang masih belum tidur  (R yang sedang mengirim email tugas, AR dan AH yang bersiap tidur) segera keluar kamar dan mengecek apa yang terjadi. Sebagian yang sudah tertidur pun ikut terbangun, namun ada juga YANG masih lelap dalam tidurnya. Semua panik dan berteriak banjir....banjir... berharap yang tertidur segera terbangun. AY yang masih di kamar sedang bersiap-siap tidur merasa tidak percaya akan teriakan itu. Akhirnya dia pun membuka jendela kamarnya dan air sudah menggenang di bawah jendelanya. AY pun keluar kamar dan melihat sungai sudah sangat tinggi, bahkan air sudah mulai keluar dari lubang pembuangan di kamar mandi. Ternyata air sudah memasuki kostan bagian depan. Semua orang panik dan mencoba menghalangi air itu dengan beberapa kain, berharap air akan tertahan dan tidak bertambah. Namun, semuanya sia-sia. Air semakin cepat memasuki rumah dari semua lubang yang ada di rumah. Bahkan air mengucur dari bawah ubin seperti air mancur, sampai mampu mengangkat ubin. 

N yang baru terbangun masih linglung dan lupa arti banjir. RR yang tidur  pulas, sangat panik setelah dibangunkan, sempat terpeleset di depan kamar R saking paniknya. Semua orang panik, tidak tahu apa yang harus dilakukan, akhirnya hanya mondar mandir kebingungan. Sadar akan kecepatan air yang tidak bisa ditoleransi lagi, akhirnya RR yang sudah menemukan kesadarannya kembali, memberi komando untuk segera keluar dari kostan dan mengungsi di tempat yang lebih aman. Semua pun segera kembali ke kamar masing-masing, meyelamatkan barang yang terlihat, teringat, dan dianggap penting serta berkemas dengan membawa nyawa para mahasiswa-LAPTOP & HP +charger (tanpa charger bagaikan Romeo tanpa Juliet---> ga ada ceritanya). 

Akan tetapi, yang namanya orang sedang panik, ada saja barang yang ketinggalan. Yang sudah keluar kamar, masuk lagi. Yang masuk lagi, ga keluar-keluar. Semuanya hanya mondar mandir keluar-masuk kamar selama kurang lebih 15 menit. Sesampainya di dekat pintu, semuanya panik mencari sandal atau sepatu yang bisa dipakai. Tapi sia-sia, selain ruang tamu sedang gelap, sandal dan sepatu pun sudah berlayar bersama aliran banjir yang deras. Pasrah, akhirnya memakai alas kaki apapun yang didapat dan segera bisa dipakai. Tragis, pintu pun tidak dapat dibuka karena air yang di luar lebih tinggi dari yang di dalam. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk keluar lewat pintu sebelah. Dengan tendangan keras dari RR, pintu pun terbuka. Tapi, belum sempat mereka keluar, tempat samaph yang tingginya nyaris 1 meter malah masuk duluan menghalangi jalan keluar. Setelah mempersilahkan tong sampah masuk, akhirnya mereka pun keluar. Ternyata air di luar sudah setinggi perut orang dewasa. T, yang memakai rok, merasa tidak nyaman sehingga dia memutuskan kembali lagi ke rumah untuk memakai celana, sehingga dia pun agak ketinggalan. 

Di jalan, air sudah di atas perut orang dewasa. Bahkan pegangan jembatan pun sudah tenggelam tak terlihat. Mereka pun menyeberang mengarungi banjir bersama-sama dengan sepenuh hati. W ketakutan dan menangis sepanjang jalan sambil berpegangan dengan G. KK yang ketakutan juga memeluk R, sehingga mereka malah kesulitan jalan. Dengan bantuan salah seorang penduduk, mereka pun berhasil menyeberangi jembatan yang tak terlihat. Akhirnya, sampailah mereka ke tempat yang lebih tinggi. Satu masalah selesai. Namun, muncul masalah baru. Mau ke manakah mereka di tengah malam begini, hujan dan dalam kondisi basah kuyup? Semua orang yang tidak terkena banjir sedang terlelap dan tak tahu akan adanya banjir. Mereka pun memutuskan untuk ke pak RT. Beruntung, pak RT mendengar teriakan memilukan mereka dan mempersilahkan mereka masuk ke rumahnya. Sesampainya di rumah pak RT, semua orang segera menelepon keluarga masing-masing. AH yang tadi tabah, tiba tiba menangis. AR yang panik, ternyata mengenakan sepatu yang tidak sepasang, satu berwarna abu-abu, satunya lagi entah warna apa. AY kehilangan kesadaran hp nya karena terkena air banjir saat menyeberang. Semuanya sibuk dengan kepanikan, kesedihan dan kedinginan.

Untunglah setengah jam kemudian, ibu kost mereka datang dan menjemput mereka untuk mengungsi di tempatnya. Akhirnya mereka mendapat tempat untuk tidur yang nyaman, baju ganti, dan yang paling penting adalah makanan. Mereka pun beristirahat dengan tenang malam itu di rumah ibu kost.

TO BE CONTINUED.....