Jumat, 26 Oktober 2012

FanFict (Kyuhyun Super Junior)- WAITING FOR YOUR LOVE- PART 6


“Kau boleh menggoda gadis-gadis lain, tapi jangan coba-coba kau mengganggu Go Eunjoo!”
“Hei, kenapa kau yang marah?” tanya Changmin sambil tertawa kecil. Saat itu pula aku baru sadar apa yang telah kulakukan. Astaga, apa yang kulakukan? Benar kata Changmin. Kenapa aku marah melihat Changmin menggoda Go Eunjoo? Ada apa lagi denganku??
“eh, biyan. Aku..aku sendiri tidak tahu kenapa aku seperti ini,” jawabku penuh kebingungan.
“Kau tidak perlu bingung. Sudah jelas, kau menyukai gadis itu. Kau cemburu kan, melihatku menggodanya?”
Aku cemburu? Tidak mungkin. Mana mungkin aku cemburu? Tapi, mengingat yang barusan aku lakukan...
“Kyu, mungkin ini adalah pertama kalinya bagimu, makanya kau sulit menerimanya. Sebaiknya kau cari tahu sendiri akan perasaanmu itu. Sebelum kau berbuat sesuatu yang lebih membahayakan lagi..hehe,” nasehat Changmin, tentu saja sambil mengejek.
         

          Aku terus memikirkan apa yang terjadi padaku. Kenapa aku bisa marah melihat Changmin menggoda Go Eunjoo? Padahal biasanya aku tidak pernah peduli. Apa aku cemburu? Apakah aku benar-benar menyukai gadis itu? Tapi apa alasannya? Dia jauh dari kriteria gadis yang kuinginkan. Dia tidak secantik Girls Generation, dia juga sangat dingin, tidak ada ramah-ramahnya. Jangankan bersikap ramah, senyum saja dia tidak pernah. Lantas, apa alasanku bisa menyukainya? Makanya, tidak mungkin aku menyukainya. Mustahil!
         Di sekolah, di rumah maupun di rumah Changmin aku sering melamun. Memikirkan kenapa aku bisa menyukai Go Eunjoo? Aku butuh alasan yang logis dan masuk akal, baru aku bisa mengakui perasannku. Tapi apa?
“Kenapa sekarang dia jadi pendiam?” tanya Minho pada Changmin. Aku mendengarnya, tapi aku malas menyahut. Masalah itu sekarang membuatku malas berbicara, apalagi mengganggu Sungmin dan kawan-kawan.
“Biarkan saja. Dia sedang mencari tahu tentang perasaannya,” jawab Changmin enteng.
          Saat ini kami sedang berada di rumah Changmin. Kami sedang mengerjakan  tugas sekolah. Tugasnya benar-benar aneh dan membuat pusing. Apa lagi sekarag aku lagi malas berpikir.
“Pertanyaan macam apa ini? Masak setiap jawaban mesti ada alasannya?” protes Changmin.
“Kalau seperti ini, sekalian saja soalnya “kenapa 1+1 sama dengan 2?” timpal Minho yang juga kesal.
“Kyu, kenapa kau diam saja? Kau punya ide tidak?” tanya Minho padaku yang dari tadi diam.
“Ahh, tanya saja Changmin.Biasanya dia kan punya 1001 alasan buat ngeles-in pacar-pacarnya,” jawabku malas-malasan.
“Ya, tapi ini pelajaran fisika. Bukan pelajaran menggombali pacar,” bela Changmin.
“Aku benar-benar frustasi. Dari dulu aku benci pelajarannya guru Kang. Apa-apa di suruh ngasih alasan. Kalau fisika kan sudah teorinya seperti itu. Mana ada alasan?” gerutu Minho.
“Kau benar. Kalau pertanyaanya seperti itu tentu saja jawabannya sudah pasti. Tidak ada alasannya,” kata Changmin membenarkan teori Minho.
Tidak ada alasan. Tidak ada alasan? Benar. Tidak ada alasan. Saat itu pikiranku rasanya terang benderang. pertanyaan yang terus terlintas di kepalaku dan membuat pikiranku kusut sekarang terjawab sudah.
“Kyu, sepertinya kau sudah mendapatkan ide,” kata Minho.
“Ya, benar. Tidak ada alasan. Kalian benar. Gomawo! Sekarang aku sudah tahu jawabannya,” kataku kegirangan.
“Mwo?” tanya Changmin dan Minho kebingungan. Tapi aku tidak menghiraukan mereka. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ayahku meneleponku.
“Kyuhyun-ah, kau di mana?” tanya ayahku.
“Di rumah Changmin. Kenapa?” tanyaku.
“Kenapa? Kau janji akan pulang sebelum jam 6 sore kan? Kita harus pergi ke rumah teman Appa,” kata ayahku. Astaga aku lupa!
“Ah, iya. Aku lupa. Ya, aku akan pulang sekarang,” jawabku sambil menutup telepon.
“Kau mau ke mana?” tanya Changmin.
“Aku harus pulang sekarang. Annyong!” kataku sambil berlari pergi. Sepertinya Changmin dan Minho bingung dengan sikapku.

         Ternyata sabtu malam ini kami harus pergi ke rumah paman Go. Di sana sedang ada pesta ulang tahun perusahaan paman Go. Makanya kami sekeluarga di undang. Hal itu berarti malam ini aku akan bertemu dengan Go Eunjoo? Di acara pesta? Hmm, dia pasti pakai gaun. Apa lagi dia kan tuan putrinya. Seperti apa ya penampilannya nanti? Membayangkannya saja aku sudah kegirangan.
         Sesampainya di sana, ternyata pestanya sangat megah. Maklum, perusahaan besar. Kenapa tidak diadakan di hotel saja ya? Ahh, halaman rumahnya saja sudah lebih besar dari hotel bintang 5. Dari tadi aku celingukan mencari Go Eunjoo. Tapi tidak kutemukan tanda-tanda keberadaannya. Ke mana dia? Kulihat dari tadi paman Go sendirian. Seharusnya  Eunjoo kan menemaninya, mengingat paman Go sudah duda. Tapi, paman go hanya sendirian.
          Tiba-tiba aku ingin ke toilet. Kuputuskan untuk mencari gadis itu di dalam rumah sekalian ke toilet. Setelah keluar dari toilet, aku berpapasan dengan bibi yang sering membukakan pintu untukku setiap aku datang ke sini. Sepertinya dia kepala pelayan di rumah ini. Aku menyapanya. Dia membawa nampan yang berisi beberapa piring kosong. Sepertinya bekas makanan.
“Halo, Bibi,” sapaku ramah.
“Hai kyuhyun-ah. Wah,kau tampan sekali malam ini,” puji bibi yang melihatku menggunakan setelean jas berwarna hitam dengan kemeja berwarna pink muda. Tentu saja aku sangat tampan. Tanpa setelan ini pun aku sudah tampan. Hehe.
“Terima kasih, bi. Tapi, bukannya aku memang tampan ya?” candaku.
“Kau ini bisa saja. Kenapa kau di dalam? Pestanya kan di luar?”
“Tadi habis dari toilet. Bibi sendiri sedang apa?”
“oh, aku habis mengmbil piring kotor bekas makan malam Eunjoo.”
“Makan malam Eunjoo? Dia tidak makan di luar dengan tamu-tamu yang lain?” tanyaku heran.
“Eunjoo tidak suka pesta dan keramaian. Makanya dia tidak keluar dari kamar sedari tadi. Kau mau menemuinya? Naik saja ke atas,” jelas bibi.
“Oh, iya. Kamsahamnida,” kataku sambil tersenyum ramah.
Makan malam di kamar? Dlaam suasana pesta seramai ini? Dia benar-benar gadis aneh.
          Aku naik ke lantai atas dan menuju kamar Go eunjoo. Kulihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Aku memasuki kamarnya. Kosong. Ke mana dia? Aku melihat di sekeliling kamarnya. Ini adalah pertama kalinya aku masuk ke kamarnya. Kupikir kamar seorang gadis berumur 18 tahun dan putri dari seorang pengusaha kaya raya pasti penuh mainan masa kecil, boneka, make up, dan berbagai pernak-pernik lainnya. Tapi aku salah besar. Di kamar ini tidak kutemukan satu batang hidung boneka. Apa lagi make up ataupun pernak-pernik. Memang, kamar ini sangat luas, bahkan 2 kali lipat dari kamar tidurku di rumah. Di dekat jendela, terdapat sebuah piano besar berwarna putih. Mungkin, gadis itu suka main piano. Tapi, tetap saja kamar ini tampak kosong. Di sini cuma ada satu tempat tidur besar, satu set meja belajar, meja rias dan rak besar penuh buku. Oke,  warna dinding kamarnya putih mulus tanpa ada tempelan apapun. Poster artis, boyband atau poster Einstein pun tidak ada. Itu masih bisa kuterima. Tapi, boneka, ataupun pernak-pernik mainan atau apalah benar-benar tidak ada. Seolah-olah itu adalah benda terlarang. Bahkan meja riasnya pun kosong. Cuma ada satu sisir yang tergeletak di sana. Ini kamar yeoja atau kamar rumah sakit? Benar-benar polos.
          Aku mendekati piano yang didekat jendela. Di atas piano itu terdapat beberapa bingkai foto. Foto Go Eunjoo saat masih kecil bersama ayah dan ibunya, dan beberapa foto masa kecil yang lain. Manis juga saat dia kecil. Di foto itu dia tampak tersenyum. Tapi, ke mana senyumnya sekarang?
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” tiba-tiba terdengar suara Go Eunjo. Dia sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“oh, kau sudah kembali. Tadi aku mencarimu. Kukira kau ada di pesta. Tapi kata bibi, kau ada di kamar,” kataku. Saat melihat Go Eunjoo, penampilannya jauh dari bayanganku. Jangankan pakai gaun pesta atau apa. Dia hanya memakai rok terusan berwaran hijau muda sampai bawah lutut dan sweater berwarna putih. Rambut panjanya dibiarkan terurai di punggungnya.
“Hei, apa yang kau lakukan di sini? Semua orang sedang berpesta kau malah mengurung diri di kamar. Apa kau tidak ingin berdandan dan menemani ayahmu di bawah?” celetukku.
“Aku tidak suka pesta,” jawabnya datar.
“Kenapa?” tanyaku.
“Tidak suka saja. Aku juga tidak suka ada namja yang masuk kamarku tanpa ijin,” katanya tajam.
“Bukannya tanpa ijin. Tadi kamarmu terbuka. Kukira kau di dalam, makanya aku masuk,” jelasku.
“Cepat keluar,” perintahnya.
“Kau mengusirku?”
“Perlu kupanggilkan penjaga di bawah?” katanya sambil mendekati telepon di kamarnya. Benar-benar nada bicara seorang nona besar.
“Ara..Ara.. Aku akan pergi. Cepat sekali kau marah,” kataku sambil keluar kamar. Kemudian dia menutup pintu kamar keras-keras. BRAAK!
“Aigoo! Gadis ini benar-benar!” kataku kesal.
Aku berjalan keluar dari rumah itu. Tapi, aku malas kembali ke pesta. Tidak ada yang kukenal di sana. Semua makanan sudah aku coba.
“Guk..Guk...Gukk.” Aku terkejut mendengar suara anjing. Ternyata Maru. Anjing kesayangan di rumah ini. Sepertinya dia mengajakku bermain. Aku menghampirinya. Dia duduk di depan rumahnya.
“Hei, Maru-yah. Kau kesepian ya?” tanyaku sambil mengelus kepalanya. Sepertinya dia menyukainya.
“Kasihan kau. Punya majikan galak,” kataku sambil mengasihani diri sendiri. Akhirnya aku pun bermain dengan Maru. Aku melempar bola, dia menangkapnya. Bayangkan saja, aku ke sini dengan penampilan rapi, tapi berakhir dengan bermain bersama anjing. Menyedihkan. Tapi, aku senang dengan anjing ini. Dia penurut dan menyenangkan. Tidak seperti majikannya. Kami terus bermain dan aku pun tertawa. Tiba-tiba aku mendengar suara piano dari arah atas. Kulihat, ternyata tepat di atas kami, adalah kamar GO Eunjoo. Kulihat gadis itu sedang memainkan piano sambil melihat ke arah aku dan Maru.
          Tunggu dulu. Gadis itu tersenyum. Benarkah? Atau hanya bayanganku saja? Tidak. Gadis itu benar-benar tersenyum lebar, bahkan sepertinya tertawa. Manis sekali. Dia sangat manis dengan senyum di bibirnya. jantungku pun kembali berdetak kencang. Tapi perasaanku bahagia. Saat itu aku benar-benar menyadari bahwa aku menyukai gadis itu. Ya, aku menyukai Go Eunjoo. Kenapa? Karena dia Go Eunjoo. Tidak ada alasan.

       Hari-hari pun berlalu. Tanpa kusadari aku tidak perlu belajar bersama lagi dengan Goo Eunjoo. Sesuatu yang sangat kunanti-nantikan selama ini. Tapi sekarang yang terjadi justru sebaliknya. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat kusesali. Jika tidak belajar bersama lagi, berarti aku akan jarang bertemu dia. Meskipun kami sekelas, tapi tetap saja kurang. Di kelas juga tidak pernah ada kesempatan buat ngobrol dengan gadis itu. Tahu kan sifatnya seperti apa??
          Aku mencari-cari akal supaya kami tetap belajar bersama. Di depan paman Go, aku bilang bahwa ada beberapa materi yang belum Go Eunjoo pahami. Jadi, paman masih menyuruhku untuk mengajari gadis itu lagi. Sementara itu, Go Eunjoo sangat kesal karena perbuatanku. Soal-soal yang kuberikan sudah dia kerjakan dengan cepat. Aku juga sudah tidak perlu mengajarinya lagi. Jadinya, aku tidak ada kegiatan. Tepatnya, kegiatanku sekarang berganti menjadi memandangi wajah Go Eunjoo yang entah kenapa aku tidak pernah merasa bosan dengan wajah datar dan dingin itu.
“Sebenarnya apa maksudmu?” tanya Go Eunjoo yang kehilangan kesabaran.
“Apa?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.
“Apa maksudmu berkata pada ayahku bahwa masih ada hal yang belum aku pahami. Padahal sudah jelas di sini kau tidak melakukan apa-apa?!”
“Ah, sudah jam berapa sekarang? Cepat sekali waktu berlalu,” kataku mengalihkan pembicaraan.
“ Cho Kyuhyun! Aku bertanya padamu!”
“Kau tanya apa?”
“Kenapa kau melakukan ini? Kenapa?”
“Karena hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa terus bertemu denganmu,” kataku dengan suara rendah dan wajah serius. Ya, aku rasa sudah saatnya gadis ini tahu perasaanku.
“Mwo?”tanyanya bingung.
“Aku menyukaimu.”
“Leluconmu tidak lucu,” kata gadis itu sama seriusnya denganku.
“Apa aku terlihat sedang bercanda? Aku juga tidak tahu sejak kapan aku menyukaimu. Yang jelas sekarang, aku menyukaimu,” kataku dengan menatap matanya. Tapi gadis itu tidak menunjukkan respon apa-apa.
“Apa seperti ini caramu mengatakan suka pada seorang gadis?”
“Kenapa? Ada yang salah?”
“Bahkan Tuhan pun tidak akan percaya padamu!”



“HAHAHAHAHAHAHAHAHA.....” tawa Changmin dan Minho yang meledak setelah aku ceritakan apa yang terjadi kemarin di rumah Go Eunjoo.
“Ya! Cho Kyuhyun, apa kau sudah gila? Menyatakan cinta pada gadis dengan cara seperti itu? Hahahaha... Aigooo....” kata Changmin sambil memegang perutnya karena tawanya tidak bisa berhenti.
“Memangnya kenapa? Ada yang salah?” tanyaku polos.
“Tidak. Tidak ada yang salah kawan. Tapi tidak salah juga jika Go Eunjoo bilang Tuhan pun tidak akan percaya,” kata Minho sambil masih tertawa.
“Memangnya aku harus bagaiamana?” tanyaku bingung.
“Tanya saja pada don juan satu ini,” nasehat Minho.
“Kalau mau menyatakan cinta pada yeoja, harusnya dengan cara romantis. Pendekatan dulu,” jelas Changmin.
“Kan kami sudah dekat,” kataku.
“Yang benar saja. Bukannya kau lebih dekat dengan anjingnya Go Eunjoo?hahaha,” Ejek Changmin.
“Kau ini niat membantu tidak?” kataku kesal.
“Yeoja itu suka dengan sesuatu yang romantis,” kata Changmin.
“Romantis?” tanyaku.
“Iya. Coba mulai besok kau taruh bunga di meja Go Eunjoo. Pasti dia akan tersentuh,” kata Changmin dengan wajah 200% yakin.
“Tapi bunga apa? Bunga kan banyak jenisnya,” tanyaku lagi. Aku benar-benar tidak berpengalaman dalam hal seperti ini.
“Karena kau baru menyatakan cinta, jadi beri dia bunga mawar pink.” Aku mengangguk-angguk mengerti.
          Keesokan harinya, aku sengaja datang pagi-pagi dan meletakkan setangkai mawar pink di meja Go Eunjoo. Saat Changmin melihatnya, dia sangat senang dan yakin bahwa cara ini akan berhasil. Kami bertiga pun menunggu gadis itu datang. Akhirnya gadis itu masuk ke kelas. Aku tersenyum manis padanya, tapi dia sama sekali tidak melirikku. Sabar Kyu. Ini termasuk perjuangan.
          Saat sampai di mejanya, gadis itu melihat bunga mawar dariku. Aku tersenyum penuh keyakinan akan berhasil. Tapi, tiba-tiba gadis itu membawa bunga itu keluar kelas. Aku penasaran dan mengikutinya. Dan apa yang dia lakukan? Dia membuang bunga itu ke tempat sampah. Tentu saja aku kaget dan menegurnya.
“Hei, kenapa kau membuang bunga itu?” tegurku kesal.
“Aku alergi serbuk bunga. Makanya aku tidak bisa membiarkan bunga di dekatku,” jawabnya kemudian kembali ke kelas.
Apa?? Dia alergi bunga? Sial sekali aku. Shim Changmin! Strategimu gagal total.

TO BE CONTINUED

Jumat, 12 Oktober 2012

7 years of love


Tidakkah pernah kau melihatku? Selama ini aku hanya melihatmu dari jauh. Kupikir setidaknya kau tahu aku, seperti yang lain. Karena memang aku sedikit berbeda dari mereka. Namun, bahkan namaku pun kau tidak tahu. Tapi, tidak apa. Setidaknya sekarang Tuhan telah memberiku kesempatan untuk dekat denganmu. Sayangnya, kesempatan itu terlalu singkat. Dan akupun kembali ke posisi semula. Melihatmu dari jauh. Melihatmu tersenyum bersama mereka. Andai saja mereka itu adalah aku. Sayang, aku hanya penonton yang lewat begitu saja. Bahkan kau melirikku saja tidak. Canda yang dulu sering kulontarkan untuk bisa dekat denganmu, sepertinya hanya kau anggap sebagai angin lalu. Sapaku setiap bertemu denganmu pun hanya kau balas dengan senyum tipis. Sekarang aku sadar, bahwa kau tidak pernah menganggapku lebih dari itu. Ya, aku juga sadar siapa diriku. Kau tidak mungkin melihatku seperti aku melihatmu. 

Kau menarik. Kau berbeda dengan yang lain. Belum pernah kulihat orang sepertimu secara langsung. Kau menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatmu. Namun, waktu berlalu bersama dengan kesibukanku dan akhirnya akupun melupakanmu. Tetapi, Tuhan berkata lain. Dia membawamu kembali ke hadapanku. Sikapmu ramah dan bersahabat. Celakanya, aku juga manusia normal yang punya insting.  Tapi aku menutup mata, telinga dan hatiku. Aku tahu ini tidak akan mungkin. AKu tahu siapa aku dan siapa dirimu.  Ini tidak akan berakhir baik. Aku bersyukur, waktu itu hanya singkat. Sehingga aku bisa kembali ke posisi semula. Menarik diri dan melupakanmu. Meskipun kau masih sering menyapaku, tapi aku menahan diri. Hanya itu yang bisa kulakukan. 

***
Waktupun berlalu merenggutmu dari kehidupanku. Kau pun pergi ke dunia baru. Sedangkan aku masih di sini. Diliputi kesibukan untuk bisa masuk dalam dunia baru juga. Dunia yang sebenarnya. Aku pun mulai tidak memikirkanmu. Baguslah. Tanpa terasa, dua tahun telah berlalu sejak terakhir aku melihatmu. Sekarang aku telah memasuki dunia baru. Mencari-cari dunia mana yang cocok untukku. Dunia di mana apa yang aku inginkan tersedia di sana. Ya, aku menemukannya. Tidak. Aku menemukanmu kembali. Awalnya aku kira hanya halusinasi. Tapi tidak. Itu sungguh dirimu. Kau tidak banyak berubah. Tentu saja, sekarang kau sudah berubah lebih dewasa dan menarik. Aku tidak percaya Tuhan mempertemukan kita kembali. Apakah kau masih mengingatku? Masihkah kau mengenaliku?

Saat mereka memperkenalkanmu padaku, aku sungguh tidak percaya. Benarkah ini kau? Dua tahun aku telah melupakanmu. Tiba-tiba takdir membawamu kembali lagi ke hadapanku. Dan kali ini benar-benar di hadapanku. Tidak, ke mana saja aku pergi, takdir membawamu ada di tempat itu. Tidak hanya di tempat kerja, bahkan tempat tinggalmu pun bersebelahan denganku. Tidak hanya itu, di jalan, di pertokoan, kau selalu tiba-tiba muncul. Aku benar-benar tidak bisa menghindari takdir ini. Apa yang harus kulakukan?

Keberuntungan memang sedang berpihak padaku. Tuhan sedang melambungkanku setinggi langit. Sekarang aku benar-benar dekat denganmu. Tak ada waktu yang tidak kulewatkan bersamamu. Di tempat kerja, di tempat makan, bahkan di pertokoan pun kita selalu bersama. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan lagi selain itu. Perasaan yang kupikir telah hilang, ternyata masih tersimpan utuh dan sekarang mulai mekar kembali. Aku benar-benar menikmati masa ini. Tidak peduli seberapa berat pekerjaan yang kulakukan, tidak masalah asalkan aku bisa melihatmu di dekatku setiap hari. Tersenyum padaku, bercanda dan menangis.

Perjodohan? Itulah yang dilakukan keluargaku mengingat umurku sudah cukup untuk menikah, tetapi kekasih pun aku tidak punya. Aku terbuai akan kebahagiaan semu denganmu. Kebahagiaan semu? Ya, tentu saja. Karena aku tahu semua ini tidak akan ada kelanjutannya. Aku harus sadar dan menginjak kehidupan sesungguhnya. Kehidupan yang seharusnya aku jalani. Bukan bersamamu. Tapi, bersama orang lain. Orang yang sama denganku.

Setelah Tuhan melambungkanku, tiba-tiba dia menghempaskanku ke dasar bumi. Sungguh menyakitkan. Dijodohkan? Kau akan dijodohkan. Dan kau terlihat antusias dan gembira. Apakah selama ini kau tidak pernah sekalipun melihatku? Melihatku sebagai laki-laki, bukan sebagai teman maupun junior? Hei, sadarlah. Siapa aku ini? Bukankah aku sudah tahu hal ini sejak awal bahwa ini tidak akan mungkin. Ingat, siapa diriku dan siapa dirinya. Kupandangi diriku di cermin. Percuma saja mempunyai wajah tampan, otak cerdas. Tetapi mencintaimu saja aku tidak pantas. Seharusnya aku sadar dari awal bahwa kau memang tidak akan pernah melihatku seperti itu. Untuk apa aku marah? Aku tidak berhak marah. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku. Apakah aku masih punya harapan?
Pilihan keluargaku tidak salah. Pria itu sungguh baik dan menyenangkan. Ditambah, dia dulu adalah cinta pertamaku yang belum kesampaian. Meskipun perasaan itu sudah lama hilang, karena tergantikan olehmu. Tapi tidak masalah. Siapa tahu dia bisa membersihkan hati ini yang sudah dipenuhi olehmu. Sedikit demi sedikit aku mulai menarik diri darimu dan dekat dengannya. Bahkan di ulang tahunmu aku tidak datang karena sedang pergi dengannya. Tak kusangka, ketidakhadiranku di kejutan ulang tahunmu ternyata berakibat fatal. Kau marah padaku. Kau selalu menghindariku bahkan tidak mau bicara denganku. Aku tidak mau hubungan kita kacau seperti ini. Ok, aku mengalah.

Kau membuat kejutan ulang tahun sendiri untukku sebagai ucapan minta maaf. Melihatmu melakukan ini, sungguh hatiku luluh. Perasaan itu pun semakin mekar tak terkendali. Aku mencintaimu. Sungguh. Aku mencintaimu. Mungkin Tuhan dan seluruh jagad raya tahu hal ini, meskipun kau tidak tahu karena aku tidak pernah mengucapkannya. Aku takut kau akan menjauh dariku. Karena aku tahu, sekarang ada dia di sisimu. Kadang aku berpikir, mungkinkah kau juga mencintaiku. Walaupun aku tahu pikiran itu hanya sia-sia. Tapi sayang, apa yang kuucapakn ternyata tidak di dalam hati. Kau telah mendengarnya. Ya Tuhan. Kau mendengarnya. Tanpa sadar bibir ini mengatakannya.

Celaka. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaan ini. Perasaan ini terus tumbuh meskipun aku berusaha menghilangkannya. Dan apa yang kau katakan? Kau mencintaiku? Apa yang harus kulakukan? Rasanya aku ingin memelukmu dan mengatakan bahwa aku juga mempunyai perasaan yang sama. Tapi akal sehatku bertindak lebih cepat. Ini tidak boleh. Kau tahu? Ini tidak boleh. Sejak awal aku sudah tahu apa yang ada di hatimu. Aku tahu apa yang kau inginkan. Tapi aku menutup mata, telinga dan hati untuk menyelamatkan perasaan kita. Tapi tak kusangka, kau mengatakannya juga. Aku harus menghentikannya. Semua harus berakhir sampai di sini.

Sekeping hatiku yang masih terselamatkan tiba-tiba hancur tak tersisa. Kau tiba-tiba menyodorkan undangan pertunanganmu dengannya di depan mataku. Memang, sejak kejadian itu, hubungan kita jadi aneh. Kita jarang bicara, karena aku juga bingung bagaimana harus bersikap padamu. Tapi tak kusangka kau akan melakukan ini. Skak match. Aku kalah telak. Tidak ada harapan lagi. Meskipun aku berusaha menabahkan hatiku, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Harapanku sudah benar-benar musnah. Kupikir cerita tentang patah hati yang ada di novel maupun drama itu berlebihan. Ternyata benar. Rasanya duniaku bagaikan runtuh. Runtuh dan aku terjebak di dalamnya. Tidak ada kesempatan untuk menyelamatkan hatiku. Aku tidak bisa. Jalan terbaik yang bisa kulakukan adalah pergi. Pergi sejauh mungkin darimu. karena aku tidak akan mampu melihat dia melingkarkan cincin di jari manismu, di mana itu adalah impianku sejak dulu.






Rabu, 10 Oktober 2012

coming soon-2

Sisi satu:

Tidakkah pernah kau melihatku? Selama ini aku hanya melihatmu dari jauh. Kupikir setidaknya kau tahu aku, seperti yang lain. Karena memang aku sedikit berbeda dari mereka. Namun, bahkan namaku pun kau tidak tahu. Tapi, tidak apa. Setidaknya sekarang Tuhan telah memberiku kesempatan untuk dekat denganmu. Sayangnya, kesempatan itu terlalu singkat. Dan akupun kembali ke posisi semula. Melihatmu dari jauh. Melihatmu tersenyum bersama mereka. Andai saja mereka itu adalah aku. Sayang, aku hanya penonton yang lewat begitu saja. Bahkan kau melirikku saja tidak. Canda yang dulu sering kulontarkan untuk bisa dekat denganmu, sepertinya hanya kau anggap sebagai angin lalu. Sapaku setiap bertemu denganmu pun hanya kau balas dengan senyum tipis. Sekarang aku sadar, bahwa kau tidak pernah menganggapku lebih dari itu. Ya, aku juga sadar siapa diriku. Kau tidak mungkin melihatku seperti aku melihatmu. 


Sisi lain:

Kau menarik. Kau berbeda dengan yang lain. Belum pernah kulihat orang sepertimu secara langsung. Kau menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatmu. Namun, waktu berlalu bersama dengan kesibukanku dan akhirnya akupun melupakanmu. Tetapi, Tuhan berkata lain. Dia membawamu kembali ke hadapanku. Sikapmu ramah dan bersahabat. Celakanya, aku juga manusia normal yang punya insting.  Tapi aku menutup mata, telinga dan hatiku. Aku tahu ini tidak akan mungkin. AKu tahu siapa aku dan siapa dirimu.  Ini tidak akan berakhir baik. Aku bersyukur, waktu itu hanya singkat. Sehingga aku bisa kembali ke posisi semula. Menarik diri dan melupakanmu. Meskipun kau masih sering menyapaku, tapi aku menahan diri. Hanya itu yang bisa kulakukan.