Sabtu, 28 Mei 2011

PENASARAN

Apa sih penasaran itu? lho, bukannya itu juga penasaran ya??hehe
Penasaran mungkin bisa dibilang keadaan di mana seseorang ingin mengetahui tentang suatu hal, kejadian, atau keadaan. ATau bisa juga rahasia. Nah, yang terakhir itu yang biasanya bikin orang jadi penasaran. Nah lo, panasaran lagi deh..hehe
Ada yang bilang, penasaran bikn orang jadi stres dan gila. Bahkan ada yang bilang juga kalo penasaran tu ampe kebawa mimipi..(kata temen gw yang lagi penasaran ni..hehe). Bahkan penasaran juga kadang bisa membahayakan orang lain. Ada orang yang kalo udah penasaran, maka dia akan terus mengorek-ngorek (emang tempat sampah?) sampe dapat apa yang dia inginkan. Bahkan dia rela melakukan apa saja (termasuk membahayakan orang lain)untuk memenuhi rasa penasarnnya itu.
Gimana caranya untuk menghindari hal itu? ya sebaiknya jangan penasaran. Tp katanya penasaran itu ga bisa dihindari karena datangnya dari nurani.. repot kan?
Mengenai penasaran, gw ada cerita ni tentang temen gw yang lagi stres karena penasaran... Sebut saja Miss K.
Miss K ni lagi terobsesi ama nama seseorang. Gak tahu kenapa dia suka nama orang itu meskipun dia ga pernah lihat orangnya. Akhirnya si miss K make nama itu buat tokoh cerita yg lg dibuatnya. Ternyata, temennya miss K itu kenal ama pemilik nama itu. Nah,akhirnya si miss K penasaranlah ma orang itu. Akhirnya, miss K lihat foto orang itu lewat salah satu situs jejaring sosial. Ternyata emang jauh dari bayangan dia yang di ceritanya. Tapi dia masih penasaran banget pengen lihat orang yang aslinya, bukan fotonya. Dia juga pengen bilang ke orang itu kalo dia minjem namanya. Tapi setelah dipikir-pikir mending ga usah. toh orangnya juga ga tahu. Tapi dia masih penasaran terus ama nama orang itu. kadang dia bilang uadah ga boleh penasaran lagi. Tapi tiba-tiba dia jadi penasaran lagi..haduuhh, repot dah! Katanya ampe mo di bawa mimpi...hehe. Yah, sekarang dia penasaran ama namanya. tapi ntar siapa yang tahu?hehe just kidding.
Maaf, ya miss K. Gw cuma bisa bantu dengan doa... semoga penyakit penasaran lo cepat sembuh..hehe.
Itu adalah contoh dari penasaran. Sebenarnya masih banyak lagi cerita tentang penasaran. Contohnya hantu penasaran, arwah penasaran, roh penasaran, mungkin pocong penasaran juga bisa..hehe (jadi ngelantur)...
Yang jelas, kendalikan rasa penasaranmu. Jangan sampe merugikan pihak lain. OK!!

Jumat, 27 Mei 2011

Resiko Punya Suami Programmer

Sebelum memutuskan untuk menikah dengan seorang yang bekerja di bidang IT, sebaiknya pikir dulu masak-masak dan jangan menyesal kemudian. Makanya perhatikan baik-baik percakapan antara seorang istri dengan suaminya, seorang Software Engineer.

Suami: (Pulang telat dari kantor) "Selamat malam, Sayang, sekarang logged in."
Istri: "Apa kamu bawa oleh-oleh yang kumita?"
Suami: "Bad command or file name."
Istri: "Tapi, aku bilangny adari tadi pagi!"
Suami: "Errorneus syntax. Abort?"
Istri: "Trus, bagaimana tentang beli TV baru?"
Suami: "Variable not found..."
Istri: "OK deh, kalo gitu aku minta kartu kreditmu. Aku mau belanja sendiri aja."
Suami: "Sharing Violation. Access denied..."
Istri: "Apa kamu lebih mencintai komputer daripada aku? Atau kamu hanya main-main saja?"
Suami: "Too many parameters...
Istri: "Itu kesalahan terbesar kalo saya menikahi orang idiot sepertimu."
Suami: "Data type mismatch."
Istri: "Kamu tidak berguna."
Suami: "It's by default."
Istri: "Bagaimana dengan gajimu?"
Suami: "File in use... Try later."
Istri: "Kalo gitu apa posisiku di keluarga ini?"
Suami: "Unknown Virus."

(Dari Buku Aneka Ria Ketawa-Cuplik Wawo)

Sabtu, 21 Mei 2011

SEGITIGA PATAH SISI

“ Kami memutuskan untuk menikah.”
Kalimat itu bagaikan petir di siang bolong yang menyambar di atas kepala Rangga. Tapi dia sadar ini bukan saatnya untuk bersedih. Dia tahu kapan dia harus tersenyum dan kapan dia harus menangis.
“ Serius? Wah, selamat ya!” Ucap Rangga sebahagia mungkin sambil menyalami kedua sahabatnya itu.
“ Makasih. Kamu sendiri kapan nyusul?” Tanya Lenggani.
“ Iya. Kapan kamu mau ngenalin gadis itu sama kami?” tanya Radit kemudian.
“ Waduh, nggak tahu ya. Sekarang aja masalahnya semakin rumit. Mungkin dia bukan jodohku,” jawab Rangga sendu. Wajahnya yang ceria kembali kusut seperti saat Lenggani dan Radit belum datang.
“ Ngga, tapi kamu masih berpikir untuk menikah kan?” tanya Lenggani cemas.
“ Iya lah. Aku pasti akan menikah. Tapi sekarang mungkin belum ketemu jodohnya.”
“ Sebenarnya apa sih masalah kalian?” tanya Radit penasaran.
“ Rumit Dit. Aku nggak bisa cerita sekarang.” Karena semua akan hancur jika aku memberitahu kalian.
“ Siapa gadis itu, Ngga? Apa kita kenal? Kenapa masalah kalian serumit itu?” tanya Lenggani.
“ Sebenarnya aku yang bermasalah. Ah, sudahlah. Nggak usah dibahas lagi.”
“ Wah, aku harus pergi sekarang. Ada lembur ni di kantor,” kata Radit kemudian.
“ Lembur apaan? Di bagianku nggak lembur tu,” kata Rangga.
“ Kemarin sistemnya nggak jalan. Makanya baru dilanjutkan hari ini. Ngga, titip Lenggani ya. Ntar anterin dia pulang.”
“ Beres.”
“ Kamu hati-hati ya,” pesan Lenggani pada calon suaminya.
“ Ok. Aku pergi dulu.”
Setelah Radit pergi, tinggalah Lenggani dan Rangga yang ada di kafe itu. Untuk beberapa saat, keduanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“ Ngga, kamu yakin nggak mau cerita?” tanya Lenggani memulai pembicaraan.
“ Iya Ni. Aku nggak apa-apa kok. Nggak usah cemas.”
“ Tapi sepertinya masalah kamu berat.”
“ Mungkin bagiku sangat berat. Tapi sebenarnya aku udah tahu kok, penyelesaiannya.” Dengan melupakan perasaanku padamu, Ni. Tapi justru itu hal paling berat untuk kulakukan.
“ Baiklah kalau kamu yakin. Kalau kamu butuh teman untuk cerita, aku selalu siap untukmu,” ucap Lenggani tulus.
Rangga menatap mata gadis yang dicintainya itu. Dia melihat ada ketulusan dan... Rangga tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Mungkin dia terlalu berharap. Tentu saja hal itu tidak mungkin. Cinta Lenggani sekarang sudah dimiliki Radit.
Lenggani sendiri tidak tahu bagaimana kalimat itu tiba-tiba meluncur dari mulutnya. Dia juga bingung dengan perasaannya yang belum sepenuhnya melupakan Rangga. Padahal dia sudah menerima lamaran Radit, pria yang mencintainya.
Rangga, Radit dan Lenggani sudah bersahabat sejak kuliah. Ketiganya bertemu saat sama-sama mendapat hukuman sewaktu ospek. Sejak saat itu, mereka menjadi akrab dan bersahabat sampai mereka lulus dan mendapat pekerjaan masing-masing. Kebetulan kantor mereka berada di satu kompleks meskipun Lenggani bekerja di perusahaan yang berbeda dengan tempat Radit dan Rangga bekerja. Seiring berjalannya waktu, tumbuhlah perasaan yang lebih dari sahabat antara Rangga dan Lenggani. Tapi masing-masing ragu dengan perasaannya. Rangga yang tidak berpengalaman dalam cinta, hanya memendam perasaannya tanpa mampu mengungkapkan. Sedangkan lenggani merasa bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Sampai akhirnya dia menerima Radit yang lebih dulu mengungkapkan perasaannya. Rangga sudah tidak bisa berkutik lagi. Dia harus merelakan Lenggani untuk Radit. Penyesalan memang selalu datang di belakang. Dan itulah yang membuat masalah Rangga semakin rumit karena dia semakin menyadari bahwa dia sangat mencintai Lenggani.
Sementara itu, Semakin menjelang hari pernikahannya dengan Radit, perasaan Lenggani makin ragu dengan keputusannya itu. Apalagi sampai sekarang dia belum melakukan istikarah, hal yang paling takut dilakukannya. Hal yang membuat Lenggani ragu adalah sampai sekarang dia masih menyukai Rangga, padahal Radit yang akan menikah dengannya, dia takut akan mengecewakan Radit nanti. Kalau jujur, maka persahabatan mereka akan hancur seketika. Tapi Lenggani juga ragu, apakah Radit benar-benar jodohnya? Ia bertekad untuk melakukan istikarah sebelum pernikahannya, meskipun sampai sekarang ia belum mempunyai keberanian.
Di sisi lain Radit merasa aneh dengan keadaan mereka bertiga. Dia merasa Lenggani tidak bahagia dengan rencana pernikahan ini. Dia juga jarang bertemu dengan Rangga akhir-akhir ini. Sepertinya Rangga berusaha menghindar darinya dan Lenggani. Apakah karena masalah yang sedang dihadapi Rangga dengan gadis misterius yang dicintainya itu? Lalu bagaimana dengan Lenggani yang semakin hari terlihat semakin tidak bahagia saja? Radit benar-benar bingung. Maka ia memutuskan pergi ke rumaha Rangga hari Minggu besok untuk mencari tahu.
Saat Radit sampai di halaman rumah Rangga, Radit bertemu dengan Pak Asep, tukang kebun Rangga.
“ Eh, Mas Radit. Sudah lama nggak ke sini?” sapa Pak Asep.
“ Iya, Pak. Akhir-akhir ini sibuk sekali. Jadi nggak sempet mampir. Rangga ada kan?”
“ Ada, Mas. Malahan ada Mbak Vita juga di dalam?”
“ Mbak Vita kakaknya Rangga? Wah, udah lama nggak ketemu. Kalau gitu saya masuk dulu ya, Pak.”
“ Silahkan, Mas.”
Saat memasuki ruang tamu, Radit tidak menemukan siapa-siapa di sana. Tapi dia mendengar suara orang bicara dari arah ruang makan. Radit langsung saja menuju ke sana. Tapi sebelum menyapa, Radit mendengar pembicaraan Rangga dan kakaknya.
“ Kenapa kamu nggak jujur aja sih, Ngga? Sampai kapan kamu sembunyiin terus?” tanya Vita.
“ Nggak mungkinlah, Mbak. Bisa langsung kiamat kalau aku mengatakan yang sebenarnya,” jawab Rangga. Radit semakin penasaran saja dengan pembicaraan mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk mendengarkan selanjutnya.
“ Tapi kamu akan terus menderita kalau seperti ini terus.”
“ Mungkin ini sudah takdirku, Mbak. Aku hanya bisa mencintai Lenggani dalam hati saja,” ucap Rangga. Kalimat Rangga barusan bagaikan balok raksasa yang menghantam kepala Radit. Kepalanya langsung berdenyut-denyut. Dia tidak menyangka kalau selama ini Rangga diam-diam mencintai Lenggani.
“ Sampai kapan, Rangga?” tanya Vita putus asa.
“ Tidak tahu. Karena aku tidak melihat cinta ini ada ujungnya. Tapi aku tahu posisiku,” ucap Rangga lesu. Tetapi kata-kata itu membuat Radit naik darah. Entah mengapa dia merasa dikhianati Rangga. Sahabatnya sendiri mencintai calon istrinya.
“ Mbak kasihan nglihat kamu. Tapi kamu harus... Radit?” Pekik Vita terkejut melihat Radit yang sudah berdiri di dalam ruangan itu. Rangga segera melihat arah yang dilihat kakaknya. Dia melihat Radit yang memandangnya dengan penuh kemarahan.
“ Sejak kapan kamu berdiri di situ, Dit?” tanya Rangga penuh kecemasan.
“ Aku sudah mendengar semua pembicaraan kalian,” kata Radit sambil berjalan mendekati Rangga yang kemudian melayangkan tinju ke muka Rangga sampai Rangga terjatuh.
“ Sialan kau, Ngga! Aku nggak nyangka kamu berani mengkhianatiku. Mengkhianati persahabatan kita!” Radit benar-benar marah.
“ Dit, dengerin penjelasanku dulu!”
“ Penjelasan apa lagi?! Aku udah dengar semuanya. Aku benar-benar nggak terima.”
“ Aku minta maaf, Dit. Aku tahu aku salah. Lagi pula perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan. Lenggani tetap milik kamu.”
“ Bagus kalau kamu tahu. Dengar, minggu depan aku dan Lenggani akan menikah. Jadi sebaiknya jauhi dia! Aku benar-benar kecewa sama kamu, Ngga!” kata Radit dengan penuh kemarahan dan kemudian langsung pergi.
“ Dit, tunggu!” panggil Rangga sambil mengejar Radit. TapiRadit yang sudah kesetanan langsung masuk ke mobil lalu pergi tanpa bisa Rangga kejar.
“ Mbak vita lihat, kan?”
***Sudah hampir seminggu sikap Radit aneh. Dia lebih banyak diam sekarang. Padahal besok hari pernikahan mereka. Ditambah lagi Rangga sudah seminggu tidak ada kabarnya. Ada apa dengan semua ini? Hal ini membuat hati Lenggani makin ragu dengan Radit. Malam harinya, dia nekat melakukan istikarah. Padahal besok dia akan menikah. Ini memang terdengar gila. Tetapi selama belum ada ijab qabul, dia masih bisa merubah keputusannya. Setelah mendapat jawabannya, Lenggani memutuskan untuk melakukan hal paling gila seumur hidupnya. Tapi memang inilah satu-satunya jalan yang terbaik.
***
Radit memegang surat yang dibacanya dengan tangan gemetar. Awalnya dia sangat marah dan kecewa mengetahui Lenggani kabur di hari pernikahan mereka. Tetapi setelah membaca lengkap isi surat Lenggani yang ditujukan untuknya, dia mengerti semuanya. Tentang sikap Lenggani yang tidak bahagia, perasaan Rangga kepada Lenggani, dan kepergian Lenggani. Inilah isi surat lenggani:
to Radit,
Dit, aku minta maaf karena telah membuatmu dan keluargamu kecewa. Tapi ini adalah jalan yang paling tepat buat kita semua. Jujur, selama ini aku ragu sama perasaanku. Dan semalam aku mendapat jawabannya melalui istikarah. Dan kamu ternyata bukan jodohku, Dit. Sekali lagi aku minta maaf. Dan aku juga ingin jujur sama kamu. Sebenarnya seseorang yang mengisi hatiku selama ini bukanlah kamu, Dit. Tapi... Rangga. Aku mencintai Rangga jauh sebelum kita pacaran. Tapi karena sepertinya cintaku hanya bertepuk sebelah tangan, makanya aku hanya memendamnya saja di dalam hatiku. Aku memang pengecut karena pergi begitu saja. Tapi aku memang nggak tahu harus bagaimana menghadapi kalian. Makanya lebih baik aku menjauh dari kalian saja. Aku harus pergi untuk bisa melupakan Rangga dan melupakan semua ini. Karena aku juga tahu kamu akan makin hancur jika melihatku. Lupakanlah aku. Maaf. Lenggani.
Setelah membaca surat itu, yang ada di pikiran Radit adalah dia harus segera menemui Rangga dan mengatakan bahwa selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata selama ini bukan Rangga yang telah menghianati persahabatan mereka. Tetapi justru dirinyalah yang menjadi penghalang perasaan Rangga dan Lenggani. Kali ini dia benar-benar merasa bersalah pada Rangga.
Tanpa berkata apapun pada orang-orang yang ada di sana, Radit langsung pergi dengan mobilnya menuju rumah Rangga. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan pak Asep yang sedang membersihkan halaman.
“ Pak, Rangganya ada?” tanya Radit cemas.
“ Aduh, Mas Radit telat. Mas Rangga udah pergi subuh tadi,” jawab pak Asep.
“ Pergi ke mana, Pak? Kapan baliknya?”
“ Nggak tahu saya, Mas. Tapi kayaknya Mas Rangga perginya bakal lama. Orang rumah ini aja udah dikontrakkan dua tahun.”
“ Apa? Dikontrakkan?”
“ Iya. Nanti sore penghuni barunya datang. Dan Mas Rangga tadi udah bawa bajunya. Sebagian tadi ada yang dititipkan di rumah Mbak Vita.”
Mendengar jawaban Pak Asep, Radit benar-benar putus asa. Satu-satunya harapan adalah bertanya pada mbak Vita, kakak Rangga. Tapi sesampainya di sana hanya kekcewaan dan penyesalan yang didapat Radit.
“ Mbak juga nggak tahu, Dit. Waktu Mbak tanya, dia Cuma menjawab mau nyari ketenangan dan kehidupan baru. Nanti kalau Rangga udah ngasih kabar, Mbak kasih tahu kamu ya,” kata Vita.
Radit benar-benar menyesal karena dia belum sempat minta maaf pada Rangga. Dan dia telah membuat Rangga pergi sebelum dia mengetahui kebenaran bahwa cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Sekarang dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Rangga dan Lenggani terlanjur pergi sebelum mengetahui perasaan masing-masing. Dan satu-satunya orang yang tahu perasaan mereka adalah Radit. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Radit sekarang untuk mereka. Tapi dia masih bisa menyelamatkan nama baik Lenggani di mata keluarganya dengan menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Maka sekarang ia pergi menemui keluarganya untuk melakukannya.
***

Sisi Pertama
Rangga memutuskan untuk pergi dari kehidupan Radit dan Lenggani. Hanya itulah satu-satunya jalan yang terbaik bagi mereka bertiga. Biarlah dia pergi dengan membawa perasaan cinta yang belum pernah ia ungkapkan. Mungkin Lenggani memang bukan jodohnya.
Rangga memutuskan untuk tinggal di Bandung dan memulai hidup baru di sana. Kebetulan ia punya kenalan yang bisa memberinya pekerjaan. Bandung baginya adalah kota yang tenang. Lagi pula dia tidak punya saudara di sana. Pasti tidak ada yang tahu kalau dia pindah ke Bandung. Sekarang ia berdiri di loket untuk membeli tiket kereta ke Bandung. Saat ia berbalik seusai membeli tiket, dia melihat siluet sosok yang ia kenal. Lenggani. Nggak mungkin. Saat ini Lenggani pasti sedang berada di sisi Radit. Hari ini adalah hari pernikahan mereka. Setelah meyakinkan diri kalau yang dilihatnya bukan Lenggani, Rangga segera menuju gerbong tempat kereta menuju Bandung berada.

Sisi Kedua
Lenggani sedang duduk di dalam kereta yang membawanya ke Semarang. Perasaannya memang sangat hancur. Andai saja dulu dia tidak pernah menerima Radit, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Tapi semuanya sudah terlambat. Yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Semoga Radit dan keluarganya memaafkannya.
Awalnya Lenggani memutuskan akan pergi ke Bandung. Di sana ia punya banyak teman. Tapi saat sudah di depan loket, ia berpikir jika ia ke Bandung, Radit pasti gampang menemukannya karena Radit mengenal teman-teman Lenggani di Bandung. Akhirnya Lenggani memutuskan pergi ke Semarang, tempat temannya yang tidak dikenal Radit. Dia bertekad akan memulai hidup baru di sana. Setelah situasi tenang, ia baru akan memberi kabar kepada keluarganya yang ada di Jakarta. Tentu saja tanpa sepengetahuan Radit maupun Rangga. Tapi mungkin dia akan lama menetap di Semarang. Hanya itulah satu-satunya jalan untuk melupakan semua peristiwa ini. Melupakan Radit, dan juga cintanya, Rangga.


Sisi Ketiga
Sudah dua bulan Radit mencari-cari Rangga dan Lenggani. Tapi hasilnya nihil. Dia sudah menghubungi teman-teman Lenggani yang ia kenal, termasuk yang ada di Bandung. Tetapi tak satupun yang tahu keberadaan gadis itu. Begitu juga Rangga. Sampai sekarang Mbak Vita juga belum memberinya kabar. Setiap ia bertanya, Mbak Vita hanya menjawab Rangga belum ngasih kabar. Sekarang Radit benar-benar putus asa dan menyerah.
Akhirnya Radit memutuskan untuk melanjutkan S2 di Prancis. Dia sudah menyerah untuk mencari kedua sahabatnya itu. Mungkin jodoh mereka cuma sampai di sini. Tapi dia bertekad, jika Tuhan memberi kesempatan padanya untuk bertemu dengan mereka kembali, dia akan mengatakan hal yang sebenarnya pada Rangga dan Lenggani serta merestui hubungan mereka. Tapi ia tidak tahu apakah kesempatan itu akan datang atau malah tidak akan pernah ada.
***

Ketiga sisi segitiga itu akhirnya menjalani hidupnya masing-masing sesuai pilihan hatinya. Mereka berusaha untuk mencari kebahagiaannya di tempat mereka berada sekarang. Meskipun mereka tidak pernah tahu apakah kebahagiaan itu berada di sana atau tidak. Tetapi mereka tetap menjalani hidupnya dengan normal seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa pada kehidupan mereka di masa lalu. Karena mereka yakin apa yang mereka jalani sekarang adalah garis takdir yang telah digoreskan Tuhan. Dan Tuhan telah memberikan tiga jalan yang berbeda untuk mereka. Hingga pada akhirnya ketiga sisi segitiga yang patah itu tidak pernah bertemu kembali. Tidak pernah.

Senin, 16 Mei 2011

ever after

Aku berdiri di tengah panggung dengan tepuk tangan yang riuh menyambutku.Tak kusangka, seorang Amelia Dewi berdiri di sini bukan dengan sepatu baletnya, tetapi dengan sebuah piano. Ya, sekarang adalah konserku yang sudah kesekian kalinya. Aku pemain piano terkenal yang sudah keliling di berbagai negara. Setelah tepuk tangan usai, aku duduk di depan pianoku dan jariku mulai menari-nari di atas tuts piano. Kumainkan sebuah lagu yang mengingatkan masa laluku. Ingatanku pun melayang kembali ke delapan tahun yang lalu.
***
Kupandangi sungai jauh di bawah kakiku. Aku mambayangkan jika aku terjun dan tenggelam di sana, maka masalahku akan selesai. Kunaiki pembatas jembatan, tetapi nyaliku ciut. Aku takut. Tapi aku benar-benar putus asa. Kuberanikan diriku untuk melakukannya. Tetapi keberanianku hilang lagi. Tiba-tiba ada suara, “ Ayo, loncat saja! Kenapa? Takut?”
Aku kaget dan mencari sumber suara itu. Tidak jauh dariku ada seorang pemuda, yang kuketahui kakak kelasku di sekolah yang sangat pendiam, tapi aku tidak tahu namanya. “ Jangan campuri urusanku! Pergi!” perintahku.
“ Aku cuma ingin lihat keberanianmu. Cuma segitu nyalimu?” katanya. Aku kesal dan benar-benar akan terjun ke sungai itu. Tapi kemudian dia menarikku sehingga aku turun dari pembatas jembatan. “ Lepaskan? Apa sih maumu?” tanyaku kesal.
“ Kamu sendiri mau apa? Bunuh diri? Dasar cengeng!” bentaknya.
“ Kamu nggak tahu apa-apa tentang hidupku!”
“ Justru kamu yang kamu nggak tahu apa-apa! Anak kecil seperti kamu tahu apa tentang kematian? Kamu pikir masalah kamu akan selesai?”
“ Udah nggak ada gunanya lagi aku hidup. Aku sudah tidak bisa menari lagi?” tangisku pecah.
“ Apa karena tidak bisa menari hidupmu akan berakhir?” tanyanya. Aku tidak menjawab dan terduduk sambil menangis. Aku tidak pernah menyangka hal ini terjadi padaku. Aku penari balet yang sangat berbakat. Di umurku yang ke 17 ini aku sudah menjuarai berbagai lomba tari balet di beberapa negara di dunia. Tapi beberapa waktu lalu kakiku cedera dan dokter memvonisku tidak dapat menari lagi. Hatiku benar-benar hancur. Balet adalah kehidupanku. Jika aku tidak menari lagi, sama halnya aku dengan mati.
“ Kaki kamu memang tidak bisa menari lagi. Tapi kamu masih punya tangan,” katanya. Aku mengangkat kepalaku dan bertanya,” Maksudmu?”
“ Kamu masih bisa menggunakan tanganmu untuk menggantikan kakimu.”
“ Aku tidak mengerti maksudmu,” kataku penuh tanda tanya.
“ Ikut aku!” Katanya seraya menarik tanganku dan membawaku ke ruang musik sekolah.
“ Kamu bisa memainkannya, kan?” tanyanya sambil menunjuk sebuah piano. Sekarang aku mengerti apa maksudnya.
“ Kalau kamu tidak bisa menjadi penari, kmau masih bisa menjadi pianis. Setiap cobaan pasti ada hikmahnya. Jika Tuhan mengambil sesuatu dari kamu, Dia pasti akan memeberimu sesuatu yang baru lagi. Hanya saja kita harus pintar menemukan pemberian itu. Kamu ngerti maksudku, kan?” dia menasehati. Benar juga omongannya. Semangatku mulai hidup kembali. Aku harus bangun dari mimpi buruk ini. Aku duduk dan mulai memainkan piano itu. Dia pun duduk di sebelahku, dan memainkannya juga. Kami bersama-sama memainkan piano itu. Walaupun hanya lagu sederhana, tapi di telingaku lagu itu terdengar indah.
“ Kamu nggak boleh nyerah. Kamu harus bangkit dari keterpurukanmu dengan memulai sesuatu yang baru.”
“ Makasih ya. Nasehatmu sangat berguna untukku,” ucapku. Dia hanya tersenyum. Kuulurkan tanganku seraya berkata,” Namaku Lia.” Dia pun menjabat tanganku dan berkata,” Gilang.”
Sejak saat itu kami bersahabat. Gilang selalu setia menemaniku belajar piano. Dialah yang membuatku merasa hidup kembali. Dia telah membuatku bangun dari keterpurukan ini. Kutekuni permainanku hingga aku berhasil menjuarai kontes di tingkat sekolah, regional, dan akan maju di tingkat nasional. Ini adalah kontes piano pertamaku di tingkat nasional. Jika aku berhasil, aku akan mewakili negaraku di tingkat internasional.
“ Lang, besok kamu nonton, kan?” tanyaku padanya.
“ Tentu saja. Ini kan kontes pertamamu di tingkat nasional. Aku ada sesuatu untuk kamu,” katanya sambil menyerahkan gantungan ponsel berbentuk lonceng kecil,” Kita samaan lho.” katanya kemudian.
“ Lucu banget. Sepasang ya? Makasih ya.”
“ Sama-sama. Anggap aja hadiah dariku untuk kegigihanmu. Good luck ya.”
Aku sangat bahagia. Aku bertambah semangat untuk memenangkan kontes ini. Tapi sayang, sejak kontes dimulai sampai pengumumuman pemenang, Gilang tidak muncul. Aku cemas dan sedih. Bahkan saat juri menyebut bahwa aku juaranya, aku tidak segembira yang aku bayangkan. Aku sangat berharap tiba-tiba Gilang datang. Tetapi Gilang tak pernah datang.
***

Permainanku berhenti setelah menyelesaikan lagu terakhirku. Tepuk tangan kembali memenuhi seluruh ruangan. Aku berdiri dan membungkukkan badan sebagai ucapan terima kasih pada penonton. Tiba-tiba ada seseorang yang berlari naik ke atas panggung dan mendorongku hingga jatuh. Saat itu juga, lampu panggung yang ada tepat di atas kepalaku terjatuh. Aku syok. Para penonton mulai ribut. Panitia segera menurunkan tirai panggung dan menolong kami. Setelah aku mulai tenang, aku melihat sebuah kamera digital tergeletak di tempat kami jatuh. Aku mengambilnya dan mencari pria yang menolongku untuk mengembalikan kamera ini dan mengucapkan terima kasih. Aku melihatnya sedang berjalan lalu aku memanggilnya.
“ Tunggu!” dia berheti dan menoleh. Aku kaget melihat wajahnya yang penuh luka parut seperti bekas luka bakar. Dia memakai topi berusaha menutupinya.
“ Terima kasih meneyelamatkanku. Ini punyamu kan?” aku menyerahkan kamera itu.
“ Untukmu saja,” katanya lalu pergi. Aku bingung. Kulihat isi kamera itu. Penuh foto-fotoku setiap konser. Aku tambah bingung. Kemudian aku lihat gantungan kamera itu. Sebuah lonceng kecil! Hatiku tersentak. Gilang? Aku kembali memandang pria yang sedang berjalan itu dan memanggilnya.
” Gilang?” Dia pun berhenti dan menoleh.
Aku benar-benar tidak percaya. Saat ini baru kukenali wajah itu. Meskipun jauh dari wajah Gilang yang dulu karena tertutupi bekas luka bakar, tapi aku masih ingat sorot matanya. Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Tanpa terasa air mataku meleleh. Aku mendekatinya. Tetapi penjaga melarangku pergi karena aku harus menghadiri konferensi pers. Aku meronta berusaha melepaskan diri. Tapi penjaga tidak melepaskanku dan Gilang pun berlalu.
“ Gilang, tungguuuu!” teriakku. Tetapi Gilang tidak menghiraukanku hingga lenyap dari pandanganku. Tangisku pecah. Aku tidak percaya dengan nasib Gilang. Mungkin itu adalah penyebab dia tidak pernah muncul 8 tahun yang lalu. Namun, ternyata dia selalu hadir di setiap konserku meskipun aku tak pernah menyadarinya.
Gilang, dimanapun kamu, bagaimanapun keadaanmu sekarang, aku tidak akan pernah melupakanmu dan jasamu. Kamu adalah seseorang yang berdiri di belakang kesuksesanku sekarang. Kamu yang telah membangkitkanku dari keputusasaan. Dukunganmu selalu membakar semangatku untuk melakukan yang terbaik. Terima kasih Gilang. Terim Kasih.
Kupeluk kamera itu. Akan kusimpan kenangan itu di dalam hatiku, seumur hidupku, selamanya.

Sabtu, 14 Mei 2011

korban




Aku berlari-lari menyeberangi jalan yang selalu macet ini. Rintik gerimis mengiringi langkahku yang terburu-buru menuju kafe tempatku janjian untuk bertemu Ridwan. Kulirik jam tanganku. Ah, sudah lima belas menit aku terlambat. Semoga kau masih bersabar menungguku, Wan. Akhirnya aku masuk ke kafe itu dan menemukan Ridwan yang sedang duduk menungguku.
“ Maaf, ya. Aku terlambat lagi. Kuliahnya ngaret,” jelasku sambil mengelap mukaku yang basah terkena gerimis dengan tissu.
“ Santai aja. Sibuk ya?” tanya Ridwan dengan senyumnya yang membuatku tenang.
“ Ya. Banyak kuliah pengganti sekarang. Kamu sendiri?”
“ Lumayan. Aku pesankan minum ya? Orange juice seperti biasa, kan?”
Aku mengangguk mengiyakan. Aneh. Biasanya jika aku datang terlambat, Ridwan langsung pergi tanpa menungguku. Tapi kali ini dia sabar menunggu, tidak marah pula. Sudahlah. Refleks aku melempar tissuku tadi ke lantai. Seketika itu juga Ridwan memungut tissu itu kembali.
“ Jangan membuang sampah sembarangan, Fela!” katanya.
“ Ah, orang-orang yang lain juga begitu.”
“ Tapi kita bukan mereka. Bagaimanapun juga kita harus menjaga kebersihan.”
“ Ok ok. Aku ngerti. Maaf,” kataku kemudian karena apa yang dia katakan memang benar. Kemudian kami pun larut dalam pembicaraan yang lain.
Petang menjelang, kami pun segera membayar minuman dan pulang. Dalam perjalanan pulang, kami pun masih mengobrol. Ridwan adalah seseorang yang enak untuk diajak mengobrol. Apalagi jika topiknya adalah alam dan lingkungan. Dia adalah tipe orang yang sangat peduli dengan lingkungan. Aku masih ingat saat pertama kali bertemu dengannya di kampusku waktu universitasnya mengadakan kunjungan. Saat itu dia sedang kebingungan mencari tempat sampah untuk membuang bungkus rotinya. Memang, di kampusku yang besar itu, paling susah untuk menemukan tempat sampah. Waktu itu aku sangat takjub dengan wajahnya yang tampan dan sikapnya yang bersikukuh untuk menemukan tempat sampah. Biasanya orang membuangnya begitu saja di sembarang tempat. Apalagi hanya bungkus roti. Akhirnya aku menunjukkan dimana sang Tempat Sampah berada. Hari itu, tanpa sengaja kami selalu bertemu. Aku senang sekali ketika dia menyapaku dan masih ingat namaku. Sampai akhirnya kami masih bersama sampai sekarang ini.
***
            Pagi-pagi ponselku sudah berbunyi dan membangunkanku.
            “ Halo?”
            “ Rafela, masih tidur ya?” kata Ridwan di seberang sana.
            “ Tadi malam begadang ngerjain makalah. Jadinya baru bangun deh. Pagi-pagi udah nelpon. Ada apa Wan?”
            “Hari ini aku mau ke Bandung. Ada kegiatan penanaman kembali hutan gundul. Kamu mau ikut?”
            “ Kayaknya asyik tuh,” kataku. Tapi aku teringat makalah yang harus kukumpulkan besok. “ Tapi sorry, makalahku belum beres.”
            “ Ya udah kalau gitu. Nggak apa-apa kok. Ntar sore aja kita ketemu di tempat biasa,” katanya kemudian.
            “ Ok. Sampai ketemu nanti sore,” kataku mengakhiri pembicaraan kami. Dasar Ridwan, dia pasti senang sekali dengan kegiatan itu. Semoga saja bermanfaat bagi semua umat manusia di dunia ini.
***
            Perjalanan hidup di dunia ini tidak dapat diduga. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari ini ataupun esok. Semua itu adalah rahasia Tuhan. Begitu juga sikap alam kepada manusia. Alam selalu bersikap baik dan memanjakan manusia dengan segala kemewahannya. Tapi ada kalanya alam menjadi monster yang siap melenyapkan manusia dengan segala kekuatannya. Mungkin ada hubungannya juga dengan sifat manusia yang selalu kurang puas. Pernah kutanyakan pada Ridwan, kenapa dia begitu peduli dangan alam dan lingkungan sekitar.
            “ Tuhan menciptakan alam semesta ini untuk memenuhi kebutuhan manusia di dunia ini, Fela. Jadi sudah sewajarnya kita memeliharanya. Itu juga demi kelangsungan hidup kita,” katanya. Ada benarnya juga omongannya. Kalau alam rusak, maka kita sendiri juga yang rugi.
            Kulihat arlojiku. Sudah dua puluh menit Ridwan telat dari waktu yang kami sepakati. Tidak biasanya dia terlambat. Di mana kamu, Ridwan? Kenapa kamu tidak kunjung datang. Apakah kegiatanmu belum selesai? Tidak mungkin. Kalau iya, pasti dia sudah menelepon. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar darinya.
Mendung tebal menyelimuti langit sore itu. Angin bertiup sangat kencang. Titik-titk hujan mulai turun. Tiba-tiba aku mendapat telepon dari Bunda. Aku sangat terkejut mendengar berita yang disampaikan Bunda. Aku segera mninggalkan kafe dan menuju rumah sakit. Tuhan, berikanlah kekuatan.
Ridwan terbaring di atas tempat tidur dengan selang-selang menghujam tubuhnya yang tidak bergerak. Bunda menangis di pelukan Ayah. Alam memberontak. Tempat Ridwan melakukan kegiatan telah longsor dan membuat Ridwan tak berdaya seperti sekarang. Tuhan, kenapa harus dia? Dia yang selama ini sangat mencintai anugerah-Mu? Kumohon selamatkan dia. Kalaupun Kau ambil dia, jangan biarkan dia merasa sakit. Dia orang yang berhati mulia.
***
            Titik-titik gerimis ikut mengantarkan Ridwan ke peristirahatan terakhirnya. Langit yang mendung dan gerimis seolah-olah menunjukkan alam ikut berduka atas gugurnya pahlawan mereka. Kutatap gundukan tanah merah yang bertabur bunga itu. Sejak kemarin aku tidak menangis. Air mataku tidak bisa keluar. Aku hanya berusaha menerima kenyataan yang terjadi. Ridwan yang selama ini sangat mencintai kelestarian alam pada akhirnya gugur ditengah-tengah perjuangannya menyelamatkan alam ini dari kerusakan. Memang, sikap alam tidak bisa ditebak. Terkadang dia murka tanpa memandang siapa yang akan dicelakainya. Tapi semua itu adalah ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Akhirnya orang yang tak bersalah pun harus menanggung akibatnya. Semoga dengan peristiwa ini dapat membuat mereka sadar sehingga tidak ada Ridwan-Ridwan lain yang menjadi korban.
            Bunda masih menangis di pelukan Ayah. Ayah pun berusaha tegar menerima kepergian putra semata wayangnya. Papa dan Mama berdiri di antara aku, Bunda, dan Ayah. Tinggal kami berlima yang masih berdiri di sini. Para kerabat sudah pulang. Hanya kesunyian yang menghubungkan kami dengan Ridwan.
Selamat jalan, Ridwan.
Alam pasti bahagia menerimamu di dalam sana.