“Jadi, selama ini kau benar-benar menghafalnya?” tanyaku lagi. Dan kali ini sepertinya dia sudah kehilagan kesabaran. Go Eunjoo tiba-tiba membanting pensil yang dipegangnya lalu berdiri.
“Kau ini mau mengajariku tidak? Kalau tidak mau sebaiknya kau pergi dari sini. Aku tidak butuh guru sepertimu!” katanya dengan nada tinggi. Sepertinya dia sangat marah.
“Hei, hei. Calm down! Calm down! Kau ini cepat sekali marah. Kau sangat beda dengan ayahmu. Dia baik sekali,” kataku mencoba menenangkannya. Tapi ternyata aku salah.
“Ya sudah, ajari saja ayahku. Kau salah orang datang ke sini,” jawabnya ketus lalu keluar ruangan.
“Ya! Ya! Kau marah ya? Hei, tunggu!” teriakku memanggilnya sambil mengikutinya. Di luar ruangan kami berpapasan dengan paman Go. Dia bertanya pada Eunjoo,”Ada apa?” tapi gadis itu tidak menghiraukannya dan naik ke lantai atas. Paman Go yang melihatku bertanya padaku, “Khyun-ah, ada apa?”
“Maaf, paman. Tadi kami ada sedikit perdebatan. Sepertinya dia marah padaku,” jelasku ketakutan. Kalau Eunjoo marah dan tidak mau belajar denganku matilah aku. Bisa-bisa aku kehilangan 50% terakhir uang sakuku.
“Jangan diambil hati, Kyuhun-ah. Eunjoo memang pemarah. Maafkan anak paman, ya,” kata paman Go.
“eh, iya paman. Tidak apa-apa,” jawabku keheranan. Wah, baik sekali paman Go ini. Tadinya aku sudah ketakutan akan dimarahi karena membuat anaknya marah. Tapi ternyata sebaliknya. Baik sekali paman Go ini. Benar-benar berbeda dengan anaknya yang aneh dan pemarah itu.
Sesampainya di rumah, aku dimarahi ayahku.
“Kau harus minta maaf padanya!” perintah ayahku. Apa? Minta maaf? Tidak mau!
“Kan bukan aku yang salah. Dianya yang memang pemarah. Paman Go saja bilang begitu. Kenapa aku yang harus minta maaf?” protesku.
“Kyuhyun-ah, appa tahu sifatmu. Dia pasti marah karena kau banyak mulut. Go Eunjoo adalah gadis pendiam. Dia pasti terganggu karena mulutmu yang berisik,” marah ayahku.
“Appa, anakmu ini sebenarnya siapa? Kenapa appa malah membelanya?”
“Bukannya membela, tapi appa memang tahu sifatmu. Appa Cuma mau mengingatkanmu supaya lain kali kau berhati-hati kalau bicara. Pokoknya kau harus minta maaf padanya.”
“Kalau aku tidak mau?”
“Jangan harap kau mendapat uang saku!”
Mati kutu aku. Gara-gara gadis itu hidupku jadi tidak tenang. Aku benar-benar membencinya. Sangat membencinya!
Keesokan harinya di sekolah, aku menceritakan apa yang kualami hari minggu kemarin pada Changmin dan Minho.
“Apa? Anak itu adalah Go Eunjoo?” tanya Minho tidak percaya.
“Demi apa, Kyu? Kau jangan bercanda,” tanya Changmin tidak percaya juga.
“Mana mungkin aku bercanda pada hal seperti ini,” jawabku.
“Hahahaa. Sepertinya kalian memang berjodoh,” ejek Changmin.
“YA! Hati-hati kalau bicara!” bentakku pada Changmin sambil memukul kepalanya.
“Aduh! Biyan. Biyan. Kau sensitif sekali,” ejek Changmin lagi.
“Ya, aku memang sensitif kalau berurusan dengan yeoja. Selama ini aku malas berurusan dengan mereka. Merepotkan,” gerutuku.
“Hebat sekali Go Eunjoo ya. Dia berhasil membuat seorang Cho Kyuhyun berurusan dengan gadis,” gantian Minho yang mengejekku. Changmin juga tertawa sambil mengangguk-ngangguk membenarkan.
“Hei, Choi Minho! Jangan ikut-ikutan Changmin. Kalian menyebalkan,” bentakku.Aku sudah kesal, mereka malah mengejekku.
“Bagaimana sikapnya di rumah? Apakah lebih baik atau sama saja?” tanya Changmin penasaran.
“Sama saja. Aneh,” jawabku singkat.
“Dia sepertinya berbeda dengan gadis-gadis biasanya. Menarik,” komen Minho.
“Hei Minho, kau tertarik pada gadis itu?” tanyaku terkejut.
“Oh, tidak kawan. Aku tidak mau jadi saingan sahabatku sendiri. Hahaha,” ejek Minho lagi sambil tertawa. Changmin juga ikutan tertawa mengejek.
“Apa maksud kalian? Kalian benar-benar menyebalkan!” umpatku.
Saat Changmn dan Minho masih tertawa-tawa, Go Eunjoo masuk ke kelas. Otomatis tawa Changmin dan Minho langsung berhenti. Gadis itu melewati kami tanpa menyapa atau basa-basi lainnya, seolah-olah tidak mengenal kami. Dasar gadis aneh. Saat itu juga aku teringat akan tugasku. Meminta maaf pada Go Eunjoo. Untuk hal ini, aku sengaja tidak menceritakannya pada Changmin dan Minho. Mereka pasti akan semakin menertawakanku kalau tahu hal ini. Kupikir, sebaiknya pas jam istirahat saja aku bicara dengannya.
Jam istirahat pun tiba. Changmin dan Minho mengajakku ke kantin.
“Kyu, ayo kita ke kantin,” ajak Minho.
“Kalian duluan saja. Aku mau ke toilet dulu,” alasanku.
“Oh, ok. Kita tunggu di kantin,” kata Changmin. Mereka pun meninggalkan kelas. Aman.
Aku melirik Go Eunjoo. Dia masih membereskan buku-bukunya di meja. Tidak lama kemudian dia keluar. Aku mengikutinya. Gadis itu masuk ke perpustakaan. Jam istirahat, bukannya makan di kantin, malah ke perpustakaan. Memangnya dia makan buku? Tapi dia kan bukan rayap. Ah, lupakan. Pikiranku makin ngelantur saja.
Aku pun ikut masuk ke perpustakaan. Tapi, tidak kutemukan Go Eunjoo. Ke mana dia? Cepat sekali menghilang. Aku mengelilingi rak-rak buku yang ada di sana. Tidak kutemukan gadis itu. Kuputuskan untuk mencari di meja baca. Ternyata dia sudah duduk di meja yang paling dekat dengan kaca sambil membaca buku, entah buku apa. Yang jelas buku itu dapat membuat seekor anjing kehilangan akal sehatnya jika dilemparkan ke kepalanya. Tebal sekali.
Aku mengamatinya dari kejauhan. Wajahnya tampak serius membaca buku itu. Sinar matahari yang menimpanya dari kaca menyebabkan bayangan gelap. Hal itu membuat gadis itu tampak misterius dan menarik. Ah, pikiran apa yang melintas di kepalaku? Tapi, bukannya namja suka yang misterius dan membuat penasaran? Sudahlah. Kedatanganku ke sini bukannya untuk tahu Go Eunjoo menarik atau tidak, tapi untuk minta maaf padanya dan membujuknya supaya bersedia belajar denganku lagi.
Aku mendekati mejanya dan berdiri di hadapannya. Sepertinya gadis itu tidak menyadari kehadiranku. Dia tetap menunduk membaca bukunya. Kemudian aku duduk di depannya. Dia masih tetap bergeming. Aku mengamatinya yang sedang membaca buku. Mmm, gadis ini memiliki wajah yang putih bersih. Hidungnya mancung, bibirnya tipis. Standar, tidak cantik.
“Sepertinya ayahku tidak pernah menyuruhmu untuk mengikutiku di sekolah,” katanya tiba-tiba yang membuatku terkejut.
“Apa kau bilang?”
“Dari tadi kau mengikutiku kan?” katanya. Jadi, dia tahu sedari tadi aku mengikutinya? Kalau begitu kenapa dia diam saja? Sial. Aku malu setengah mati.
“Tidak usah malu. Cepat katakan, kau mau apa?” katanya datar tanpa mengalihkan matanya dari bukunya.
Hah?? Dari mana dia tahu pikiranku?
“Aku tidak bisa membaca pikiran orang, kalau kau tanya dari mana aku tahu apa yang kau pikirkan,” katanya lagi. Aku semakin frustasi.
“Kau ini cenayang ya?” tanyaku keheranan.
“Sudah cepat katakan kau mau apa,” kata go Eunjoo lagi. Tentu saja masih dengan mata yang tertuju pada buku.
“Kau masih marah dengan kejadian kemarin?” tanyaku dengan susah payah. Terus terang, ini adalah pertama kalinya seorang Cho Kyuhyun minta maaf. Bisa kebayang kan, betapa beratnya mengucapkan kata ‘maaf’. Kalau tidak demi uang saku, aku tidak akan merendah di depan gadis ini.
“Marah?” tanyanya sambil menatapku dan menutup bukunya. Akhirnya aku dapat mengalihkan perhatiannya dari buku itu. Rasakan kau buku! Sekarang aku yang memenangkan perhatiannya. Lho,apa yang kupikirkan?
“Bukannya kau marah padaku kemarin, makanya kau tidak mau belajar denganku. Soal kemarin...mmm...mmm... miyanhae, ” kataku dengan pelan dan susah payah. Akhirnya terucap juga kata maaf itu.
“Aku tidak marah padamu,” kata gadis itu tiba-tiba. Apa? Tidak marah?
“Kalau begitu, kenapa kemarin kau pergi begitu saja?” tanyaku heran.
“Aku sedang malas belajar. Makanya aku pergi,” katanya santai.
“Apa kau bilang? Malas belajar? Kau ingin mempermainkanku?” tanyaku mulai marah.
“Tergantung penilaianmu,” kata Go Eunjoo sambil berdiri dan meninggalkanku.
“Ya! Aku belum selesai bicara!” Teriakku spontan dan aku lupa aku masih di dalam perpustakaan. Semua orang di sana kemudian memelototiku karena suaraku yang keras. Sial! Gadis itu sudah mempermainkanku dan membuatku malu di perpustakaan.
Hari Minggu berikutnya aku datang kembali ke rumah Go Eunjoo. Seperti minggu kemarin, aku masuk dalam ruang baca itu. Bedanya, gadis itu sudah duduk di kursi pada saat aku datang.
“Kau sudah di sini?” tanyaku basa-basi.
“Kau telat 10 menit,” katanya singkat. Memang, aku agak terlambat karena tadi bangun kesiangan. Gara-gara semalam aku main starcraft di rumah Changmin dan ketiduran di sana.
“Cuma 10 menit. Tidak sampai satu jam kan?” Kataku membela diri. Cuma 10 menit saja kenapa dipermasalahkan? Sekolah saja toleransinya 15 menit.
“Sudah, ayo kita mulai. Jangan membuang-buang waktuku,” katanya sambil mulai membuka buku.
Justru kau yang membuang waktu bermainku di hari minggu. Tentu saja aku berkata hanya di dalam hati. Aku tidak mau mencari gara-gara dengan gadis ini lagi.
Kami pun mulai belajar. Aku mengajari setiap materi yang dia tidak mengerti. Ternyata Go eunjoo adalah gadis yang cerdas. Dia cepat sekali belajar dan memahami apa yang aku ajarkan. Kurasa selama ini dia salah metode dalam belajar matematika. Ditambah dia rajin membaca buku, jadi pengetahuannya cukup banyak. Tidak terasa sudah 2 jam lamanya kami belajar. Sekarang Go Eunjoo sedang mengerjakan beberapa soal latihan di buku. Tentu saja, aku sudah mengerjakannya lebih dulu sebelum datang ke sini. Jadi, nanti aku tinggal mencocokkan jawabannya.
Tanpa dia sadari, aku terus mengamatinya selama dia mengerjakan soal. Wajahnya tampak serius. Sesekali dahinya berkerut. Mungkin dia sedang kesulitan. Rambut panjangnya seperti biasa diikat ke belakang. Ternyata jika diamat-amati, GoEunjoo adalah gadis yang manis. Ada ya, makhluk unik seperti ini. Sifatnya aneh, tidak seperti gadis biasanya. Kesan pertama memang menyebalkan, tapi setelah dikenal lebih dekat, sifat uniknya ini yang justru menarik. Eh, apa yang kupikirkan? Sadar Kyu!
“Kenapa kau tersenyum sendiri?” tiba-tiba suara Go Eunjoo membuyarkan lamunanku. Eh, aku tersenyum? Kenapa aku tersenyum?
“Ah..Eh.. Kau sudah selesai?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Gadis itu hanya mengangguk dan menyerahkan pekerjaannya padaku. Aku segera mengambilnya. Tapi anehnya, tanganku gemetaran. Entah karena apa. Sepertinya Go Eunjoo menyadari hal itu.
“Kenapa tanganmu gemetaran?” tanyanya sambil memegang tanganku. Tiba-tiba tubuhku rasanya seperti tersengat listrik saat gadis itu memegang tanganku. Dan berakibat pada detak jantungku yang menjadi tidak karuan. Ada apa denganku?
“Hei, kau kenapa?” tanya gadis itu lagi. Matanya menatap lurus mataku. Celakanya, hal itu membuat jantungku semakin tak terkendali, seolah-olah mau melompat keluar. Aku tidak tahan. Kuputuskan untuk kabur saja.
“Eh, sepertinya aku perlu ke toilet,” jawabku kemudian lari keluar dari ruangan itu. Sampai di toilet, aku menarik nafas dalam-dalam. Wajahku terasa panas. Ada apa ini? Apa aku sakit? Tidak. Aku jarang sakit. Kepalaku tidak pusing. Tapi, kenapa aku seperti ini?
Semenjak kejadian hari itu, tanpa kusadari, aku sering memikirkan gadis itu. Wajah Go Eunjoo yang serius saat mengerjakan soal, tatapan matanya saat menatapku, semuanya terus terbayang-bayang. Aku mungkin sudah gila. Kenapa aku terus memikirkannya? Apa tidak ada yang lain yang bisa dipikirkan? Sebaiknya aku tanya Changmin saja.
Di sekolah, aku menceritakan hal ini pada Changmin dan Minho.
“Sepertinya kau mulai jatuh cinta pada Go Eunjoo, kawan,” kata Changmin. Apa? Aku jatuh cinta pada Go Eunjoo? Yang benar saja? Tidak mungkin.
“Aku rasa Changmin benar. Kau terus memikirkannya. Bukankah itu tanda-tanda jatuh cinta?” timpal Minho.
“Tidak mungkin. Mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis seperti itu?” sangkalku.
“Kalau begitu, kenapa kau jadi seperti itu?” tanya Minho lagi.
“Mungkin aku sedang tidak sehat.”
“Justru kau malah tidak pernah sesehat ini,” kata Changmin mengejek.
“Aku ini butuh solusi. Bukannya ejekan,” kataku kesal.
“Ini kita juga sedang mencarikan jawaban. Tapi kamu malah menyangkal terus,” kata Minho.
“Kyuhyun-ah, kau adalah orang yang beruntung bisa merasakan hal seperti itu pada seorang gadis. Selama ini aku tidak pernah mengalami hal seperti itu pada pacar-pacarku,” jelas Changmin.
“Sungguh?” tanyaku dan Minho bersamaan.
“Mungkin ini hukuman untukku karena terlalu banyak pacar,” jawab Changmin dengan muka sedih.
Apa benar aku jatuh cinta pada Go Eunjoo? Selama ini aku tidak pernah jatuh cinta pada yeoja, jadi aku tidak tahu tanda-tanda jatuh cinta. Selama jam pelajaran, perhatianku sama sekali tidak tertuju pada pelajaran. Aku terlalu sibuk mengamati Go Eunjoo. Apa yang dia lakukan selama jam pelajaran, bagaimana ekspresi wajahnya, perhatianku benar-benar teralihkan oleh gadis itu.
“Go Eunjoo itu manis ya?”
“Iya, sangat manis,” jawabku tanpa sadar. Eh, siapa yang tanya? Saat kusadari, ternyata Changmin dan Minho sudah cekikikan. Ternyata Sim Changmin yang menjebakku dengan pertanyaan itu.
“Hei, sialan kau!” umpatku.
“Asyik ya, mengamati wajah Go Eunjoo. Sampai-samapi kau melupakan pelajaran matematika,” ejek Changmin lagi. Aku kesal, sekaligus malu. Apa yang aku lakukan? Apa aku sudah gila?
“Sudahlah teman, akui saja kalau kau menyukainya. Apa susahnya?” tanya Minho.
“Tidak. Aku tidak menyukai Go Eunjoo,” sangkalku lagi. Aku memang tidak menyukainya kan? Bagaiman bisa aku menyukai gadis yang mengacak-ngacak hidupku?
Minggu-minggu berikutnya, aku lebih banyak diam pada saat belajar bersama Go Eunjoo. Aku menghindari kejadian-kejadian aneh yang kualami itu. Sepertinya Go Eunjoo tidak menyadari perubahan itu. Sikapnya masih sama saja seperti sebelumnya. Malah, sepertinya dia lebih nyaman dengan aku yang diam. Dia memang gadis yang berdarah dingin dan tidak ada ramah-ramahnya. Mana mungkin aku menyukai gadis seperti itu? Mustahil. Pasti tebakan Changmin itu salah.
Sayangnya, makin hari sikapku makin aneh. Bahkan aku sendiri tidak mengenali diriku. Suatu hari, saat jam istirahat, entah kenapa aku ingin ke perpustakaan. Hal yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Apa karena Go Eunjoo sering ke sana? Apa hubungannya?
Setelah memasuki perpustakaan, aku melihat gadis itu duduk di tempat biasanya, dekat jendela kaca. Tapi, tunggu dulu. Kali ini dia tidak sendirian. Ada seorang namja yang duduk di depannya. Namja itu sedang memamerkan senyum mautnya pada Go Eunjoo. Siapa lagi kalau bukan playboy sialan sekolah ini. Shim Changmin! Apa yang dia lakukan di sana? Apa dia juga mencoba untuk menggoda Go Eunjoo? Sialan kau Changmin. Saat itu aku tidak bisa mengendalikan diri. Rasanya ada api yang membakar amarahku. aku sangat marah dan benci pada Shim Changmin.
Tiba-tiba aku sudah menyambar lengan Changmin dan menyeretnya keluar dari perpustakaan.
“Hei, kau kenapa Kyu?” tanya Changmin. Dia tanya kenapa? Apa dia tidak sadar apa yang barusan dia lakukan? Masih tanya pula.
“Justru apa yang kau lakukan? Apa kau mencoba menggoda Go Eunjoo?” tanyaku penuh amarah.
“Calm down. Aku Cuma ingin bermain dengannya,” jawab Changmin dengan wajah tanpa dosa. Aku semakin kesal padanya.
“Apa kau bilang? Bermain? Belum cukupkah pacar-pacarmu itu, sampai kau menggoda Go Eunjoo?”
“Kyu, kau ini kenapa? Bukankah itu hal biasa aku menggoda seorang gadis?”
“Kau boleh menggoda gadis-gadis lain, tapi jangan coba-coba kau mengganggu Go Eunjoo!”
TO BE CONTINUED