Awal musim gugur. Daun-daun mulai
berguguran mengotori halaman sekolah. Membuatku harus menyapunya supaya bersih.
Ya, gara-gara peristiwa tadi pagi, aku harus membersihkan halaman sekolah
seusai jam pelajaran sebagai hukumannya. Sial! Gara-gara gadis yang tidak jelas
asal usulnya itu. Siapa sih dia? Bahkan tidak ada yang menyadari keberadaannya.
Semenjak sekolah dimulai di awal musim semi, sampai sekarang, aku baru sadar
kalau dia ada di kelasku. Aku harus membuat perhitungan dengannya. Belum tahu
dia siapa Cho Kyuhyun. Berani mencari masalah denganku? Tunggu saja akibatnya.
“Teman,
perlu bantuanku?” tiba-tiba Changmin sudah ada di dekatku. Entah dari kapan dia
ada di sini? Aku terlalu sibuk memikirkan gadis itu.
“Apa
yang kau pikirkan sampai kau tidak sadar aku ada di sini? Pasti kau memikirkan
gadis itu, kan?” tebak Changmin.
“Aku
benar-benar tidak habis pikir. Berani sekali dia berbuat seperti itu? Bahkan
dia bukan orang penting di sekolah ini. Bahkan aku sampai tidak sadar kalau di
kelas kita ada dia,” jelasku.
“Kau
benar, kawan. Aku bahkan tidak tahu namanya. Sepertinya dia jarang berbicara.
Besok aku akan cari tahu tentang dia. Kau tenang saja.”
“Mana
Minho?” tanyaku pada Changmin.
“Dia
sedang latihan basket. Sebentar lagi kan ada pertandingan,” jawab Changmin.
Minho memang kapten basket di sekolah kami. Meskipun anak mami, tapi dia jago
olahraga. Mau basket, sepak bola ataupun atletik dia jagonya. Banyak sekali
gadis yang mengaguminya.
Keesokan
harinya, gadis itu masuk ke kelas dengan wajah tanpa dosa. Bahkan dia sama
sekali tidak berniat minta maaf padaku apalagi mohon ampun. Dia bahkan sama
sekali tidak melihatku saat melewati mejaku, padahal aku sengaja terus
menatapnya sejak dia memasuki kelas sampai dia duduk. Gadis ini benar-benar!
Awas kau!
Sepulang
sekolah aku sengaja mengikutinya. Aku harus membuat perhitungan dengannya.
Setelah keluar dari gerbang sekolah aku menarik tangannya dan membawanya ke
tempat yang agak sepi.
“Lepaskan!” bentaknya sambil menghempaskan
tangannya.
“hei, kau! Kau belum lupa dengan
perbuatanmu kemarin kan? Kau sudah gila ya? Berani sekali kau berbuat seperti
itu? Kau pikir kau siapa?” bentakku padanya. Bukannya takut, tapi gadis itu
malah diam saja dan mengalihkan pandangannya.
“YA! Jawab pertanyaanku? Kau punya mulut
kan?”
“Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya.
Apa ada yang salah?” jawabnya dengan suara datar dan ekspresi wajah yang datar
pula seolah-olah pertanyaannya adalah ‘ jam berapa sekarang?’. Benar-benar
bertolak belakang denganku yang bicara nada tinggi dan ekspresi wajah emosi.
“Apa kau tahu siapa aku, hah?” tanyaku.
Tapi gadis itu hanya diam dan melangkah pergi. Aku menahannya.
“Hei kau! Kenapa kau tidak menjawab
pertanyaanku?” tanyaku gusar.
Gadis itu tersenyum tipis mengejek sambil
berkata, “Pentingkah itu?”
“Sebenarnya apa yang kau inginkan? Kau sengaja
untuk menarik perhatianku, kan?”
“Kenapa aku harus melakukannya? Menurutmu
apa kau pantas? Sebaiknya pikirkan dulu sebelum kau bicara,” kata gadis itu
lalu melangkah pergi lagi.
“ YA! Aku belum selesai bicara!” teriakku
sambil mengejar gadis itu. Tapi tiba-tiba ada yang menahanku. Changmin dan
Minho.
“Sudah Kyu. Tidak ada gunanya bicara
dengan gadis itu,” kata Changmin.
“Gadis ini benar-benar membuatku kesal.
Kalau saja dia laki-laki, sudah kuhajar dia,” umpatku.
“Tapi dia perempuan. Kau tidak boleh
memukulnya,” balas Minho.
“Ya, kau benar. Tapi dia benar-benar orang
aneh,” kataku.
“Aku sudah mencari tahu tentang dia. Namanya
Go Eunjoo. Dulu dia berasal dari kelas 2F, makanya kita jarang melihatnya. Kata
anak-anak, dia sangat pendiam dan aneh. Dia bahkan tidak pernah berbicara
dengan teman sekelasnya. Dan dia selalu menyendiri, ” jelas Changmin.
“Pantas saja kita tidak pernah sadar
keberadaannya,” timpalku.
“Tapi dia cukup berani,” kata Minho sambil
tersenyum.
“Sudah, lupakan saja dia. Ayo kita pulang.
Perutku sudah lapar,” ajak Changmin. Aku hanya menganguk dan pulang mengikuti
mereka. Tapi yang jelas aku tidak bisa melupakannya. Gadis itu benar-benar
aneh.
Dua minggu semenjak kejadian itu pun
berlalu. Aku sudah mulai melupakan gadis itu karena sibuk dengan ujian tengah
semester. Tapi aku tidak pernah melupakan peristiwa itu. Tentu saja, gara-gara
hal itu, pihak sekolah melaporkannya kepada oang tuaku. Mereka mengenal orang
tuaku karena ayahku termasuk orang penting di bidang pendidikan. Tentu saja
ayahku marah besar atas perbuatanku. Sebagai hukumannya, uang jajanku dipotong
50% selama dua bulan. Benar-benar gila. Aku tidak bisa apa-apa dengan separuh
uang jajanku itu. Aku protes pada ayah. Dan dia akan memberi tambahan uang
jajan kalau aku bersedia menjadi guru privat matematika dari anak temannya
setelah ujian berakhir. Aku tidak punya pilihan lain.
Guru Kim memasuki kelas. Dia membawa
setumpuk kertas. Pasti itu hasil ujian matematika kami.
“Baik anak-anak, hari ini saya akan
membagikan hasil ujian matematika kalian. Sebelumnya saya akan umumkan siapa
yang mendapat nilai tertinggi. Saya kagum sekali, karena selama bertahun-tahun
mengajar, baru kali ini ada murid yang berhasil mendapatkan nilai sempurna,”
jelas guru Kim panjang lebar.
Anak-anak mulai ribut. Mereka menduga-duga
siapa orang itu. Dan semua anak menoleh ke arahku, yakin pasti aku yang
mendapatkannya. Aku juga yakin, pasti aku yang mendapat nilai tertinggi. Tapi,
sepertinya kemarin ada soal yang tidak sempurna kukerjakan. Ah, tapi entahlah.
Mungkin itu sudah benar. Aku tersenyum penuh keyakinan. Tapi tiba-tiba...
“Go Eunjoo. Dialah yang berhasil
mendapatkan nilai sempurna. Selamat Go eunjoo. Saya bangga sekali,” kata guru
Kim dengan tersenyum lebar.
APA???? Go Eunjoo? Gadis menyebalkan itu
mengalahkanku dalam ujian matematika? Yang benar saja. Saat itu harga diriku
bagaikan jatuh dan masuk ke dalam perut bumi. Seorang Cho Kyuhyun, si jenius
matematika dikalahkan oleh gadis yang tidak jelas asal usulnya dalam ujian
matematika???
Setelah kuterima hasil ujianku, ternyata
nilaiku 99. Hanya terpaut 1 poin dengan gadis itu. Benar-benar menyebalkan.
Kalau yang mendapat nilai sempurna itu Changmin atau Minho, Aku masih bisa terima.
Tapi ini??? Benar-benar sulit dipercaya.
“Hei Kyu. Ternyata selain aneh, gadis itu
pintar juga ya,” kata Changmin yang duduk di depanku. Aku makin kesal. Tapi
benar juga katanya. Orang yang bisa mendapat niali 100 pada ujian guru Kim
adalah orang yang benar-benar hebat. Daebak!
Pelajaran matematika pun berlangsung.
Seperti biasa guru Kim memberi soal latihan di papan tulis. Bagiku, soal itu
sangat mudah. Dalam sekejap, aku sudah menyelesaikannya.
“Ok anak-anak. Saya akan menunjuk
seseorang untuk mengerjakan soal di papan tulis ini. Go Eunjoo? Kerjakan soal
di depan ini,” perintah guru Kim pada Go Eunjoo. Tapi, tidak ada respon. Aku
menengok ke belakang untuk melihatnya. Gadis itu hanya diam saja dan menatap ke
depan. Tentu saja, ekspresi wajahnya datar.
“Go Enjoo, ayo kerjakan soal ini,” ulang
guru Kim.
“Aku tidak mau,” jawab gadis itu
tiba-tiba. Aku kaget sekali.
“Apa kau bilang?” tanya guru Kim yang
terkejut juga.
“Aku tidak mau,” jawab gadis itu lagi.
Ekspresi wajahnya masih tetap datar.
“Kenapa kau tidak mau?”tanya guru Kim
mulai marah.
“Karena aku tidak bisa,” jawab Eunjoo.
“Kau tidak bisa?”
“Ya, aku tidak bisa mengerjakan soal itu.”
“Berani sekali kau mengatakan hal seperti
itu pada gurumu?” kata guru Kim marah.
Gadis itu malah menarik nafas lalu
berkata,”aku benar-benar tidak bisa mengerjakannya dan aku tidak mau
mengerjakannya!” Lalu gadis itu pun berdiri dan meninggalkan kelas.
Apa? Seseorang yang mendapat nilai 100 dalam
ujian guru Kim tidak bisa mengerjakan soal semudah itu? Yang benar saja. Gadis
itu benar-benar gila. Untuk meredakan amarah guru Kim aku menawarkan diri untuk
mengerjakan soal itu.
“Guru, biar aku saja yang mengerjakannya,”
tawarku.
“Ya, kau saja Cho Kyuhyun, yang
mengerjakannya,” jawab guru Kim.
Aku pun maju ke depan sambil masih terus
berpikir tingkah aneh gadis bernama Go Eunjoo itu. Ini benar-benar sulit
dipecahkan. Bahkan lebih sulit dari soal matematika sesulit apapun.
“Kyu, besok main starcraft di rumahku.
Minho sudah ijin dengan ibunya. Pasti menyenangkan,” ajak Changmin sepulang
sekolah.
“Aaah, sayang sekali. Aku tidak bisa. Besok
aku mulai mengajar les,” jawabku penuh penyesalan.
“Yah, jadi setiap hari minggu kau tidak
bisa main dengan kami?” tanya Minho.
“Begitulah. Samapi hukuman ini berakhir,”
kataku lemas.
“Siapa yang akan kau ajar?” tanya
Changmin.
“Dia anak teman ayahku. Aku juga belum
pernah bertemu dengannya. Katanya dia juga kelas 3 SMA seperti kita.”
“Yeoja atau namja?” tanya Changmin.
“Entahlah. Aku tidak peduli.”
Hari minggu aku datang ke rumah teman
ayahku. Rumahnya sangat besar dan megah. Bernuansa klasik tapi bergaya modern.
Mungkin kalian bingung membayangkannya. Aku sendiri juga bingung
menggambarkannya. Sudahlah, lupakan. Anggap saja rumahnya seperti di
drama-drama korea yang tokohnya kaya raya. Setelah masuk, seorang wanita
setengah baya mempersilahkanku masuk ke suatu ruangan. Sepertinya perpustakaan,
karena di dalamnya terdapat rak-rak yang penuh dengan buku. Bukunya
bermacam-macam, mulai dari buku ilmiah, biografi, bisnis, sampai fiksi bahkan
sastra klasik juga ada. Wah, mungkin paman Go-teman ayahku ini adalah seorang
kutu buku. Atau ini hanya pelengkap rumah mewahnya saja? Setahuku dia adalah
pengusaha minuman khas korea dan perusahaannya adalah yang terbesar di korea.
Pantas saja dia kaya raya. Mungkin di sini aku akan mendapat banyak uang. Paman
Go adalah orang yang baik. Pasti dia akan royal padaku.hehe
Aku duduk di salah satu kursi yang
mengelilingi sebuah meja panjang di tengah ruangan. Mungkin ini adalah tempat
untuk membaca buku-buku itu. Mmm, seperti apa anaknya ya? Yeoja atau namja kah?
Kalau yeoja, dia pasti tuan putri yang manja dan banyak tingkah. Kalo namja,
pasti dia sangat sombong dan sok. Benar-benar menyebalkan. Ayahku tega sekali. Memberi hukuman seperti ini.
Saat aku sedang sibuk berpikir tentang
anak yang akan kuajar, tiba-tiba pintu terbuka dan seorang gadis berambut
panjang masuk. Tunggu dulu. Sepertinya aku kenal gadis itu. Gadis yang
berekspresi datar dengan tatapan mata yang tajam. Siapa lagi kalau bukan Go
Eunjoo?? Tidak mungkin. Pasti aku salah lihat. Gara-gara aku kesal padanya
sampai-sampai aku berhalusinasi tentangnya. Tidak mungkin. Aku mengerjap-ngerjapkan
mataku. Tapi, sepertinya aku tidak berhalusinasi. Memang Go Eunjoo yang berdiri
di sana. Jadi, anak paman Go adalah Go Eunjoo? Gadis itu juga sama terkejutnya denganku. Tanpa berkata apa-apa, dia
langsung berbalik meninggalkan ruangan itu.
“Tttuunggu!” kataku tergagap-gagap karena
otakku masih belum bisa berpikir dengan benar. Kemudian aku mengikuti gadis itu.
Dia masuk ke suatu ruangan tidak jauh dari sana dan menutup pintunya sehingga
aku tidak bisa ikut masuk. Tapi aku bisa mendengar suara gadis itu dari luar.
“Apa maksud ayah?” tanya gadis itu.
Sepertinya pada paman Go.
“Memangnya ada apa?” tanya balik paman Go.
“Yang kuminta adalah guru matematika yang
handal dan profesional. Bukan namja amatiran seperti dia?” protesnya.
APA??? Namja amatiran? Aku? Gadis ini
benar-benar kurang ajar. Awas kau ya!
“Menurut ayah tidak ada guru yang lebih
baik dari Cho Kyuhyun. Dia kan juara olimpiade matematika. Dia sangat pandai.
Dan dia seumuran denganmu. Jadi, kau akan lebih nyaman belajar dengannya,”
jelas paman Go. Paman Go memang yang terbaik. Perdebatan pun masih berlangsung
dan paman Go terus membelaku. Sebaiknya aku segera kembali ke ruangan tadi
sebelum gadis itu membuka pintu dan memergokiku sedang menguping.
Aku
duduk kembali di ruangan yang mirip perpustakaan tadi. Bagaimana bisa seorang
Go Eunjoo yang mendapat nilai 100 pada ujian guru Kim masih butuh les
matematika? Ini benar-benar aneh. Tiba-tiba go Eunjoo masuk dan duduk di
hadapanku dengan wajah ditekuk.
“Seseorang yang mendapat nilai sempurna
pada ujian guru Kim meminta diajari matematika? Apa tidak salah?” tanyaku
keheranan. Tapi gadis itu hanya diam saja dan mulai membuka bukunya.
“Hei, Go Eunjoo, aku bertanya padamu?”
tanyaku lagi.
“Ayo, mulai belajar,” katanya tanpa
menatapku.
“Nilaimu kan lebih besar dari nilaiku.
Bagaimana mungkin aku mengajarimu matematika? Ini tidak masuk akal,” tanyaku
frustasi.
Gadis itu menghela nafas lalu
berkata,”Nilaiku memang 100, tetapi aku tidak mengerti apa yang kutulis.”
“Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak
mengerti,” tanyaku bingung.
“Aku menghafalnya,” jawabnya datar.
“APAAA??? Kau menghafal matematika?”
tanyaku terkejut. Apa tadi dia bilang? Menghafal matematika? Ini benar-benar gila. Gadis itu menghafal matematika?? Kalau
misalnya menghafal biologi, sejarah, aku masih bisa terima. Tapi ini
matematika? Yang benar saja!
“Memangnya kenapa?” tanyanya seolah-olah
apa yang dikatakannya adalah hal yang wajar.
“Kenapa?? Hei, kau sudah gila ya?
Bagaimana bisa kau menghafal matematika? Lagi pula, dari mana kau tahu jawaban
ujiannya guru Kim? Dari mana kau mendapatkannya?” tanyaku bertubi-tubi.
Gadis itu kemudian berdiri dan berjalan ke
arah salah satu rak buku. Dia mengambil sebuah buku yang sangat besar dan
tebal. Buku itu sepertinya cukup tua. Dia membuka salah satu halaman buku itu
dan menyerahkannya padaku. Kejutan apa lagi ini? Hari ini dia sudah membuatku
terkejut dua kali. Kalau ini yang ketiga kalinya, mungkin aku akan gila.
“Semua soal dan jawaban ujian guru Kim ada
di sana,” katanya.
Aku membaca buku itu dan benar juga. Semua
soal guru Kim ada di sana beserta jawabannya. Buku itu dalam bahasa inggris.
“Benar juga. Pantas saja soalnya sulit
dipecahkan. Ini memang bukan level anak SMA. Tapi, dari mana kau mendapatkan
buku ini?” tanyaku padanya.
“Entahlah. Setahuku buku itu sudah ada di
sana sejak dulu. Awalnya aku tidak sengaja membacanya. Kemudian aku menemukan
materi yang mirip dengan bahan ujian. Makanya kuhafal,” jelasnya. Otak warasku
masih belum bisa menerima semua ini. Ini benar-benar tidak masuk akal.
Kami pun mulai belajar. Tapi aku masih
belum percaya. Selama ini Go Eunjoo menghafal matematika? Mustahil.
“Selama ini kau menghafal matematika? Kau
benar-benar menghafalnya?” tanyaku tiba-tiba di tengah pelajaran kami.
Gadis itu menghela nafas kesal. Kemudian
dia bertanya,”Jelaskan apa itu faktor?”
“Apa? Kau tidak tahu faktor? Kau ini
bertanya karena tidak tahu atau hanya mengetesku?” tanyaku heran.
“kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya,”
jawabnya.
“Jadi, selama ini kau benar-benar
menghafalnya?” tanyaku lagi. Dan kali ini sepertinya dia sudah kehilangan
kesabaran. Go Eunjoo tiba-tiba membanting pensil yang dipegangnya lalu berdiri.
“Kau ini mau mengajariku tidak? Kalau
tidak mau sebaiknya kau pergi dari sini. Aku tidak butuh guru sepertimu!”
katanya dengan nada tinggi. Sepertinya dia sangat marah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar