Tidakkah pernah kau
melihatku? Selama ini aku hanya melihatmu dari jauh. Kupikir setidaknya kau
tahu aku, seperti yang lain. Karena memang aku sedikit berbeda dari mereka.
Namun, bahkan namaku pun kau tidak tahu. Tapi, tidak apa. Setidaknya sekarang
Tuhan telah memberiku kesempatan untuk dekat denganmu. Sayangnya, kesempatan
itu terlalu singkat. Dan akupun kembali ke posisi semula. Melihatmu dari jauh.
Melihatmu tersenyum bersama mereka. Andai saja mereka itu adalah aku. Sayang,
aku hanya penonton yang lewat begitu saja. Bahkan kau melirikku saja tidak.
Canda yang dulu sering kulontarkan untuk bisa dekat denganmu, sepertinya hanya
kau anggap sebagai angin lalu. Sapaku setiap
bertemu denganmu pun hanya kau balas dengan senyum tipis. Sekarang aku
sadar, bahwa kau tidak pernah menganggapku lebih dari itu. Ya, aku juga sadar
siapa diriku. Kau tidak mungkin melihatku seperti aku melihatmu.
Kau menarik. Kau berbeda dengan yang lain. Belum pernah kulihat
orang sepertimu secara langsung. Kau menarik perhatianku sejak pertama kali aku
melihatmu. Namun, waktu berlalu bersama dengan kesibukanku dan akhirnya akupun
melupakanmu. Tetapi, Tuhan berkata lain. Dia membawamu kembali ke hadapanku.
Sikapmu ramah dan bersahabat. Celakanya, aku juga manusia normal yang punya insting.
Tapi aku menutup mata, telinga dan hatiku. Aku tahu ini tidak akan
mungkin. AKu tahu siapa aku dan siapa dirimu. Ini tidak akan
berakhir baik. Aku bersyukur, waktu itu hanya singkat. Sehingga aku bisa
kembali ke posisi semula. Menarik diri dan melupakanmu. Meskipun kau masih
sering menyapaku, tapi aku menahan diri. Hanya itu yang bisa kulakukan.
***
Waktupun berlalu merenggutmu dari kehidupanku. Kau pun pergi ke
dunia baru. Sedangkan aku masih di sini. Diliputi kesibukan untuk bisa masuk
dalam dunia baru juga. Dunia yang sebenarnya. Aku pun mulai tidak memikirkanmu.
Baguslah. Tanpa terasa, dua tahun telah berlalu sejak terakhir aku melihatmu.
Sekarang aku telah memasuki dunia baru. Mencari-cari dunia mana yang cocok
untukku. Dunia di mana apa yang aku inginkan tersedia di sana. Ya, aku
menemukannya. Tidak. Aku menemukanmu kembali. Awalnya aku kira hanya halusinasi.
Tapi tidak. Itu sungguh dirimu. Kau tidak banyak berubah. Tentu saja, sekarang
kau sudah berubah lebih dewasa dan menarik. Aku tidak percaya Tuhan mempertemukan
kita kembali. Apakah kau masih mengingatku? Masihkah kau mengenaliku?
Saat mereka memperkenalkanmu padaku, aku sungguh tidak percaya.
Benarkah ini kau? Dua tahun aku telah melupakanmu. Tiba-tiba takdir membawamu
kembali lagi ke hadapanku. Dan kali ini benar-benar di hadapanku. Tidak, ke
mana saja aku pergi, takdir membawamu ada di tempat itu. Tidak hanya di tempat
kerja, bahkan tempat tinggalmu pun bersebelahan denganku. Tidak hanya itu, di
jalan, di pertokoan, kau selalu tiba-tiba muncul. Aku benar-benar tidak bisa
menghindari takdir ini. Apa yang harus kulakukan?
Keberuntungan memang sedang berpihak padaku. Tuhan sedang
melambungkanku setinggi langit. Sekarang aku benar-benar dekat denganmu. Tak
ada waktu yang tidak kulewatkan bersamamu. Di tempat kerja, di tempat makan,
bahkan di pertokoan pun kita selalu bersama. Tidak ada hal yang lebih
menyenangkan lagi selain itu. Perasaan yang kupikir telah hilang, ternyata
masih tersimpan utuh dan sekarang mulai mekar kembali. Aku benar-benar
menikmati masa ini. Tidak peduli seberapa berat pekerjaan yang kulakukan, tidak
masalah asalkan aku bisa melihatmu di dekatku setiap hari. Tersenyum padaku,
bercanda dan menangis.
Perjodohan? Itulah yang dilakukan keluargaku mengingat umurku sudah cukup
untuk menikah, tetapi kekasih pun aku tidak punya. Aku terbuai akan kebahagiaan
semu denganmu. Kebahagiaan semu? Ya, tentu saja. Karena aku tahu semua ini
tidak akan ada kelanjutannya. Aku harus sadar dan menginjak kehidupan
sesungguhnya. Kehidupan yang seharusnya aku jalani. Bukan bersamamu. Tapi,
bersama orang lain. Orang yang sama denganku.
Setelah Tuhan melambungkanku, tiba-tiba dia menghempaskanku ke
dasar bumi. Sungguh menyakitkan. Dijodohkan? Kau akan dijodohkan. Dan kau
terlihat antusias dan gembira. Apakah selama ini kau tidak pernah sekalipun
melihatku? Melihatku sebagai laki-laki, bukan sebagai teman maupun junior? Hei,
sadarlah. Siapa aku ini? Bukankah aku sudah tahu hal ini sejak awal bahwa ini
tidak akan mungkin. Ingat, siapa diriku dan siapa dirinya. Kupandangi diriku di
cermin. Percuma saja mempunyai wajah tampan, otak cerdas. Tetapi mencintaimu
saja aku tidak pantas. Seharusnya aku sadar dari awal bahwa kau memang tidak
akan pernah melihatku seperti itu. Untuk apa aku marah? Aku tidak berhak marah.
Tapi aku tidak bisa membohongi diriku. Apakah aku masih punya harapan?
Pilihan keluargaku tidak salah. Pria itu sungguh baik dan
menyenangkan. Ditambah, dia dulu adalah cinta pertamaku yang belum kesampaian.
Meskipun perasaan itu sudah lama hilang, karena tergantikan olehmu. Tapi tidak
masalah. Siapa tahu dia bisa membersihkan hati ini yang sudah dipenuhi olehmu.
Sedikit demi sedikit aku mulai menarik diri darimu dan dekat dengannya. Bahkan
di ulang tahunmu aku tidak datang karena sedang pergi dengannya. Tak kusangka,
ketidakhadiranku di kejutan ulang tahunmu ternyata berakibat fatal. Kau marah
padaku. Kau selalu menghindariku bahkan tidak mau bicara denganku. Aku tidak
mau hubungan kita kacau seperti ini. Ok, aku mengalah.
Kau membuat kejutan ulang tahun sendiri untukku sebagai ucapan
minta maaf. Melihatmu melakukan ini, sungguh hatiku luluh. Perasaan itu pun
semakin mekar tak terkendali. Aku mencintaimu. Sungguh. Aku mencintaimu.
Mungkin Tuhan dan seluruh jagad raya tahu hal ini, meskipun kau tidak tahu
karena aku tidak pernah mengucapkannya. Aku takut kau akan menjauh dariku.
Karena aku tahu, sekarang ada dia di sisimu. Kadang aku berpikir, mungkinkah
kau juga mencintaiku. Walaupun aku tahu pikiran itu hanya sia-sia. Tapi sayang,
apa yang kuucapakn ternyata tidak di dalam hati. Kau telah mendengarnya. Ya
Tuhan. Kau mendengarnya. Tanpa sadar bibir ini mengatakannya.
Celaka. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaan ini.
Perasaan ini terus tumbuh meskipun aku berusaha menghilangkannya. Dan apa yang
kau katakan? Kau mencintaiku? Apa yang harus kulakukan? Rasanya aku ingin
memelukmu dan mengatakan bahwa aku juga mempunyai perasaan yang sama. Tapi akal
sehatku bertindak lebih cepat. Ini tidak boleh. Kau tahu? Ini tidak boleh.
Sejak awal aku sudah tahu apa yang ada di hatimu. Aku tahu apa yang kau
inginkan. Tapi aku menutup mata, telinga dan hati untuk menyelamatkan perasaan
kita. Tapi tak kusangka, kau mengatakannya juga. Aku harus menghentikannya.
Semua harus berakhir sampai di sini.
Sekeping hatiku yang masih terselamatkan tiba-tiba hancur tak
tersisa. Kau tiba-tiba menyodorkan undangan pertunanganmu dengannya di depan
mataku. Memang, sejak kejadian itu, hubungan kita jadi aneh. Kita jarang
bicara, karena aku juga bingung bagaimana harus bersikap padamu. Tapi tak
kusangka kau akan melakukan ini. Skak match. Aku kalah telak. Tidak ada harapan
lagi. Meskipun aku berusaha menabahkan hatiku, tapi aku tidak bisa membohongi
perasaanku. Harapanku sudah benar-benar musnah. Kupikir cerita tentang patah
hati yang ada di novel maupun drama itu berlebihan. Ternyata benar. Rasanya
duniaku bagaikan runtuh. Runtuh dan aku terjebak di dalamnya. Tidak ada
kesempatan untuk menyelamatkan hatiku. Aku tidak bisa. Jalan terbaik yang bisa
kulakukan adalah pergi. Pergi sejauh mungkin darimu. karena aku tidak akan
mampu melihat dia melingkarkan cincin di jari manismu, di mana itu adalah
impianku sejak dulu.
haishhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh..... not happy ending. huhuhu
BalasHapusVisit http://pikadita.blogspot.com
promosi. ahahhaaa