Sabtu, 21 Mei 2011

SEGITIGA PATAH SISI

“ Kami memutuskan untuk menikah.”
Kalimat itu bagaikan petir di siang bolong yang menyambar di atas kepala Rangga. Tapi dia sadar ini bukan saatnya untuk bersedih. Dia tahu kapan dia harus tersenyum dan kapan dia harus menangis.
“ Serius? Wah, selamat ya!” Ucap Rangga sebahagia mungkin sambil menyalami kedua sahabatnya itu.
“ Makasih. Kamu sendiri kapan nyusul?” Tanya Lenggani.
“ Iya. Kapan kamu mau ngenalin gadis itu sama kami?” tanya Radit kemudian.
“ Waduh, nggak tahu ya. Sekarang aja masalahnya semakin rumit. Mungkin dia bukan jodohku,” jawab Rangga sendu. Wajahnya yang ceria kembali kusut seperti saat Lenggani dan Radit belum datang.
“ Ngga, tapi kamu masih berpikir untuk menikah kan?” tanya Lenggani cemas.
“ Iya lah. Aku pasti akan menikah. Tapi sekarang mungkin belum ketemu jodohnya.”
“ Sebenarnya apa sih masalah kalian?” tanya Radit penasaran.
“ Rumit Dit. Aku nggak bisa cerita sekarang.” Karena semua akan hancur jika aku memberitahu kalian.
“ Siapa gadis itu, Ngga? Apa kita kenal? Kenapa masalah kalian serumit itu?” tanya Lenggani.
“ Sebenarnya aku yang bermasalah. Ah, sudahlah. Nggak usah dibahas lagi.”
“ Wah, aku harus pergi sekarang. Ada lembur ni di kantor,” kata Radit kemudian.
“ Lembur apaan? Di bagianku nggak lembur tu,” kata Rangga.
“ Kemarin sistemnya nggak jalan. Makanya baru dilanjutkan hari ini. Ngga, titip Lenggani ya. Ntar anterin dia pulang.”
“ Beres.”
“ Kamu hati-hati ya,” pesan Lenggani pada calon suaminya.
“ Ok. Aku pergi dulu.”
Setelah Radit pergi, tinggalah Lenggani dan Rangga yang ada di kafe itu. Untuk beberapa saat, keduanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“ Ngga, kamu yakin nggak mau cerita?” tanya Lenggani memulai pembicaraan.
“ Iya Ni. Aku nggak apa-apa kok. Nggak usah cemas.”
“ Tapi sepertinya masalah kamu berat.”
“ Mungkin bagiku sangat berat. Tapi sebenarnya aku udah tahu kok, penyelesaiannya.” Dengan melupakan perasaanku padamu, Ni. Tapi justru itu hal paling berat untuk kulakukan.
“ Baiklah kalau kamu yakin. Kalau kamu butuh teman untuk cerita, aku selalu siap untukmu,” ucap Lenggani tulus.
Rangga menatap mata gadis yang dicintainya itu. Dia melihat ada ketulusan dan... Rangga tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Mungkin dia terlalu berharap. Tentu saja hal itu tidak mungkin. Cinta Lenggani sekarang sudah dimiliki Radit.
Lenggani sendiri tidak tahu bagaimana kalimat itu tiba-tiba meluncur dari mulutnya. Dia juga bingung dengan perasaannya yang belum sepenuhnya melupakan Rangga. Padahal dia sudah menerima lamaran Radit, pria yang mencintainya.
Rangga, Radit dan Lenggani sudah bersahabat sejak kuliah. Ketiganya bertemu saat sama-sama mendapat hukuman sewaktu ospek. Sejak saat itu, mereka menjadi akrab dan bersahabat sampai mereka lulus dan mendapat pekerjaan masing-masing. Kebetulan kantor mereka berada di satu kompleks meskipun Lenggani bekerja di perusahaan yang berbeda dengan tempat Radit dan Rangga bekerja. Seiring berjalannya waktu, tumbuhlah perasaan yang lebih dari sahabat antara Rangga dan Lenggani. Tapi masing-masing ragu dengan perasaannya. Rangga yang tidak berpengalaman dalam cinta, hanya memendam perasaannya tanpa mampu mengungkapkan. Sedangkan lenggani merasa bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Sampai akhirnya dia menerima Radit yang lebih dulu mengungkapkan perasaannya. Rangga sudah tidak bisa berkutik lagi. Dia harus merelakan Lenggani untuk Radit. Penyesalan memang selalu datang di belakang. Dan itulah yang membuat masalah Rangga semakin rumit karena dia semakin menyadari bahwa dia sangat mencintai Lenggani.
Sementara itu, Semakin menjelang hari pernikahannya dengan Radit, perasaan Lenggani makin ragu dengan keputusannya itu. Apalagi sampai sekarang dia belum melakukan istikarah, hal yang paling takut dilakukannya. Hal yang membuat Lenggani ragu adalah sampai sekarang dia masih menyukai Rangga, padahal Radit yang akan menikah dengannya, dia takut akan mengecewakan Radit nanti. Kalau jujur, maka persahabatan mereka akan hancur seketika. Tapi Lenggani juga ragu, apakah Radit benar-benar jodohnya? Ia bertekad untuk melakukan istikarah sebelum pernikahannya, meskipun sampai sekarang ia belum mempunyai keberanian.
Di sisi lain Radit merasa aneh dengan keadaan mereka bertiga. Dia merasa Lenggani tidak bahagia dengan rencana pernikahan ini. Dia juga jarang bertemu dengan Rangga akhir-akhir ini. Sepertinya Rangga berusaha menghindar darinya dan Lenggani. Apakah karena masalah yang sedang dihadapi Rangga dengan gadis misterius yang dicintainya itu? Lalu bagaimana dengan Lenggani yang semakin hari terlihat semakin tidak bahagia saja? Radit benar-benar bingung. Maka ia memutuskan pergi ke rumaha Rangga hari Minggu besok untuk mencari tahu.
Saat Radit sampai di halaman rumah Rangga, Radit bertemu dengan Pak Asep, tukang kebun Rangga.
“ Eh, Mas Radit. Sudah lama nggak ke sini?” sapa Pak Asep.
“ Iya, Pak. Akhir-akhir ini sibuk sekali. Jadi nggak sempet mampir. Rangga ada kan?”
“ Ada, Mas. Malahan ada Mbak Vita juga di dalam?”
“ Mbak Vita kakaknya Rangga? Wah, udah lama nggak ketemu. Kalau gitu saya masuk dulu ya, Pak.”
“ Silahkan, Mas.”
Saat memasuki ruang tamu, Radit tidak menemukan siapa-siapa di sana. Tapi dia mendengar suara orang bicara dari arah ruang makan. Radit langsung saja menuju ke sana. Tapi sebelum menyapa, Radit mendengar pembicaraan Rangga dan kakaknya.
“ Kenapa kamu nggak jujur aja sih, Ngga? Sampai kapan kamu sembunyiin terus?” tanya Vita.
“ Nggak mungkinlah, Mbak. Bisa langsung kiamat kalau aku mengatakan yang sebenarnya,” jawab Rangga. Radit semakin penasaran saja dengan pembicaraan mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk mendengarkan selanjutnya.
“ Tapi kamu akan terus menderita kalau seperti ini terus.”
“ Mungkin ini sudah takdirku, Mbak. Aku hanya bisa mencintai Lenggani dalam hati saja,” ucap Rangga. Kalimat Rangga barusan bagaikan balok raksasa yang menghantam kepala Radit. Kepalanya langsung berdenyut-denyut. Dia tidak menyangka kalau selama ini Rangga diam-diam mencintai Lenggani.
“ Sampai kapan, Rangga?” tanya Vita putus asa.
“ Tidak tahu. Karena aku tidak melihat cinta ini ada ujungnya. Tapi aku tahu posisiku,” ucap Rangga lesu. Tetapi kata-kata itu membuat Radit naik darah. Entah mengapa dia merasa dikhianati Rangga. Sahabatnya sendiri mencintai calon istrinya.
“ Mbak kasihan nglihat kamu. Tapi kamu harus... Radit?” Pekik Vita terkejut melihat Radit yang sudah berdiri di dalam ruangan itu. Rangga segera melihat arah yang dilihat kakaknya. Dia melihat Radit yang memandangnya dengan penuh kemarahan.
“ Sejak kapan kamu berdiri di situ, Dit?” tanya Rangga penuh kecemasan.
“ Aku sudah mendengar semua pembicaraan kalian,” kata Radit sambil berjalan mendekati Rangga yang kemudian melayangkan tinju ke muka Rangga sampai Rangga terjatuh.
“ Sialan kau, Ngga! Aku nggak nyangka kamu berani mengkhianatiku. Mengkhianati persahabatan kita!” Radit benar-benar marah.
“ Dit, dengerin penjelasanku dulu!”
“ Penjelasan apa lagi?! Aku udah dengar semuanya. Aku benar-benar nggak terima.”
“ Aku minta maaf, Dit. Aku tahu aku salah. Lagi pula perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan. Lenggani tetap milik kamu.”
“ Bagus kalau kamu tahu. Dengar, minggu depan aku dan Lenggani akan menikah. Jadi sebaiknya jauhi dia! Aku benar-benar kecewa sama kamu, Ngga!” kata Radit dengan penuh kemarahan dan kemudian langsung pergi.
“ Dit, tunggu!” panggil Rangga sambil mengejar Radit. TapiRadit yang sudah kesetanan langsung masuk ke mobil lalu pergi tanpa bisa Rangga kejar.
“ Mbak vita lihat, kan?”
***Sudah hampir seminggu sikap Radit aneh. Dia lebih banyak diam sekarang. Padahal besok hari pernikahan mereka. Ditambah lagi Rangga sudah seminggu tidak ada kabarnya. Ada apa dengan semua ini? Hal ini membuat hati Lenggani makin ragu dengan Radit. Malam harinya, dia nekat melakukan istikarah. Padahal besok dia akan menikah. Ini memang terdengar gila. Tetapi selama belum ada ijab qabul, dia masih bisa merubah keputusannya. Setelah mendapat jawabannya, Lenggani memutuskan untuk melakukan hal paling gila seumur hidupnya. Tapi memang inilah satu-satunya jalan yang terbaik.
***
Radit memegang surat yang dibacanya dengan tangan gemetar. Awalnya dia sangat marah dan kecewa mengetahui Lenggani kabur di hari pernikahan mereka. Tetapi setelah membaca lengkap isi surat Lenggani yang ditujukan untuknya, dia mengerti semuanya. Tentang sikap Lenggani yang tidak bahagia, perasaan Rangga kepada Lenggani, dan kepergian Lenggani. Inilah isi surat lenggani:
to Radit,
Dit, aku minta maaf karena telah membuatmu dan keluargamu kecewa. Tapi ini adalah jalan yang paling tepat buat kita semua. Jujur, selama ini aku ragu sama perasaanku. Dan semalam aku mendapat jawabannya melalui istikarah. Dan kamu ternyata bukan jodohku, Dit. Sekali lagi aku minta maaf. Dan aku juga ingin jujur sama kamu. Sebenarnya seseorang yang mengisi hatiku selama ini bukanlah kamu, Dit. Tapi... Rangga. Aku mencintai Rangga jauh sebelum kita pacaran. Tapi karena sepertinya cintaku hanya bertepuk sebelah tangan, makanya aku hanya memendamnya saja di dalam hatiku. Aku memang pengecut karena pergi begitu saja. Tapi aku memang nggak tahu harus bagaimana menghadapi kalian. Makanya lebih baik aku menjauh dari kalian saja. Aku harus pergi untuk bisa melupakan Rangga dan melupakan semua ini. Karena aku juga tahu kamu akan makin hancur jika melihatku. Lupakanlah aku. Maaf. Lenggani.
Setelah membaca surat itu, yang ada di pikiran Radit adalah dia harus segera menemui Rangga dan mengatakan bahwa selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata selama ini bukan Rangga yang telah menghianati persahabatan mereka. Tetapi justru dirinyalah yang menjadi penghalang perasaan Rangga dan Lenggani. Kali ini dia benar-benar merasa bersalah pada Rangga.
Tanpa berkata apapun pada orang-orang yang ada di sana, Radit langsung pergi dengan mobilnya menuju rumah Rangga. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan pak Asep yang sedang membersihkan halaman.
“ Pak, Rangganya ada?” tanya Radit cemas.
“ Aduh, Mas Radit telat. Mas Rangga udah pergi subuh tadi,” jawab pak Asep.
“ Pergi ke mana, Pak? Kapan baliknya?”
“ Nggak tahu saya, Mas. Tapi kayaknya Mas Rangga perginya bakal lama. Orang rumah ini aja udah dikontrakkan dua tahun.”
“ Apa? Dikontrakkan?”
“ Iya. Nanti sore penghuni barunya datang. Dan Mas Rangga tadi udah bawa bajunya. Sebagian tadi ada yang dititipkan di rumah Mbak Vita.”
Mendengar jawaban Pak Asep, Radit benar-benar putus asa. Satu-satunya harapan adalah bertanya pada mbak Vita, kakak Rangga. Tapi sesampainya di sana hanya kekcewaan dan penyesalan yang didapat Radit.
“ Mbak juga nggak tahu, Dit. Waktu Mbak tanya, dia Cuma menjawab mau nyari ketenangan dan kehidupan baru. Nanti kalau Rangga udah ngasih kabar, Mbak kasih tahu kamu ya,” kata Vita.
Radit benar-benar menyesal karena dia belum sempat minta maaf pada Rangga. Dan dia telah membuat Rangga pergi sebelum dia mengetahui kebenaran bahwa cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Sekarang dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Rangga dan Lenggani terlanjur pergi sebelum mengetahui perasaan masing-masing. Dan satu-satunya orang yang tahu perasaan mereka adalah Radit. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Radit sekarang untuk mereka. Tapi dia masih bisa menyelamatkan nama baik Lenggani di mata keluarganya dengan menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Maka sekarang ia pergi menemui keluarganya untuk melakukannya.
***

Sisi Pertama
Rangga memutuskan untuk pergi dari kehidupan Radit dan Lenggani. Hanya itulah satu-satunya jalan yang terbaik bagi mereka bertiga. Biarlah dia pergi dengan membawa perasaan cinta yang belum pernah ia ungkapkan. Mungkin Lenggani memang bukan jodohnya.
Rangga memutuskan untuk tinggal di Bandung dan memulai hidup baru di sana. Kebetulan ia punya kenalan yang bisa memberinya pekerjaan. Bandung baginya adalah kota yang tenang. Lagi pula dia tidak punya saudara di sana. Pasti tidak ada yang tahu kalau dia pindah ke Bandung. Sekarang ia berdiri di loket untuk membeli tiket kereta ke Bandung. Saat ia berbalik seusai membeli tiket, dia melihat siluet sosok yang ia kenal. Lenggani. Nggak mungkin. Saat ini Lenggani pasti sedang berada di sisi Radit. Hari ini adalah hari pernikahan mereka. Setelah meyakinkan diri kalau yang dilihatnya bukan Lenggani, Rangga segera menuju gerbong tempat kereta menuju Bandung berada.

Sisi Kedua
Lenggani sedang duduk di dalam kereta yang membawanya ke Semarang. Perasaannya memang sangat hancur. Andai saja dulu dia tidak pernah menerima Radit, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Tapi semuanya sudah terlambat. Yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Semoga Radit dan keluarganya memaafkannya.
Awalnya Lenggani memutuskan akan pergi ke Bandung. Di sana ia punya banyak teman. Tapi saat sudah di depan loket, ia berpikir jika ia ke Bandung, Radit pasti gampang menemukannya karena Radit mengenal teman-teman Lenggani di Bandung. Akhirnya Lenggani memutuskan pergi ke Semarang, tempat temannya yang tidak dikenal Radit. Dia bertekad akan memulai hidup baru di sana. Setelah situasi tenang, ia baru akan memberi kabar kepada keluarganya yang ada di Jakarta. Tentu saja tanpa sepengetahuan Radit maupun Rangga. Tapi mungkin dia akan lama menetap di Semarang. Hanya itulah satu-satunya jalan untuk melupakan semua peristiwa ini. Melupakan Radit, dan juga cintanya, Rangga.


Sisi Ketiga
Sudah dua bulan Radit mencari-cari Rangga dan Lenggani. Tapi hasilnya nihil. Dia sudah menghubungi teman-teman Lenggani yang ia kenal, termasuk yang ada di Bandung. Tetapi tak satupun yang tahu keberadaan gadis itu. Begitu juga Rangga. Sampai sekarang Mbak Vita juga belum memberinya kabar. Setiap ia bertanya, Mbak Vita hanya menjawab Rangga belum ngasih kabar. Sekarang Radit benar-benar putus asa dan menyerah.
Akhirnya Radit memutuskan untuk melanjutkan S2 di Prancis. Dia sudah menyerah untuk mencari kedua sahabatnya itu. Mungkin jodoh mereka cuma sampai di sini. Tapi dia bertekad, jika Tuhan memberi kesempatan padanya untuk bertemu dengan mereka kembali, dia akan mengatakan hal yang sebenarnya pada Rangga dan Lenggani serta merestui hubungan mereka. Tapi ia tidak tahu apakah kesempatan itu akan datang atau malah tidak akan pernah ada.
***

Ketiga sisi segitiga itu akhirnya menjalani hidupnya masing-masing sesuai pilihan hatinya. Mereka berusaha untuk mencari kebahagiaannya di tempat mereka berada sekarang. Meskipun mereka tidak pernah tahu apakah kebahagiaan itu berada di sana atau tidak. Tetapi mereka tetap menjalani hidupnya dengan normal seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa pada kehidupan mereka di masa lalu. Karena mereka yakin apa yang mereka jalani sekarang adalah garis takdir yang telah digoreskan Tuhan. Dan Tuhan telah memberikan tiga jalan yang berbeda untuk mereka. Hingga pada akhirnya ketiga sisi segitiga yang patah itu tidak pernah bertemu kembali. Tidak pernah.

4 komentar:

  1. konsepnya keren dengan sisi-sisi itu sist,, *dengan gaya sok komentator profesional, ahaha

    BalasHapus
  2. hahaha.... tu khayalan gw paling ting..haha

    BalasHapus
  3. ckup dramatis yuk..tp justru jd pnasaran klanjutan kisahny,,ahahaaaa

    BalasHapus
  4. lho, ga ad kelanjutanny. kan udh berakhir. merek aga ketmu lagi...hehe

    BalasHapus