“Kau boleh menggoda gadis-gadis lain, tapi
jangan coba-coba kau mengganggu Go Eunjoo!”
“Hei, kenapa kau yang marah?” tanya
Changmin sambil tertawa kecil. Saat itu pula aku baru sadar apa yang telah
kulakukan. Astaga, apa yang kulakukan? Benar kata Changmin. Kenapa aku marah
melihat Changmin menggoda Go Eunjoo? Ada apa lagi denganku??
“eh, biyan. Aku..aku sendiri tidak tahu
kenapa aku seperti ini,” jawabku penuh kebingungan.
“Kau tidak perlu bingung. Sudah jelas, kau
menyukai gadis itu. Kau cemburu kan, melihatku menggodanya?”
Aku cemburu? Tidak mungkin. Mana mungkin
aku cemburu? Tapi, mengingat yang barusan aku lakukan...
“Kyu, mungkin ini adalah pertama kalinya
bagimu, makanya kau sulit menerimanya. Sebaiknya kau cari tahu sendiri akan
perasaanmu itu. Sebelum kau berbuat sesuatu yang lebih membahayakan
lagi..hehe,” nasehat Changmin, tentu saja sambil mengejek.
Aku
terus memikirkan apa yang terjadi padaku. Kenapa aku bisa marah melihat
Changmin menggoda Go Eunjoo? Padahal biasanya aku tidak pernah peduli. Apa aku
cemburu? Apakah aku benar-benar menyukai gadis itu? Tapi apa alasannya? Dia
jauh dari kriteria gadis yang kuinginkan. Dia tidak secantik Girls Generation,
dia juga sangat dingin, tidak ada ramah-ramahnya. Jangankan bersikap ramah,
senyum saja dia tidak pernah. Lantas, apa alasanku bisa menyukainya? Makanya,
tidak mungkin aku menyukainya. Mustahil!
Di
sekolah, di rumah maupun di rumah Changmin aku sering melamun. Memikirkan
kenapa aku bisa menyukai Go Eunjoo? Aku butuh alasan yang logis dan masuk akal,
baru aku bisa mengakui perasannku. Tapi apa?
“Kenapa sekarang dia jadi pendiam?” tanya Minho
pada Changmin. Aku mendengarnya, tapi aku malas menyahut. Masalah itu sekarang
membuatku malas berbicara, apalagi mengganggu Sungmin dan kawan-kawan.
“Biarkan saja. Dia sedang mencari tahu
tentang perasaannya,” jawab Changmin enteng.
Saat
ini kami sedang berada di rumah Changmin. Kami sedang mengerjakan tugas sekolah. Tugasnya benar-benar aneh dan
membuat pusing. Apa lagi sekarag aku lagi malas berpikir.
“Pertanyaan macam apa ini? Masak setiap
jawaban mesti ada alasannya?” protes Changmin.
“Kalau seperti ini, sekalian saja soalnya
“kenapa 1+1 sama dengan 2?” timpal Minho yang juga kesal.
“Kyu, kenapa kau diam saja? Kau punya ide
tidak?” tanya Minho padaku yang dari tadi diam.
“Ahh, tanya saja Changmin.Biasanya dia kan
punya 1001 alasan buat ngeles-in pacar-pacarnya,” jawabku malas-malasan.
“Ya, tapi ini pelajaran fisika. Bukan
pelajaran menggombali pacar,” bela Changmin.
“Aku benar-benar frustasi. Dari dulu aku
benci pelajarannya guru Kang. Apa-apa di suruh ngasih alasan. Kalau fisika kan
sudah teorinya seperti itu. Mana ada alasan?” gerutu Minho.
“Kau benar. Kalau pertanyaanya seperti itu
tentu saja jawabannya sudah pasti. Tidak ada alasannya,” kata Changmin
membenarkan teori Minho.
Tidak ada alasan. Tidak ada alasan? Benar.
Tidak ada alasan. Saat itu pikiranku rasanya terang benderang. pertanyaan yang
terus terlintas di kepalaku dan membuat pikiranku kusut sekarang terjawab
sudah.
“Kyu, sepertinya kau sudah mendapatkan
ide,” kata Minho.
“Ya, benar. Tidak ada alasan. Kalian
benar. Gomawo! Sekarang aku sudah tahu jawabannya,” kataku kegirangan.
“Mwo?” tanya Changmin dan Minho
kebingungan. Tapi aku tidak menghiraukan mereka. Tiba-tiba ponselku berbunyi.
Ayahku meneleponku.
“Kyuhyun-ah, kau di mana?” tanya ayahku.
“Di rumah Changmin. Kenapa?” tanyaku.
“Kenapa? Kau janji akan pulang sebelum jam
6 sore kan? Kita harus pergi ke rumah teman Appa,” kata ayahku. Astaga aku
lupa!
“Ah, iya. Aku lupa. Ya, aku akan pulang
sekarang,” jawabku sambil menutup telepon.
“Kau mau ke mana?” tanya Changmin.
“Aku harus pulang sekarang. Annyong!”
kataku sambil berlari pergi. Sepertinya Changmin dan Minho bingung dengan
sikapku.
Ternyata
sabtu malam ini kami harus pergi ke rumah paman Go. Di sana sedang ada pesta
ulang tahun perusahaan paman Go. Makanya kami sekeluarga di undang. Hal itu
berarti malam ini aku akan bertemu dengan Go Eunjoo? Di acara pesta? Hmm, dia
pasti pakai gaun. Apa lagi dia kan tuan putrinya. Seperti apa ya penampilannya
nanti? Membayangkannya saja aku sudah kegirangan.
Sesampainya
di sana, ternyata pestanya sangat megah. Maklum, perusahaan besar. Kenapa tidak
diadakan di hotel saja ya? Ahh, halaman rumahnya saja sudah lebih besar dari
hotel bintang 5. Dari tadi aku celingukan mencari Go Eunjoo. Tapi tidak
kutemukan tanda-tanda keberadaannya. Ke mana dia? Kulihat dari tadi paman Go
sendirian. Seharusnya Eunjoo kan
menemaninya, mengingat paman Go sudah duda. Tapi, paman go hanya sendirian.
Tiba-tiba
aku ingin ke toilet. Kuputuskan untuk mencari gadis itu di dalam rumah sekalian
ke toilet. Setelah keluar dari toilet, aku berpapasan dengan bibi yang sering
membukakan pintu untukku setiap aku datang ke sini. Sepertinya dia kepala
pelayan di rumah ini. Aku menyapanya. Dia membawa nampan yang berisi beberapa
piring kosong. Sepertinya bekas makanan.
“Halo, Bibi,” sapaku ramah.
“Hai kyuhyun-ah. Wah,kau tampan sekali
malam ini,” puji bibi yang melihatku menggunakan setelean jas berwarna hitam
dengan kemeja berwarna pink muda. Tentu saja aku sangat tampan. Tanpa setelan
ini pun aku sudah tampan. Hehe.
“Terima kasih, bi. Tapi, bukannya aku
memang tampan ya?” candaku.
“Kau ini bisa saja. Kenapa kau di dalam?
Pestanya kan di luar?”
“Tadi habis dari toilet. Bibi sendiri
sedang apa?”
“oh, aku habis mengmbil piring kotor bekas
makan malam Eunjoo.”
“Makan malam Eunjoo? Dia tidak makan di
luar dengan tamu-tamu yang lain?” tanyaku heran.
“Eunjoo tidak suka pesta dan keramaian.
Makanya dia tidak keluar dari kamar sedari tadi. Kau mau menemuinya? Naik saja
ke atas,” jelas bibi.
“Oh, iya. Kamsahamnida,” kataku sambil
tersenyum ramah.
Makan malam di kamar? Dlaam suasana pesta
seramai ini? Dia benar-benar gadis aneh.
Aku
naik ke lantai atas dan menuju kamar Go eunjoo. Kulihat pintu kamarnya sedikit
terbuka. Aku memasuki kamarnya. Kosong. Ke mana dia? Aku melihat di sekeliling kamarnya.
Ini adalah pertama kalinya aku masuk ke kamarnya. Kupikir kamar seorang gadis
berumur 18 tahun dan putri dari seorang pengusaha kaya raya pasti penuh mainan
masa kecil, boneka, make up, dan berbagai pernak-pernik lainnya. Tapi aku salah
besar. Di kamar ini tidak kutemukan satu batang hidung boneka. Apa lagi make up
ataupun pernak-pernik. Memang, kamar ini sangat luas, bahkan 2 kali lipat dari
kamar tidurku di rumah. Di dekat jendela, terdapat sebuah piano besar berwarna
putih. Mungkin, gadis itu suka main piano. Tapi, tetap saja kamar ini tampak
kosong. Di sini cuma ada satu tempat tidur besar, satu set meja belajar, meja
rias dan rak besar penuh buku. Oke,
warna dinding kamarnya putih mulus tanpa ada tempelan apapun. Poster
artis, boyband atau poster Einstein pun tidak ada. Itu masih bisa kuterima.
Tapi, boneka, ataupun pernak-pernik mainan atau apalah benar-benar tidak ada.
Seolah-olah itu adalah benda terlarang. Bahkan meja riasnya pun kosong. Cuma
ada satu sisir yang tergeletak di sana. Ini kamar yeoja atau kamar rumah sakit?
Benar-benar polos.
Aku
mendekati piano yang didekat jendela. Di atas piano itu terdapat beberapa
bingkai foto. Foto Go Eunjoo saat masih kecil bersama ayah dan ibunya, dan
beberapa foto masa kecil yang lain. Manis juga saat dia kecil. Di foto itu dia
tampak tersenyum. Tapi, ke mana senyumnya sekarang?
“Apa yang kau lakukan di kamarku?”
tiba-tiba terdengar suara Go Eunjo. Dia sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“oh, kau sudah kembali. Tadi aku
mencarimu. Kukira kau ada di pesta. Tapi kata bibi, kau ada di kamar,” kataku.
Saat melihat Go Eunjoo, penampilannya jauh dari bayanganku. Jangankan pakai
gaun pesta atau apa. Dia hanya memakai rok terusan berwaran hijau muda sampai
bawah lutut dan sweater berwarna putih. Rambut panjanya dibiarkan terurai di
punggungnya.
“Hei, apa yang kau lakukan di sini? Semua
orang sedang berpesta kau malah mengurung diri di kamar. Apa kau tidak ingin
berdandan dan menemani ayahmu di bawah?” celetukku.
“Aku tidak suka pesta,” jawabnya datar.
“Kenapa?” tanyaku.
“Tidak suka saja. Aku juga tidak suka ada
namja yang masuk kamarku tanpa ijin,” katanya tajam.
“Bukannya tanpa ijin. Tadi kamarmu
terbuka. Kukira kau di dalam, makanya aku masuk,” jelasku.
“Cepat keluar,” perintahnya.
“Kau mengusirku?”
“Perlu kupanggilkan penjaga di bawah?”
katanya sambil mendekati telepon di kamarnya. Benar-benar nada bicara seorang
nona besar.
“Ara..Ara.. Aku akan pergi. Cepat sekali
kau marah,” kataku sambil keluar kamar. Kemudian dia menutup pintu kamar
keras-keras. BRAAK!
“Aigoo! Gadis ini benar-benar!” kataku
kesal.
Aku berjalan keluar dari rumah itu. Tapi,
aku malas kembali ke pesta. Tidak ada yang kukenal di sana. Semua makanan sudah
aku coba.
“Guk..Guk...Gukk.” Aku terkejut mendengar
suara anjing. Ternyata Maru. Anjing kesayangan di rumah ini. Sepertinya dia
mengajakku bermain. Aku menghampirinya. Dia duduk di depan rumahnya.
“Hei, Maru-yah. Kau kesepian ya?” tanyaku
sambil mengelus kepalanya. Sepertinya dia menyukainya.
“Kasihan kau. Punya majikan galak,” kataku
sambil mengasihani diri sendiri. Akhirnya aku pun bermain dengan Maru. Aku
melempar bola, dia menangkapnya. Bayangkan saja, aku ke sini dengan penampilan
rapi, tapi berakhir dengan bermain bersama anjing. Menyedihkan. Tapi, aku
senang dengan anjing ini. Dia penurut dan menyenangkan. Tidak seperti
majikannya. Kami terus bermain dan aku pun tertawa. Tiba-tiba aku mendengar
suara piano dari arah atas. Kulihat, ternyata tepat di atas kami, adalah kamar
GO Eunjoo. Kulihat gadis itu sedang memainkan piano sambil melihat ke arah aku
dan Maru.
Tunggu
dulu. Gadis itu tersenyum. Benarkah? Atau hanya bayanganku saja? Tidak. Gadis
itu benar-benar tersenyum lebar, bahkan sepertinya tertawa. Manis sekali. Dia
sangat manis dengan senyum di bibirnya. jantungku pun kembali berdetak kencang.
Tapi perasaanku bahagia. Saat itu aku benar-benar menyadari bahwa aku menyukai
gadis itu. Ya, aku menyukai Go Eunjoo. Kenapa? Karena dia Go Eunjoo. Tidak ada
alasan.
Hari-hari
pun berlalu. Tanpa kusadari aku tidak perlu belajar bersama lagi dengan Goo
Eunjoo. Sesuatu yang sangat kunanti-nantikan selama ini. Tapi sekarang yang
terjadi justru sebaliknya. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat kusesali. Jika
tidak belajar bersama lagi, berarti aku akan jarang bertemu dia. Meskipun kami
sekelas, tapi tetap saja kurang. Di kelas juga tidak pernah ada kesempatan buat
ngobrol dengan gadis itu. Tahu kan sifatnya seperti apa??
Aku
mencari-cari akal supaya kami tetap belajar bersama. Di depan paman Go, aku
bilang bahwa ada beberapa materi yang belum Go Eunjoo pahami. Jadi, paman masih
menyuruhku untuk mengajari gadis itu lagi. Sementara itu, Go Eunjoo sangat
kesal karena perbuatanku. Soal-soal yang kuberikan sudah dia kerjakan dengan
cepat. Aku juga sudah tidak perlu mengajarinya lagi. Jadinya, aku tidak ada
kegiatan. Tepatnya, kegiatanku sekarang berganti menjadi memandangi wajah Go
Eunjoo yang entah kenapa aku tidak pernah merasa bosan dengan wajah datar dan
dingin itu.
“Sebenarnya apa maksudmu?” tanya Go Eunjoo
yang kehilangan kesabaran.
“Apa?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.
“Apa maksudmu berkata pada ayahku bahwa
masih ada hal yang belum aku pahami. Padahal sudah jelas di sini kau tidak
melakukan apa-apa?!”
“Ah, sudah jam berapa sekarang? Cepat
sekali waktu berlalu,” kataku mengalihkan pembicaraan.
“ Cho Kyuhyun! Aku bertanya padamu!”
“Kau tanya apa?”
“Kenapa kau melakukan ini? Kenapa?”
“Karena hanya ini satu-satunya cara agar
aku bisa terus bertemu denganmu,” kataku dengan suara rendah dan wajah serius.
Ya, aku rasa sudah saatnya gadis ini tahu perasaanku.
“Mwo?”tanyanya bingung.
“Aku menyukaimu.”
“Leluconmu tidak lucu,” kata gadis itu
sama seriusnya denganku.
“Apa aku terlihat sedang bercanda? Aku
juga tidak tahu sejak kapan aku menyukaimu. Yang jelas sekarang, aku
menyukaimu,” kataku dengan menatap matanya. Tapi gadis itu tidak menunjukkan
respon apa-apa.
“Apa seperti ini caramu mengatakan suka
pada seorang gadis?”
“Kenapa? Ada yang salah?”
“Bahkan Tuhan pun tidak akan percaya
padamu!”
“HAHAHAHAHAHAHAHAHA.....” tawa Changmin
dan Minho yang meledak setelah aku ceritakan apa yang terjadi kemarin di rumah
Go Eunjoo.
“Ya! Cho Kyuhyun, apa kau sudah gila?
Menyatakan cinta pada gadis dengan cara seperti itu? Hahahaha... Aigooo....”
kata Changmin sambil memegang perutnya karena tawanya tidak bisa berhenti.
“Memangnya kenapa? Ada yang salah?”
tanyaku polos.
“Tidak. Tidak ada yang salah kawan. Tapi
tidak salah juga jika Go Eunjoo bilang Tuhan pun tidak akan percaya,” kata
Minho sambil masih tertawa.
“Memangnya aku harus bagaiamana?” tanyaku
bingung.
“Tanya saja pada don juan satu ini,”
nasehat Minho.
“Kalau mau menyatakan cinta pada yeoja,
harusnya dengan cara romantis. Pendekatan dulu,” jelas Changmin.
“Kan kami sudah dekat,” kataku.
“Yang benar saja. Bukannya kau lebih dekat
dengan anjingnya Go Eunjoo?hahaha,” Ejek Changmin.
“Kau ini niat membantu tidak?” kataku
kesal.
“Yeoja itu suka dengan sesuatu yang
romantis,” kata Changmin.
“Romantis?” tanyaku.
“Iya. Coba mulai besok kau taruh bunga di
meja Go Eunjoo. Pasti dia akan tersentuh,” kata Changmin dengan wajah 200%
yakin.
“Tapi bunga apa? Bunga kan banyak
jenisnya,” tanyaku lagi. Aku benar-benar tidak berpengalaman dalam hal seperti
ini.
“Karena kau baru menyatakan cinta, jadi
beri dia bunga mawar pink.” Aku mengangguk-angguk mengerti.
Keesokan
harinya, aku sengaja datang pagi-pagi dan meletakkan setangkai mawar pink di
meja Go Eunjoo. Saat Changmin melihatnya, dia sangat senang dan yakin bahwa
cara ini akan berhasil. Kami bertiga pun menunggu gadis itu datang. Akhirnya
gadis itu masuk ke kelas. Aku tersenyum manis padanya, tapi dia sama sekali
tidak melirikku. Sabar Kyu. Ini termasuk perjuangan.
Saat
sampai di mejanya, gadis itu melihat bunga mawar dariku. Aku tersenyum penuh
keyakinan akan berhasil. Tapi, tiba-tiba gadis itu membawa bunga itu keluar
kelas. Aku penasaran dan mengikutinya. Dan apa yang dia lakukan? Dia membuang
bunga itu ke tempat sampah. Tentu saja aku kaget dan menegurnya.
“Hei, kenapa kau membuang bunga itu?”
tegurku kesal.
“Aku alergi serbuk bunga. Makanya aku
tidak bisa membiarkan bunga di dekatku,” jawabnya kemudian kembali ke kelas.
Apa?? Dia alergi bunga? Sial sekali aku.
Shim Changmin! Strategimu gagal total.
TO BE CONTINUED